PROLOG

1.7K 153 2
                                    

Siang itu penduduk berdatangan ke gerbang istana, mereka rela menghentikan kegiatannya.

Pedagang berhenti menawarkan dagangannya, pekerja bangunan menurunkan kayu-kayu dari pundaknya, anak-anak berlarian sambil menyerukan sesuatu yang seharusnya mereka hormati, para ibu menggendong balita mereka dengan amarah melangkah ke sana.

Semua orang mengangkat tangan meneriakan sesuatu, para penjaga menutup gerbang dengan cepat karena massa semakin banyak.

Awan mendung, rintik air mulai membasahi tanah yang gersang. Masyarakata tak gentar, walau kilatan petir terjadi.

"Turunkan Willis I, DIA TIDAK BERGUNA!!" Teriak seseorang tepat di depan gerbang.

"TURUNKAN PEMABUK ITU!! JADIKAN SANTAPAN MAHLUK ITU, SUPAYA TERNAK KAMI SELAMAT!!" Teriak seorang peternak.

Suara meredam karena gemerisik air hujan, tapi mereka terus berteriak dari arah luar sampai malam tiba.

Istana gelap tak seperti biasanya, para pelayan diperintahkan untuk tidak menyalakan lentera sepanjang jalan ke gerbang.

Willis I terduduk lesu dibawah pengaruh alkohol, dua selirnya menggelayut manja di tangan kekarnya.

"Yang Mulia, Ratu sedang melahirkan apa anda bahkan tidak mau menemaninya?" Tanya salah seorang wanita yang menggunakan pakaian dengan bagian dada terbuka.

"Mana mungkin Yang Mulia mau menemuinya, anda ragu kalau itu anak anda kan?" Ucap salah seorang lagi.

Ia menampakan raut gelisah, keningnya berkerut dan bahunya meluruh. Waktunya semakin dekat, ia salah karena telah berurusan dengan seorang penyihir.

"Kalian kembalilah ke harem, ada yang harus aku kerjakan."

Willis memakai jubahnya kembali, dengan sigap para selir membantunya.

"Wajar anda ragu, karena anda kan tidak mencintainya."

"Cinta atau tidak itu bukan urusan kalian, cepatlah pergi."

Pria setengah paruh baya itu menunggu langkah kecil mereka lenyap, ia menghadap ke arah jendela. Diluar sangat gelap dan basah, hanya kilatan baju baja yang dapat ia lihat.

Seseorang mendorong pintu.

"Yang Mulia anak anda sudah lahir."

Willis tidak menengok sama sekali, seumur hidupnya dia tidak bisa menjadi Raja yang baik, hari-hari ia habiskan dengan mabuk dan menyakiti Ratu. Kontribusinya terhadap kerajaan mungkin hanya satu persen.

Dan satu persen itu akan ia lakukan sekarang, ia sudah tak peduli lagi dengan tahta. Rasa sayangnya pada Ratu sudah tumbuh cukup lama, namun ia merasa tak pantas.

"Yang Mulia." Sapa pelayan wanita itu lagi.

"Yang Mulia, itu kembar."

Willis melangkah ke arah meja kerjanya kemudian memanggil pelayan itu.

Aku sudah tau itu akan kembar.

"Kau, kemari!! Siapa saja yang tau kalau bayi itu kembar?"

"Hanya aku dan dua perawat."

"Bungkam perawat itu."

Sang pelayan yang sedari tadi menunduk mulai mengangkat kepalanya kemudian berjalan mendekati Raja.

"Berapa lama kau menjadi pelayan?"

"Lima tahun Yang Mulia."

"Apa kau masih berpegang teguh pada sumpahmu?"

"Iya Yang Mulia, sebagai pelayan pribadi anda saya tidak boleh mengumbar aib, setia, dan bekerja dengan teliti."

"Terlepas dari issue yang beredar apa kau berpikir bahwa aku pantas menjadi Raja?"

EMPRESS REGNANT - LEVIHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang