15| Akhir menyakitkan

30 5 5
                                    

Malam dengan hujan lebat di sertai angin kencang mengurung Aurora di rumahnya. Ia dari tadi duduk dikursinya lengkap sudah memakai jaket dan sepatu berwarna hitam. Helm bahkan sudah siap di pakainya. Wajahnya datar walau perasaannya sangat jenggel. Harusnya dia mendapatkan bayaran malam ini. Tapi, karena hujan sialan ini yang menghambatnya.

Deringan ponsel sesaat mengalihkan perhatian Aurora yang tadinya terus menatap keluar jendela berharap hujan cepat reda. Diambilnya ponsel di atas meja, lantas membaca siapa yang memanggilnya malam-malam seperti ini. Aurora mengeryit ketika layarnya hanya berisi deretan angka tanpa nama. Memilih tak peduli Aurora menolak panggilan. Meletakan lagi ponsel disamping sofa ia duduk. Namun, lagi-lagi ponselnya kembali berdering dengan nomor yang masih sama. Kesal, Aurora mengangkat panggilannya hingga suara yang cukup ia kenali terdengar.

"Aurora!"

"Aqila?" jawab Aurora ragu.

"Gue tau lo belum tidur, dan gue tau lo akan keluar rumah."

Aurora hanya diam, tidak berniat menjawab.

"Gue harap lo gak keluar rumah malam ini Ra," sambung Aqila.

"Kenapa emangnya?"

"Gue gak tau, tapi gue punya firasat buruk tentang lo. Lo jauh lebih aman di dalam rumah."

"Alasan lu gak terbukti kuat," bantah Aurora.

"Ra lo percaya sama gue. Gue gak mungkin telepon lo malam-malam gini kalo gak penting."

Aqila masih terus berusaha menyakinkan Aurora. Bagaimanapun Aurora adalah temannya. Disaat dia tau akan terjadi sesuatu yang buruk pada Aurora tidak mungkin Aqila hanya diam saja.

"Kalo gitu, gue lebih dari cukup buat ngelindungin diri gue sendiri."

"Tapi, Ra dengerin gue! Kalo lo masih nekat pergi bawa benda tajam apapun itu! Lo gak bisa pergi dengan tangan kosong!"

"Hentikan omong kosong lo, Aqila! Gue gak percaya sama firasat takhayul lo."

Aurora mematikan sambungan teleponnya secara sepihak. Hembusan nafas kasar terdengar, dia mengusap wajahnya yang terlihat sedikit kacau. Hujan mulai reda diluar sana, hanya meninggalkan rintikan kecil yang tidak ada apa-apanya untuk Aurora. Dia bergegas menyambar kunci motor lalu memakai helmnya. Ketika membuka pintu udara dingin langsung berhembus menerpa wajahnya. Aurora memejamkan matanya sesaat, menikmati dinginnya udara, ia menarik nafas panjang sebelum benar-benar keluar dari rumahnya.

Kendaraan dengan dua ban yang terbilang besar berputar sendirian menembus malam. Dengan kecepatan tinggi dia pergi ke tempat biasanya ia melakukan balapan. Disana sudah ramai anak-anak malam menunggu. Aurora di sambut dengan riuh, Dara dengan motor merahnya sudah siap di garis star. Aurora menghentikan motornya berada tepat di samping Dara.

"Berapa taruhan malam ini?" tanya Aurora dingin dengan mata yang terus fokus ke jalanan depan tanpa menoleh pada lawan bicaranya.

"10 juta," Dara menjawab.

Aurora mendengus kecil, itu nominal yang cukup kecil untuknya. Tapi, lumayan juga untuk ia makan seminggu. Jika dia kalah, dia akan membayar dengan darahnya.

Pertandingan di mulai sesaat setelah pistol kosong ditembakan ke arah langit-langit. Suara riyuh penonton bergemuruh di sepanjang jalan area balapan. Aurora terus fokus ke jalan yang ia lewati. Dia sedang mencoba untuk lebih hati-hati. Bisa saja Dara membuat jebakan untuknya.

Sedari tadi jantungnya berdetak dengan cepat tak kala mengingat ucapan Aqila. Bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi padanya. Apa di jalanan ini dia akan terjatuh? Apa dia akan kalah balapan? Apa itu firasat buruknya? Aurora mengeraskan rahangnya, itu tidak benar dia akan membuktikan Aqila salah.

Liliy Of The ValleyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang