4 | Flashback

55 16 2
                                    

"Dasar anak terkutuk! Bisa-bisanya saya ngelahirin kamu!"

Suaranya menggelegar dalam ruangan temaram. Diselingi isak tangis yang terdengar menyakitkan.

"Gara-gara kamu Pelangi jadi terluka!"

Wanita paru baya mendekati anaknya. Mencengkram dagunya kasar, dia berdesis tajam.

"Dengarkan saya baik-baik, jangan pernah kamu dekati keluarga saya. Jika salah satu diantara mereka ada yang terluka karena kutukanmu. Saya tidak akan segan membunuh kamu detik itu juga!"

Ia melepas cengkraman kasar, melangkah keluar pintu. Menutupnya dengan keras, hingga terakhir suara kunci diputar terdengar.

Anak malang itu bangkit dari duduknya, berlari kearah pintu memukulnya berulang-ulang kali.

"Mama jangan kunciin Rora lagi. Rora gak sengaja. Mama maafin Rora, ma. Maafin Rora. Tolong buka pintunya, Rora takut," ia menangis memohon, tetapi tidak ada yang peduli.

"Diam kamu! Tetap diam disitu, jangan coba-coba melakukan apapun!"

Gadis itu berhenti memukul pintu. Tubuhnya luruh dengan perlahan. Beralih memeluk lututnya erat, berusaha merendam tangis yang semakin menyesakan dada. Ia mengigit bibirnya, darah segar keluar dari sana.

"Kenapa semua jahat sama Rora?" lirihnya pedih, dia menangis semalaman dalam kegelapan yang semakin menyakitkan.

"Ra? Rora? Aurora!"

Kilasan kejadian itu terputus. Aurora tersentak kecil ketika Aqila memanggil namanya.

"Kenapa?"

"Lo yang kenapa? Dari tadi ngelamun. Gak tau apa ini pelajaran Pak Dirga, di sentak habis-habisan tau rasa lo," ucap Aqila berbisik.

Aurora tak merespon, dia kembali menatap papan tulis berusaha mendengarkan penjelasan guru dengan kumis tipis melintang, tapi sayang penjelasannya sama sekali tak masuk otak Aurora. Dirinya masih terbayang-bayang tentang kejadian masa lalu yang berusaha dia kubur dalam-dalam. Bertemu dengan Pelangi mengembalikan semua ingatannya.

* * *

Waktu berlalu dengan cepat, Aurora melangkah keluar kelas paling terkahir. Menggendong tasnya dengan satu lengan. Mulutnya bergerak menguyah benda lengket yang terasa manis. Sepatu hitam dengan gradasi putih berjalan beriringan.

"Aurora!"

Langkahnya terhenti, Aurora sama sekali tidak membalikkan badan. Menunggu orang itu sendiri yang menghampiri dari belakang, kini berhadapan dengannya.

"Lo Aurora, kan? Murid baru?" Dia cewek berambut lurus, terkesan biasa saja dimata Aurora.

"Kenapa?" cuek Aurora tanpa tersenyum.

Cewek itu mengulurkan tangannya, tersenyum manis. "Kenalin gue Christy."

Aurora menatap uluran tangan itu malas, tanpa peduli dia pergi melewati tubuh Christy mengabaikan uluran tangannya.

Christy terkejut sekaligus kesal. Apa dia baru saja diabaikan?

"Ra! Aurora, gue belum selesai ngomong."

Christy berlari kecil mengejar Aurora, dengan lancang menarik tangannya. Membuat Aurora reflek menyentak kasar, hingga tubuh Christy terhempas ketanah.

Liliy Of The ValleyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang