Ditulis pada 2 April 2021, bertepatan dengan Hari Wafatnya putra Maryam, ibunda suci penghuni surga.
Jangan lupa like & komen
(Anda sudah tahu fungsinya, jadi tidak perlu kujelaskan)Jesika yang mulanya hendak mengetuk pintu, berputar ke samping rumah setelah melihat temannya sedang menjemur pakaian. "As-salamu 'alaikum."
"Wa 'alaikumus-salam." Mira menoleh dan berhenti sejenak dari aktivitasnya. "Eh, kamu, Jesika. Ada apa? Kenapa nggak chat atau telepon dulu?"
"Ya karena orang zaman dulu nggak semua orang punya HP, apalagi pemuda-pemudi seperti kita." Jesika menutup satu matanya. "Nggak masalah, 'kan, kalo sekali-kali aku datang ke rumahmu tanpa kabar dulu?"
Mira memegang dagunya, seperti tengah berpikir. "Agak masalah, sih. Aku jadinya kurang siap. Bisa aja, 'kan, kamu datang, tapi aku nggak ada di rumah?"
"Eh, betul juga, ya," seketika Jesika mengubah pemikirannya sendiri sambil memainkan telunjuknya di pipi. Ia menggaruk-garuk tengkuk, "jika hari ini kamu nggak ada, aku harus balik lagi dan harus cari jawaban sendiri. Rasanya aku ingin ke masa lalu untuk mengetahui bagaimana orang-orang zaman dulu bertamu."
Mira menyandarkan badannya ke tembok di dekatnya dan bersedekap. "Nggak perlu ke masa lalu kali. Kita kan bisa tanya ke orang-orang yang lebih tua dari kita. Eh, tadi kamu bilang 'jawaban'? Jangan-jangan kamu ke sini karena ingin bertanya sesuatu padaku, ya."
Jesika memegang kedua bahu Mira dan berkata, "Iya, karena kamu 'kutu buku'. Nanti aja, deh, tanyanya. Lebih baik kita menjemur dulu."
Mira juga memegang kedua bahu orang di hadapannya, lalu merespons, "Nggak perlu. Itu bisa kutunda dulu. Aku jadi nggak enak sama kamu. Ke sini, terus langsung bantu orang."
"Tenang aja. Nggak apa-apa, kok. Sekalian dolan. Sebenarnya, aku suka, lo, jika pahalaku nambah meskipun harus melakukan hal kecil."
"Beneran nih?" ucap Mira seraya menyatukan tangannya.
"Nggak percaya amat sama temanmu ini?" Jesika membentuk 'V' di bawah dagunya, "padahal kita udah lumayan akrab, lo."
Mira menertawakan kelupaannya. "Sorry. Biasalah, lagi banyak pikiran karena banyak membaca. Ya udah, sebelummya makasih, lo, udah berniat membantuku."
"Sami-sami. Pokoknya, jika ada masalah, katakan aja padamu." Jesika menaruh pakaian bersih yang masih basah ke jemuran. "Tapi kamu jangan harap aku bisa membantumu, karena aku masih manusia, makhluk yang memiliki kekurangan yang nggak semua bisa kulakukan."
"Kekurangan memang ada pada ciptaan-Nya. Yang sempurna hanyalah Sang Pencipta."
Lima belas detik.
Tiga puluh detik.
"Mmm ...."
"Kenapa?" tanya Jesika..
"Kalo dipikir-pikir, lebih efektif kalo kita berjemur sambil Q and A."
"Oh, maksudmu, sambil menyelam atau berenang, kita cari ikan?"
"Kurang tepat tuh. Peribahasanya, menyelam atau berenang sambil minum air. Kan nggak semua air ada ikannya."
"Oh, ya, ya." Suasana kembali sunyi. "Eh, bukannya semua air belum tentu bisa diminum, ya? Masak iya kita minum air tercemar, seperti selokan."
"Emang kita bisa berenang di selokan?"
"Maksudku tadi, airnya seperti air selokan."
"Oalah. Benar juga, sih, tapi peribahasanya memang begitu. Kayaknya nggak bisa diubah."
KAMU SEDANG MEMBACA
SLTA
Short StoryKumpulan cerpen +13 THN. Berbagai kisah dengan tokoh utama seorang siswa SMA. Biasanya, masa putih abu-abu adalah masa paling indah bagi setiap insan. (Rilis: 31 Agustus 2020) Sampul: @poetree.malu #1 - cerpensma (Mei '21) #3 - ceritaputihabuabu (No...