1

14.7K 658 57
                                    

Kejutan di posesif daddy bab 1 kurang nggak? Atau mau masih nambah? -'

Maaf banyak typo:(
.
.
.

Kalian tahu rasanya sengsara? Kalian tahu bagaimana rasanya di tinggal kedua kali oleh belahan jiwa? Bukan hanya istri namun  juga anaknya ikut menghilang.

Mark limbung ke jurang penderitaan paling dalam. Setelah di tinggal istri cantik nya, ia menyadari bahwa anaknya juga ikut menghilang. Untung Jisung masih ada, masih berdiri tegak menatap ke arah depan.

Ia harus mencari Chenle. Ia harus mendapatkan cintanya kembali.

Pemakaman tertutup itu sudah usai beberapa minggu, namun luka di hati Mark masih sama. Tidak berubah, semua terasa menyesakkan.

"Chan. Hyung kangen."

Mark mengusap foto pernikahan nya. Seluruh harta benda kesayangan Haechan masih tertata rapi, bahkan tak hilang satu inci pun. Tapi siapa yang membuat hidup Mark seperti ini? Siapa dalang semua penderitaan ini?

Tok... Tok..

"Masuk."

"Dad?"

"Jiji. Kemarilah nak."

Jisung mendekat ke arah daddy nya yang masih setia mengusap foto istri dan anaknya.

"Jiji akan bersekolah bisnis, agar bisa membantu daddy. "

Mark menoleh, lalu tersenyum teduh.

"Jangan korbankan mimpi mu, lakukan apa yang kamu suka nak."

Mark mengusap penuh cinta pucuk rambut anak keduanya.

"Jiji gamau daddy capek, nanti selesai Jiji pendidikan bisa gantiin daddy."

Mark tertawa renyah. Ia cukup beruntung memiliki Jisung. Karena anaknya sendiri yang sadar akan kewajiban, tidak seperti anak lainnya yang malas malasan.

"Baiklah, tapi Jiji harus janji."

"Janji apa , dad?"

"Jiji harus tetap bahagia."

"Daddy juga."

Jisung memeluk daddy nya.

.
.
.

Mark kembali berkutat dengan berkas berkas sialan, tapi itu semua jelas tidak membuat lukanya menghilang.

Ceklek..

"Mark, ayo makan."

"Irene. Sejak kapan kau datang?"

Mark nampaknya penasaran, ia sendiri tak melihat Irene datang.

"Kau terlalu sibuk, hingga melupakan aku."

"Tidak seperti itu."

"Kalau tidak, ayo kita makan."

Mark membuang nafasnya. Percuma menolak permintaan Irene, ia akan kalah.

Irene menarik tangan laki-laki yang bisa di lihat mungkin sudah kepala empat.

Ia membawa laki-laki itu ke dalam salah satu restoran mewah.

"Duduk sini. Biar aku yang pesan."

Irene meninggalkan Mark yang masih terlihat murung.

"Mark hyung?"

"Hyunjin?"

"Sedang apa kau disini?"

"Hanya makan siang. Kau sendiri?'

"Aku ingin bertemu seseorang untuk membeli rumah. "

"Kau akan menikah?"

"Mungkin waktu dekat. Kuharap kau datang. Aku pergi dulu, itu orang nya sudah datang."

"Oke."

Irene yang baru saja mengernyit heran ke arah Mark.

"Siapa dia?"

"Teman ku."

"Ah, seperti itu."

"Aku sudah memesan beberapa makanan kesukaan mu, ku harap kau mau memakannya."

"Aku menyukai semua."

"Yang di masak, Haechan." Lanjutnya.

Irene hanya tersenyum canggung. Walau sudah tinggal nama, namun seperti nya Mark enggan meninggalkan masa lalu nya.

Di sisi lain Hyunjin sedang membicarakan perihal rumah.

"Rumah ini saja. Aku ingin yang mewah, tapi tidak terlalu terbuka. Aku tidak suka suasana terlalu terbuka. "

"Baiklah. Karena kau teman ku, akan ku beri diskon."

"Itu memang harus, Lami."

Lami terkekeh melihat tingkah konyol cinta pertama nya. Walau ia harus merasa sakit, karena tak terbalas.

.
.
.

Jisung mengiring bola nya memasuki ring. Ia cukup lelah hari ini. Perjalanan untuk mencari Chenle masih jauh, di tambah ia masih terpuruk karena kematian Papa nya.

"Hikss, Pa." Lirih nya.

Pemuda tinggi itu tak dapat membohongi perasaan nya. Ia cukup terluka bahkan sangat. Ia ingin meraung, dan menangis ter sedu sedu namun ia harus kuat. Ia yakin Chenle masih hidup.

"Jiji."

Jisung menengok ke sumber suara, yaitu neneknya Lee Taeyong.

"Iya, Nek?"

"Kamu nangis?"

"Enggak ih. Masa cowok nangis, malu sama ayam."

"Kalau nangis gapapa, jangan pura-pura kuat."

Jisung tak mampu berbohong untuk kali ini.

"Hikss Papa , hikss Lele. Jiji kangen mereka hikss"

Taeyong mengelus pundak cucunya. Ia tahu pasti ini sangat sakit. Taeyong sendiri tidak tahu bisa apa, karena saat kejadian pembunuhan itu Irene mengajaknya jalan jalan.

Mark yang baru pulang kerja melihat anak nya menangis ia merasa gagal menjadi Ayah. Seharusnya ia siap menjadi tameng bagi anaknya, tapi malah ia yang melemah karena kehilangan istri dan anaknya, tanpa melihat kondisi anaknya yang lain.

Ia teringat bagaimana Haechan tak pernah menelantarkan salah satu dari mereka. Haechan sama membagi rata rasa sayangnya.

"Daddy akan bertahan. Demi kamu, Ji" Lirihnya.

.
.
.
TBC

Posesif Daddy (2) || MarkChan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang