17

7.1K 398 13
                                        

Beberapa bulan berlalu begitu cepat. Tidak terasa kini Jisung sudah sembuh total bahkan kini Chenle melanjutkan pendidikannya yang sempat tertunda. Sedangkan sang adik atau kekasihnya kini sedang belajar bisnis bersama sang Ayah.

Haechan menatap sekeliling masion yang ia tempati nampak sepi. Tidak biasanya seperti ini, pikirnya. Chenle dan Jisung sedang jalan jalan, Mark ada pertemuan bisnis, Taeyong pergi bersama teman teman sosialitanya.

Pemuda dua anak itu berjalan menuju halaman belakang. Ia sangat kesepian tapi sekua sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Ia mendudukkan pantatnya di gazebo taman belakang. Menatap bermacam bunga yang tumbuh indah, serta banyak yang bermekaran. Bunga favoritnya yaitu bunga matahari juga tumbuh sama cantiknya.

"Hufftt, kenapa hari ini sangat sepi?" Monolognya pada diri sendiri.

Berdiri dari gezebo itu lalu menuju ke kamar miliknya. Merebahkan badannya, lalu menutup matanya pelan pelan.

Sedangkan di bawah sana Jisung dan Chenle jalan mengendap endap seperti layaknya pencuri saja.

"Pelan pelan, Ji."

"Ssttt, jangan bicara." Jisung menaruh telunjuknya di bibir Chenle.

"Kau sendiri bicara, hah?!" Tanpa sadar Chenle menaikkan nada suaranya.

Jisung memeloti Chenle dengan mata sipitnya. Walau sudah melotot tetap saja mata itu sipit dan tidak akan lebar seperti milik Chenle.

"Itu kalian kenapa?"

Kedua remaja itu berdiri mematung. Gagal sudah rencananya hari ini jika sang Papa sudah terbangun.

Sret..

Keduanya membalikkan badan, dan tersenyum lega.

"Nenek, Daddy. Lele kira siapa."

"Memang, Lele kira siapa?" tanya Mark.

"Papa." jawabnya.

Plak...

Jisung baru saja memukul pelan kepala Chenle. Pemuda penyuka lumba-lumba itu mendelikkan matanya tidak suka.

"Kok mukul Lele, sih! Salah Lele apa coba, Ji?!" Tanyanya tidak terima karena di pukul oleh Jisung.

"Kok kamu nyebut nama Papa sih? Kan kita janjian buat nggak nyebut."

"Kita kan janjian buat ngasih kejutan ke Papa, Jiji goblok!!"

Habis sudah kesabaran Chenle menghadapi Jisung di depannya.

"Jadi itu rencana, Kalian?" sahut Mark .

Chenle dan Jisung bertatapan lalu mengangguk bersamaan.

"Iya, Dad. Mau ikutan sama Lele?"

"Mau dong." seru Taeyong bersemangat.

Akhirnya mereka memutuskan untuk memberi kejutan bersama sama. Jika bisa di persulitkan kenapa di permudah?

Contohnya sekarang lihat, bukankah mereka bisa memesan kue? Tapi Jisung dan Mark bersisikuh bawah mereka akana membuatnya. Jangan lupakan suara barang jatuh di ubin apik itu. Warna ubin yang tadinya putih gading, sekarang putih tepung karena jelas ulah Mark dan Jisung yang tidak becus urusan dapur.

"Loh, kok kaya musim dingin." Pekik Chenle baru saja masuk ke area dapur.

"Musim dingin apaan, Le?" tanya Jisung.

Chenle menatap Mark dan Jisung, lalu memberi gestur jijik. Mirip sekali dengan Haechan jika merasa tidak suka dengan sesuatu.

"Iyuhhh, menyedihkan sekali Daddy, dan Jisung. Kenapa kalian tidak pesan coba? Kalau buat memang bisa?"

Jisung dan Mark bertatapan, lalu menggeleng.

Taeyong mengaga saat melihat dapur indah miliknya kini mirip kadang ayam. Sangat berantakan dan tepung dimana mana, bahkan mentega tidak bersalah sudah di ubin pojok kanan.

"Ya Tuhan!! Gempa dari mana ini?!" Chenle berlari lalu membekap mulut Taeyong.

"Ssttt, nanti Papa bangun. Nenek jangan kenceng-kenceng kalau teriak." Taeyong mendengarkan ucapan Chenle menggangguk anggukan kepalanya paham.

Karena mempertimbangkan keamanan serta kenyamanan bersama kini Chenle meminta Paman Yuta untuk membeli kue. Untung saja Yuta selalu bisa, jika tidak?

Semua kini sudah berkumpul di taman belakang. Renjun, Guanlin, Yuta, Winwin, Lucas, Jungwoo, tapi minus Hendery yang masih di China.

"Jadi bagaimana ini?" Yuta membuka suara.

Hari sudah mengelap tapi Haechan? Ia masih setia dengan kasur empuknya. Mungkin ia lelah dengan anak anaknya yang minus akhlak.

Chenle mengendap endap menuju ke arah kamar Papa nya. Ia mendegar suara Papa nya sedang bersenandung ringan. Suara Haechan sangat indah, bahkan hingga membuat Chenle mematung larut dalam suara Papanya.

Cklek...

"Le?"

"Hehe, Papa. Padahal Lele mau masuk, tapi Papa sudah keluar aja." Chenle mengaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia baru saja terlupa dengan niat awalnya.

"Memang mau kenapa?" tanyanya.

"Emmm, ikut Lele yok." ajak Chenle.

Haechan mengikuti langkah kaki Chenle. Mereka menuju ke arah taman belakang yang cukup sepi.

"Le, ini gelap banget. Lampunya kenapa ya?" Saat Haechan melihat ke samping ternyata Chenle hilang.

1

2

3

Semua lampu taman menyala. Suara nyayian selamat ulang tahun terdengar indah.

"Selamat ulang tahun, Papa." Jisung dan Chenle memeluk Papanya.

Semua mengucapkan selamat ulang tahun, tidak terlupakan satupun, kecuali Mark.

Mark mendekati Haechan yang duduk teemenung.

"Chan, kenapa?"

"Hyung, kenapa tidak mengucapkan kepada ku?"

"Mengucapkan apa? Aku mencintaimu, begitu?"

Haechan memukul lengan Mark.

"Issh, aku sudah tahu soal itu."

"Selamat ulang tahun, ibu dari anak anakku."

Haechan menundukkan kepalanya dalam. Ia rasanya sungguh tersipu, padahal itu hanya ucapan singkat saja.

"Hadiahnya 10 ronde nanti malam." bisik Mark ke telinga Haechan.

Haechan menatap Mark, lalu menginjak kaki Mark dengan sengaja.

"Mesum!"

Mark terkekeh sembari menahan sakit, lalu merangkul pundak sempit istrinya.

End

Tamat juga +_+

HBD My Fullsun ><

Haechan yang ultah, aku yang seneng +_+ akhirnya bayi beruang ku nambah umur. Hehehhe >:

Posesif Daddy (2) || MarkChan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang