Dua hari sudah berlalu. Chenle masih saja menunggu kekasihnya membuka mata. Ia rindu semua canda tawa mereka.
"Lele, ayo makan dulu." ajak Haechan.
"Nanti saja, Pa. Nunggu Jiji sadar."
Haechan tersenyum kecut. Putranya satu ini masih saja keras kepala dan tidak mau makan. Jika ia sakit maka siapa yang akan menjaga Jisung?
Ceklek..
Mark memasuki kamar VIP milik Jisung. Putranya masih saja tertidur lelap.
"Kau tidak bekerja, Mark?" tanya Haechan.
"Aku tidak fokus, Chan. Jadi kesini saja mungkin akan lebih baik."
Istrinya terseyum teduh lalu menatap Jisung sebentar.
Kapan Jisung bangun?
Itu pikirannya saat ini.
Chenle terus memandang Jisung yang masih menutup mata.
"Jiji, ayo bangun. Lele kangen tahu." rengeknya lirih.
"Jiji katanya sayang Lele, ayo bangun kalau sayang." lanjutnya
Entahlah ia merasa kosong setiap harinya. Ia hanya ingin Jisungnya kembali sadar.
"Le, ayo makan sayang." Bujuk Mark yang kasihan melihat kondisi Chenle yang nampak tidak baik baik saja.
"Daddy, nan_"
"Makan dulu, jangan nanti nati," serunya tegas.
Chenle segera beranjak dari duduknya. Ia akan segera makan lalu menunggu Jisung. Lelaki suara lumba lumba itu keluar ruang inap Jisung dan menemui Hendery yang masih diam bersama istrinya Xiaojun.
Hendery mengeryit heran kenapa Chenle datang dengan wajah yang tertekuk masam.
"Kenapa, Le?" tanyanya.
"Daddy. Tadi nyuruh Lele makan. Tapi Lele nggak selera paman," regeknya.
Ia tidak bisa menelan makanan apapun sebelum memastikan Jisung dalam keadaan baik baik saja.
"Ayo kita ke restoran depan rumah sakit, lalu Lele jaga Jisung lagi." Ajak Xiaojun yang iba melihat kondisi Lele dua hari ini seperti mayit hidup.
"Emmm, baiklah. Tapi langsung kembali ke kesini ya?" Xiaojun tersenyum lalu mengaguk.
Hendery, Xiaojun, serta Chenle kini telah duduk di kuris restoran sembari menatap makanan masing-masing tanpa minat sedikit pun. Jujur saja mereka masih khawatir dengan keadaan Jisung di dalam sana.
Di lain sisi Haechan kini sedang menahan air matanya untuk tumpah. Jika bisa ia ingin mengantikan Jisung saja. Cukup saat ia melihat Chenle waktu itu, tidak Jisung. Ia tidak siap tapi kenapa keadaan memaksanya?
Mark memerhatikan jelas gurat gelisah serta ke kekhawatiran Haechan. Dengan hati hati ia mengelus pucuk rambut istrinya.
"Chan, sudah makan?" Haechan menggeleng. Ia tidak akan bisa makan dengan keadaan seperti ini.
"Nanti kita makan setelah Chenle kembali." lanjutanya.
"Tidak, Hyung. Aku ingin disini saja." tolaknya dengan halus.
Mark menarik nafasnya panjang. Kenapa Haechan keras kepala saat seperti ini?
"Chan, jangan_"
"Jangan memaksaku, Hyung."
"Tapi, Chan_"
Ceklek...
Mark dan Haechan memandang ke arah pintu. Disana Taeyong datang dengan membawa paper pag yang mungkin saja isinya makanan.
"Makan sini, Chan. Ten akan marah jika melihat anaknya kurus saat bersama anakku."
Haechan memeluk Taeyong erat. Ia cukup bersyukur karena mertuanya adalah sahabat dari Ibunya yang kini sudah tiada.
"Tidak, Mom. Nanti saja."
"Kau mirip sekali dengan Ten. Dulu saat ia melihat Hendery sakit, ia tidak makan beberapa hari demi anaknya. Padahal saat itu ia mengadung dirimu. Sekarang ayo makan, ingat masih ada Chenle yang harus kau rawat." Taeyong mengeluarkan satu persatu kotak makan yang ia bawa, lalu ia sajika di meja pojon kamar Jisung.
"Mom, aku akan makan nanti." Taeyong tidak mengindahkan rengekan Haechan. Ia langsung menarik Haechan dan memberinya suapan besar.
"Jangan protes, segera habiskan." Itu bukan suara Taeyong, melainkan Mark. Ia cukup bersyukur karena Mommy nya datang di saat yang tepat.
Mau tidak mau Haechan menerima suapan demi suapan itu dari tangan Taeyong.
"Nah, selesai." Girang Taeyong saat menyuapkan sendok terakhir untuk Haechan.
"Mommy, ini terlalu banyak."
"Ck. Buktinya kau habis, Chan. Sudah jangan meregek terus." Ujar Mark yang kini masih duduk di samping ranjang Jisung.
Jika di tanya Mark apakah ia sangat sedih? Maka jawabannya, iya. Tapi ia harus kuat. Jika ia lemah maka siapa yang akan menguatkan Haechan dan Chenle.
Ceklek..
Chenle memasukki ruang inap Jisung. Ruangan itu nampak ramai menurutnya.
"Eoh, nenek? Sejak kapan disini?" tanyanya.
"Baru saja. Lele sudah makan?"
"Baru saja dengan Paman Hendery dan Paman Dejun."
Taeyong nampak manggut-manggut mengerti.
"Lalu dimana, Paman Hendery?" tanya Mark.
"Di luar."
Mark segera keluar inap Jisung. Ada yang harus ia bicarakan dengan Hendery. Termasuk masalah perusahaan yang ia kelola selama ini.
Chenle kembali duduk di kursi dekat Jisung. Menatap wajah damai milik Jisung ketika tertidur.
"Hey, Bodoh. Ayo bangun segera, katanya mau nikah sama Lele."
Chenle menghela nafasnya panjang.
"Jiji pengen pinter kaya Lele kan? Ayo bangun ,nanti kita benturkan kepala Lele ke kepala Jiji. Agar kecerdasan Lele berpindah setengah ke Jiji." lanjut monolognya lalu ia tertunduk dalam.
"Yang ada aku akan kembali koma, Le."
Chenle tanpa sadar menjatuhkan satu liquid bening miliknya.
.
.
.TBC.
Maaf baru up;"
Buntuh ide:( ini aja baru ngetik satu jam yang lalu.
Jam 23.00 ngetik jam 23.40 kelar:" Trus ini langsung up. Hehhee><

KAMU SEDANG MEMBACA
Posesif Daddy (2) || MarkChan
Short StoryKematian sang istri yang membawa kehidupan kelam bagi suaminya. anaknya yang menghilang ntah kemana mambawa tanda tanya besar. Di harap membaca posesif daddy part 1.