Maaf banyak typo:(
.
.
.Mark menatap bangunan di depannya. Nampak sepi dan sunyi tapi masih apik di pandang. Kakinya melangkah satu persatu mendekati pintu rumah itu. Pikirannya melambung tinggi membayangkan saat ia bisa memeluk anak dan istrinya.
"Aku akan menjemput kalian." Gumamnya.
Hendery dan Yuta baru saja sampai. Tak lupa Renjun yang memang rumahnya berdekatan ikut menyusul. Jisung tidak di beritahu soal ini, karena biar kejutan kata Mark.
"Ayo kita masuk." Ajak Yuta.
Entah benar atau salah namun firasat Renjun tidak baik. Menurut nya lebih baik menunggu Hyunjin. Pikiran gusar dan hati yang berdenyut sakit seakan menghatui Renjun saat ini.
"Mungkin pikiran ku saja."
Hendery mengeryit heran saat mendengar Renjun berbisik pada diri sendiri. Entahlah tapi Hendery seperti nya juga merasakan hal yang sama. Mungkin karena kedua memiliki profesi yang sama.
Mark mendorong pintu itu kuat kuat. Terbukalah ruangan yang kini sudah hancur tidak karuan. Hanya ada seorang perempuan duduk bersimpuh dengan pistol di tangan kanannya dan pisau di tangan kirinya. Perempuan itu tertawa nyaring melihat ke arah Mark dan teman temannya.
"Aku sudah tahu. Kalian akan datang. Hahaha."
Yuta mendekati perempuan itu untuk memastikan bahwa perempuan itu manusia bukan setan. Namun perempuan itu malah menodongkan pisau ke arahnya. Jujur ia ingin melawan tapi saat ini ia tidak membawa senjata apapun. Hanya tangan kosong saja yang ia bawa.
"Daddy!!!"
Semua mata mendongakkan pandangan ke lantai atas. Disana telihat jelas Chenle yang memanggilnya daddy. Rasa rindu itu tertumpu meletup letup seperti gunung berapi yang siap menumpahkan laharnya.
Namun langkah kakinya terhenti saat perempuan itu menodongkan pistol ke arah Mark.
"Hei, anak haram. Jika kau maju satu langkah maka daddy mu ini akan mati."
Haechan terdiam tat kala melihat suaminya sedang berdiri tak jauh darinya. Sungguh ia ingin memeluk suami nya saat ini.
Perempuan itu yang tak lain adalah Lami, kini berusaha berdiri. Mendekati arah Haechan berada. Melewati Chenle begitu saja.
"Chenle pergi dari sini nak, cepat!!" Teriak Haechan.
Lami nampak tersenyum remeh lalu mengarahkan pistol itu ke kepala Haechan.
"Waktumu tidak lama, pesan apa yang ingin kau sampaikan?"
"Lami, tolong sadarlah."
"Kau bilang sadar?! Aku menderita selama ini karena siapa hah?! Itu karena mu!!"
"Bahkan aku tidak mengerti salahku."
Lami mendorong Haechan hingga tersungkur ke ubin nan dingin itu.
Mark ingin berlari namun terhenti, karena situasi nya mungkin membahayakan Haechan nya. Chenle kini menangis tiada henti di pelukan Renjun.
Hyunjin datang ter gopoh gopoh. Pemandangan menyiksa mata itu nampak memilukan dirinya. Saat cintanya kini sedang berjuang nyawa bersama sahabat masa kecilnya yang menjelma menjadi iblis. Bukankah itu jahat untuk Hyunjin yang berusaha melepaskan rasanya, namun kembali bangkit karena Lami datang dan mengingatkan tentang perasaan nya yang hampir ia pendam.
Sakit memang, tapi Hyunjin bahagia selama hidupnya berguna. Apalagi untuk Haechan, orang yang di cintainya.
"Lami! Bukan kah kau mencintai ku, maka lepaskan Haechan."
Hyunjin berusaha melepaskan Haechan dari cengkraman Lami. Sungguh ia tidak kuasa melihat kejadian hari ini. Mungkin ini akan menjadi sejarah kelam dimana cintanya dan sahabat nya bertarung di depan matanya.
"Tidak!! Siapa saja yang menyakitimu, maka akan ku habisi."
Lami tertawa lebar. Sungguh ia ingin membuat Haechan menderita dan menjerit meminta ampun kepadanya.
Polisi datang dan berusaha melepaskan Haechan saat ini. Sungguh tidak ada yang tahu pikiran Lami saat ini. Bagaimana bisa seorang sahabat ingin menghabisi sahabat nya yang lain.
Mark sudah tidak tahan. Ia mendekati tangga itu namun Lami menatapnya sengit, tak lupa mengores pipi mulus Haechan.
"Menaiki satu anak tangga, berarti satu goresan untuk Haechan."
Sungguh Mark bimbang. Di sisi lain jika ia diam maka akan membahayakan Haechan , dan jika ia berjalan akan membuat Haechan menderita secara perlahan.
"Lami tolong, lepaskan Haechan." Pintanya.
Sungguh Lami tidak peduli. Ia tidak peduli dengan siapapun kecuali kebahagiaan Hyunjin. Baginya Kebagian Hyunjin adalah segalanya. Tidak apa ia menderita asal Hyunjin nya bahagia. Cintanya yang tulus, namun sayang menjadi boomerang untuk orang di sekitarnya.
"Lam, tidak ingatkah kita dulu bersahabat. Kau dulu sangat membela Haechan ketika ia di bully."
Air mata itu jatuh begitu saja. Mengigat kenangan masa lalu yang tampak menyenangkan. Senyum nya mengembangkan seketika. Lami menatap Haechan dan Hyunjin secara bergantian.
"Bagaimana kalau kita mati bertiga?"
.
.
.TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Posesif Daddy (2) || MarkChan
Short StoryKematian sang istri yang membawa kehidupan kelam bagi suaminya. anaknya yang menghilang ntah kemana mambawa tanda tanya besar. Di harap membaca posesif daddy part 1.