(Bukan) Kartini 2021

3 4 1
                                    



Mohon maaf, cerita ini tidak sesuai dengan kondisi negara kita. Maaf juga apabila ada persamaan nama, yang mungkin dapat menyinggung perasaan pembaca. Jika berkenan, tolong kasih like dan komen.

Gelak tawa terdengar sampai ke telinga Karti, membuat langkahnya terhenti sejenak. Kemudian, remaja perempuan itu mengikuti arah suara. Agar tidak terlibat dalam suatu masalah, ia mengintip beberapa orang yang sedang berkumpul. Punggung berguncang orang-orang yang berdiri sudah menunjukkan kalau Karti tidak salah tujuan.

Setelah mereka puas, mereka pergi dengan bangga. Kini, Karti hanya melihat seorang gadis seusianya yang terduduk sambil menangis. Gadis berseragam sama dengannya begitu kacau. Hampir seluruh tubuhnya kotor karena telur, tepung, dan air.

Karti mengenggam erat tangannya, sedangkan wajahnya menggeram. Sebenarnya ada apa? tanyanya dalam hati.

"Tini? Kamu kenapa? Kok bisa begini?"

"Maya ...."

Karti kaget. Ia mendengar suara dari arah yang diintipnya tadi.

"Oh, jangan-jangan mereka. Sialan. Sahabatku ulang tahun, tapi ya jangan diginian juga kali." Nada suara merendah. "Yuk, biar aku antar kamu ke kamar mandi!"

Ulang tahun? Syukurlah, aku kira tadi pelecehan. Ada perempuan, bukan berarti tidak mungkin, batin Karti lega. Sejenak kemudian terdengar suara langkah kaki. Tangis orang barusan makin reda.

Karti menunduk. "Maaf. Maafkan aku." Ia pergi dari tempatnya ke arah yang berlawanan dengan dua orang yang berjalan ke kamar mandi.

*Jika berkenan, tolong kasih like dan komen*

Karti menghela napas. Lalu, ia memandang wajahnya ke kaca meja rias. Tidak bisa dipungkuri kalau wajahnya cantik. Namun, ia berpikir, apakah cantik itu cukup?

"Eh, tunggu!" Karti seperti mendapatkan durian jatuh. Eh, salah. Yang benar itu bola lampu. Ia menjentikkan jari seraya berkata, "Tidak salah lagi, itu pasti berhasil."

Buru-buru ia mengambil barang-barang yang ia butuhkan. Setelah selesai, tubuhnya langsung pergi dari kamar.

*Jika berkenan, tolong kasih like dan komen*

Hari sekolah tiba lagi. Kali ini banyak siswa yang terheran-heran dengan penampilan seseorang. Berbisik-bisik menjadi kelakuan mereka selanjutnya.

Orang yang menjadi pusat perhatian mereka hanya tersenyum percaya diri. Badannya ia duduknya dengan santai di kursinya. Tas ia lepas dari bahunya.

"Karti ...."

Karti menaikkan sebelah alisnya, seakan-akan bertanya 'ha?' (setara dengan 'apa?'). Ia adalah orang yang menjadi perhatian orang lain.

"Ini beneran lo?"

Karti melihatnya dengan tersenyum miring. Badannya ia sandarkan ke kursi. Tangannya dilipat di depan dada. "Mau kucubit lo, biar tau ini mimpi ato bukan ... Kesya?"

Pertanyaan Kesya sudah dijawab melalui cara berbicara Karti. Namun, pertanyaan untuknya tidak dijawab, melainkan tangannya langsung menyentuh dahi teman sebangkunya.

Nggak panas, ucapnya dalam hati. "Pasti ada sesuatu. Seperti pepatah, ada sebab di balik akibat. Apa itu, Karti?"

Karti hanya tersenyum, seperti membiarkan sahabatnya menemukan sendiri jawaban atas pertanyaannya. Anggap saja ini sebagai pembalasan dendaman untuk Kesya.

Tidak ada yang tahu kebenaran penyebab di balik perubahan penampilan Karti. Mereka hanya bisa menduga-duga. Hari ini rambut Karti diponi sama panjang. Wajahnya berkacamata kotak besar dengan bingkai hitam. Saat ke sekolah tadi, tangannya mengenggam buku. Benar-benar bersikap seperti orang cupu.

SLTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang