"Ayo kita putus!"
Singkat, jelas, dan padat
Jaehan menggeleng samar. Berusaha menarik jemari lentik itu, Menggenggamnya dengan penuh atensi. Setelah kisah panjang yang mereka lewati, Jaehan pastinya menduga hal ini akan terjadi. Namun saat hari itu tiba. Saat kalimat keramat penuh dasar terurai dari birai ranum gadis itu, tetap saja.
Jaehan hancur.
"Jangan, Aku minta maaf. Aku janji hal ini enggak akan pernah terjadi lagi," gagap Jaehan dengan putus asa.
Sudut bibir gadisnya terangkat. Berusaha meraup udara sebanyak mungkin. Menahan sesak tatkala memorinya berkelana. Mengingat hal apa saja yang telah terjadi. Sakit—hanya itu yang ada.
"Aku cape," ucapnya lemah. Lalu menarik paksa jemari yang masih berada dalam genggaman erat jemari kekar Jaehan. "Aku pasti lebih bahagia setelah kita udahan," lanjutnya. Membuat Jaehan seketika bungkam.
Darah dalam tubuh Jaehan berdesir hangat. Seperti baru saja dihantam kenyataan pahit. Menyadari itu hanya akan berakhir penyesalan pilu.
Seharusnya Jaehan selalu mengawasi gadisnya. Seharusnya Jaehan selalu berada dekat di sisi gadisnya. Seharusnya Jaehan tidak lalai meninggalkan gadisnya.
Langit yang mengabu menjadi saksi. Menemani Jaehan dalam kesedihan tak kunjung usai. Seolah paham, rintik hujan ikut serta hadir di bumi. Menyamarkan tangisan Jaehan yang mungkin sudah membanjiri kedua pipi.
Pandangan Jaehan liar melihat sekeliling. Apakah gadisnya masih ada. Apakah Jaehan harus berlari dan mengambil payung untuknya.
Apakah gadisnya akan berubah pikiran setelah melihat Jaehan menyesali kesalahannya.
Tapi nihil, yang tersisa hanya rerumputan hijau yang bergoyang riang diterpa angin. Seolah-olah menertawakan Jaehan—di bawah rintik hujan.
Jaehan hancur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Missing Puzzle Piece
Teen Fiction~Tanpa sadar, ada yang kurang, ada yang hilang~ . Jaehan pikir hidup yang dirinya jalani terlampau baik-baik saja. Kedua orang tua yang harmonis, kehadiran adik laki-laki yang menggemaskan, dan juga kebersamaan bersama para sahabat yang sama sekali...