11

4.2K 379 22
                                    

Maaf banyak typo:(
.
.
.

Mengigat semua kenangan pahit. Hendery berdiri di depan pintu ruang kerjanya. Semua mimpi tentang adiknya datang menghantui. Pamannya yang jahat, dan jangan lupa semua kenangan buruk itu membekas. Meninggalkan lara yang tiara tara. Sepercik harapan hadir saat ia mendengar kabar bahwa adiknya di jual. Namun sayang seribu sayang karena penjualan itu di tutup rapat. Seakan tiada celah.

Puk..

"Der, kamu gapapa?"

Hendery mengegam erat tangan lembut milik istrinya.

"Gapapa kok, sayang."

Inilah yang membuat Xiaojun atau yang kerap di sapa Dejun semakin jatuh cinta pada suami nya. Walau di lain sisi suaminya sangatlah receh, namun bisa membedakan masalah pribadi dan pekerjaan.

Drrrttt... Drrrtt...

Hendery menerima telfon dari salah satu anak buahnya.

"Sebentar, aku mau angkat telfon."

Hendery sedikit menjauh istrinya. Tapi Xiaojun mengerti bahwa suaminya jika menjauh seperti itu pasti hal penting, dan tak ingin membuat dirinya ikut memikirkan masalah yang di emban Hendery.

"Baiklah."

"........."

"Saya harap tidak salah."

"........."

"Oke."

Pip.

Hendery mendekati istrinya yang setia berdiri di belakang nya.

"Sayang, aku pergi dulu. Nanti pulang lebih awal."

"Hati hati di jalan, jangan ngebut."

"Iya, Babe."

Hendery langsung menyambar kunci mobil yang terpasang apik di paku dinding rumahnya. Dan pergi melajukan mobilnya.

Di lain sisi Mark nampak mengerutkan dahinya. Pagi pagi sekali sudah ada yang bertamu di rumahnya. Bukan nya ia tidak mau menerima namun ini sangat pagi.

Ceklek...

"Hendery?"

"Saya ingin bertanya."

"Silahkan masuk."

Mark dan Hendery duduk berhadapan.

"Saya kesini ingin bertanya. Apakah benar anda membeli seseorang dari tuan Lee?"

"Entahlah Hendery-ssi. Saya pribadi dulu saat membeli jalang lewat Yuta. Jika bertanya perihal seperti ini, lebih baik ke Yuta."

"Dimana alamatnya?"

"Saya kirim di pesan."

Tit.. Tit..

Hendery tersenyum saat menerima pesan dari Mark.

"Terimakasih Mark-ssi. Saya pergi dulu."

"Baiklah."

.
.
.

Jisung nampak membolak balikan berkas berkas kerjanya. Sepanjang malam ia tidak tidur, hanya meminum kopi dan mengerjakan proyek nya. Memang saham perusahaan nya sangat naik pesat, tapi kesehatan nya juga menurun.

"Berkas berkas sialan."

Jisung geram ingin membuang semua berkas di mejanya namun tidak ia lakukan.

"Sabar sabar sabar! Jiji capek."

Jisung mengambil kunci mobil nya lalu pergi meninggalkan ruang kerjanya.

Melihat sekeliling yang masih gelap gulita. Tidak ada tanda kehidupan di saat pukul tiga dini hari. Hanya orang gila ya berkeluyuran saat jam ini. Namun Jisung masuk dalam urutan orang gila itu.

Kepalanya berat memikirkan kehidupan orang yang ia cintai. Papa dan kakanya kini sedang berjuang di hadapkan psikopat gila. Mana mungkin ia bisa menikmati hari hari nya dengan tenang.

Berhenti di depan rumah yang ia di pastikan milik Hwang Hyunjin. Penculik Papa dan Kaka nya. Rasanya ingin memukul dokter itu dan membunuh nya. Persetan dengan hukuman. Ia hanya ingin bertemu dengan papa dan kaka nya.

Ting.. Tong..

Chenle mengerang kesal saat mendengar bel rumahnya. Bayangkan saja ini masih pagi, dan ada orang bertemu sepagi ini. Pemuda suara bak lumba-lumba itu menuruni satu persatu anak tangga rumahnya.

Ceklek..

"Eoh. Cari siapa?"

"Lele."

Chenle mengerutkan alisnya saat melihat pemuda tinggi di depannya. Jujur ia seperti familiar namun ia tidak mengenalinya.

"Cari siapa ya? Kalau cari Papa nanti saja. Dia sedang tidur."

Chenle menutup pintu rumahnya. Meninggalkan Jisung yang mematung. Jisung tak sempat berpikir saat itu, dan ia hanya terkejut saat Chenle nya tidak mengenal dirinya. Bukankah itu berlebihan.

.
.
.

Hendery dan Yuta kini sedang berhadapan di ruang tamu milik Yuta. Ia baru saja bermain hal panas dengan istrinya, namun harus terbangun karena bel rumahnya.

"Apakah anda membeli seseorang bernama Soe Donghyuck, dari paman Lee?"

"Siapa Donghyuck?"

"Pemuda manis. Bola matanya berwarna ungu."

"Oh, Haechan?"

"Donghyuck!"

"Aku tidak mengenal nya. Jika Haechan aku kenal."

"Aku bertanya soal Donghyuck. Jika Haechan saya juga tahu."

"Iya Haechan."

"Donghyuck."

Winwin yang geram mendengar perdebatan mereka akhirnya keluar kamar, dan melempar vas bunga miliknya.

Pyar.... Pyarr...

Vas itu hampir saja terkena kepala Hendery dan Yuta.

"Baby! Jika terkena kepala ku bagaimana?"

"Alay, Yut."

Hendery nampak mengaruk tengkuknya karena malu.

"Kalian itu. Donghyuck, Haechan, Donghyuck! Mungkin saja Haechan dan Donghyuck orang yang sama. Begitu saja susah."

"Tapi namanya berbeda!!" Sahut Hendery dan Yuta bersamaan.

"Vas bungaku masih banyak, mau yang kecil, sedang atau, besar?"

Yuta dan Hendery nampak menggeleng bersamaan. Dan babak perdebatan itu di menangkan oleh Winwin.

.
.
.

TBC

Aku mau curhat:(

Sahabat ku bilang:) katanya aku aneh karena aku sangat menyukai membuat tulisan tulisan seperti ini. Jujur down banget:) walau memang karya ku jelek tapi ya ini usahaku:)

Makasih udah baca.

Posesif Daddy (2) || MarkChan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang