Chapter 21

1.3K 212 29
                                    

Donghyuck terbangun karena suara gumaman, padahal ia baru saja tertidur di dalam kamarnya.

Kamarnya. Kamarnya yang sudah bertahun-tahun tidak ia kunjungi. Entah kenapa, meski tidak digunakan dalam jangka waktu yang lama, segala sesuatu di dalamnya terasa begitu menenangkan dan nyaman.

Salah satunya, selimut dan sarung bantal yang masih berbau pewangi berbahan floral yang selama ini setia dipakai ibunya. Seolah-olah semuanya baru saja dicuci—lembut, hangat, dan harum. Semua hal tampak sudah disiapkan sehingga ia bertanya-tanya, apakah orang tuanya tahu bahwa ia akan datang? Tidak. Sepertinya tidak begitu. Sebelumnya, ibu jelas terkejut saat melihatnya.

Jadi, apa ibu selalu merawat kamar sang anak dengan harapan agar Donghyuck kembali? Apa ibu berharap Donghyuck kembali?

Dulu, ibu seolah-olah benar-benar membenci Donghyuck karena kuliahnya terbengkalai. Itu seperti, ibu sudah lelah menghadapi kelakuan putranya.

Ataukah tidak? Ibu tidak pernah melarang Donghyuck untuk pulang ke rumah, bukan? Ibu hanya memberi pilihan agar Donghyuck kembali pulang dan melupakan rencana untuk menyelesaikan studi di universitas, atau membiayai dirinya sendiri di sana. Apa ibu pernah melarangnya pulang?

Tidak.

Jadi kenapa Donghyuck tidak pulang lebih awal? Apa yang membuatnya enggan pulang ke rumah?

Ibu tidak pernah menelepon. Ibu dan ayah tidak pernah menelepon. Tapi kenapa Donghyuck tidak lebih dulu menelepon mereka saja?

Benar. Karena Donghyuck ingin ayah dan ibu meneleponnya dulu. Karena ia tidak mau mengakui kesalahannya sendiri.

Donghyuck menghela napas. Pada akhirnya, ia hanya menyia-nyiakan banyak peluang yang pernah ada.

Donghyuck bangkit dari kasur dan melipat selimut, sebelum menumpuknya dengan bantal seperti yang biasa dilakukan ibunya. Ia masih tidak yakin bagaimana harus bertindak di depan sang ibu setelah bertahun-tahun tidak berbicara dengannya. Tetap saja, tetap tinggal di dalam kamarnya untuk bersembunyi sepertinya bukan cara yang baik untuk menghabiskan waktu di rumah. Ia sudah merasa membuang banyak waktu, dan tidak yakin apakah ia masih ingin membuang lebih banyak waktu lagi.

Donghyuck berjingkat ke luar kamar, di ruang tamu kecil, pada waktu yang tepat untuk melihat ayahnya duduk di sofa dengan secangkir kopi di tangannya.

Donghyuck membeku.

Ia bertanya-tanya, mengapa ayahnya terlihat terlalu tua? Apa karena ia meninggalkan rumah selama bertahun-tahun? Apakah Donghyuck benar-benar telah membuang banyak waktu?

Ketika ayah menoleh padanya, Donghyuck tidak yakin bagaimana harus bereaksi. Sepertinya ia telah lupa bagaimana cara menyapa sang ayah. Selain itu, ia takut tentang apa yang akan dikatakan ayahnya. Meskipun ayah bukanlah orang yang terakhir kali berbicara dengan Donghyuck di telepon, ayah adalah orang yang bekerja sangat keras untuk mencari uang. Uang yang Donghyuck habiskan dan sia-siakan tanpa berpikir telah mengabaikan studinya. Ayah pasti sangat kecewa. Pasti. Bagaimanapun, Donghyuck telah berjanji pada ayahnya setelah ia menyelesaikan gelarnya, ia akan mendapatkan cukup uang untuk merenovasi rumah atau bahkan pindah ke rumah lain di lingkungan yang lebih baik.

Janji yang tidak ditepati. Sebuah janji yang telah ia lupakan karena memfokuskan semua perhatiannya pada satu orang.

"Bagaimana perjalananmu, Donghyuck?"

Donghyuck terkejut dengan pertanyaan ayahnya. Bukan itu kata pertama yang ia harapkan dari sang ayah setelah bertahun-tahun. Bukankah ayah seharusnya memarahinya? Ayah harus memarahinya, bukan? Bagaimanapun, Donghyuck tidak benar-benar melakukan apa pun untuk memperbaiki kesalahannya, dan belum lagi, ia baru saja mempermalukan dirinya sendiri di internet beberapa hari yang lalu.

[Terjemah] INKED ON MY WRIST CARVED IN MY HEART | Markchan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang