MOeSlimah

60 7 2
                                    


*.*.*.*.*

Naskah yang pernah ada di sini 'dulunya novel. Kemudian, kuubah menjadi cerpen karena tidak bisa melanjutkan. Cerpen di bawah ini juga bukan pengecilan novel 'dulu, tetapi cerita dengan alur yang baru. Semoga suka. Kalau sempat, aku akan bikin pengecilan dari novel yang hilang dari sini.

*.*.*.*.*


Imah, siswa baru di SMA Negeri 1 Simo 2021. Hatinya begitu senang telah diterima di sekolah terbagus sekecamatan itu. Tempatnya yang cukup jauh tidak masalah baginya karena banyak teman-teman se-SMP-nya yang ingin sekali sekolah di sana. Saat survei tempat, ia juga terkagum-kagum dengan fasilitas yang ditampilkan.

Hari Sabtu menjadi hari pembagian kelas selama MOS (Masa Orientasi Siswa). Dua temannya yang 'dulu sekelas sekarang sekelas lagi dalam MOS. Sungguh lebih menyenangkan daripada tidak kenal sama sekali dengan teman sekelas. Imah dan kedua teman-temannya bisa mempersiapkan peralatan dan perlengkapan MOS bersama.

Begitu memasuki kelas, ada seorang pria paruh baya dengan seragam cokelat. Imah menyalami beliau dan menyapanya.

"Imah!" panggil seorang perempuan seraya melambaikan tangan. Imah tersenyum ke arahnya. Lalu, ia berjalan ke sana.

"Pagi, Ulil." Imah duduk di kursi sebelah Ulil. "Tadi kulihat nama Halimah juga sekelas dengan kita. Apa dia belum berangkat?"

"Dari tadi aku juga belum melihat batang hidungnya."

Imah tersenyum lagi. "Aku senang kita bertiga sekelas walau hanya sementara."

"Iya, aku juga. Aku berharap kita sekelas lagi setelah MOS."

"Aamiin."

"Setelah dari sini, kita pergi belanja peralatan dan perlengkapan MOS, ya?"

"Aku pun sempat berpikiran yang sama denganmu. Kita juga ajak Halimah, ya?"

Ulil mengangguk.

"Eh, kamu sudah bawa uang?" tanya Imah.

"Sudah kok. Aku sudah memprediksi kalau setelah ini belanja."

"Syukurlah. Aku juga sudah. Kira-kira Halimah sudah belum ya?"

"Entahlah. Kalau dia nggak bawa, kita pinjemin 'ajalah."

"Siap."

***

Pria paruh baya yang ada di depan kelas memulai pembicaraan setelah tiga orang belum ada di kelas. Nama beliau Bapak Suroso. Beliau adalah wali kelas di kelas Imah, Ulih, dan Halimah. Bapak Suroso menjelaskan tentang visi-misi sekolah, tata tertib siswa, dan biaya sekolah termasuk buku serta MOS. Siswa-siswa di kelas itu juga saling memperkenalkan diri.

Setelah Bapak Suroso menjelaskan tentang persyaratan MOS, yaitu memakai pita di rambut peserta perempuan, Imah membayangkan dirinya yang seperti itu. Dua belas kucir dengan karet warna-warni menghiasi kepala. Ia berteriak dalam hati. Perempuan itu berpikir dirinya seperti kanak-kanak. Orang tuanya pasti akan menertawakannya jika itu terjadi. Pengecualian jika memakai kerudung. Ada ketentuan sendiri.

Setelah selesai interaksi antara siswa-siswa baru dengan guru, guru mengundurkan diri dari kelas. Suasana kelas menjadi ramai. Ada yang berbincang, bermain, dan sibuk sendiri. Imah, Ulil, Halimah, dan tiga orang lainnya berkumpul untuk membahas persiapan MOS. Mereka sepakat untuk mencari peralatan dan perlengkapan MOS.

Wajah Imah pucat. Ulil yang memergokinya mencubit pinggang. "Kamu kenapa, Im?"

Imah sedikit terkejut karena itu. "Eng-enggak ... aku nggak apa-apa kok hehehe."

SLTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang