"Selamat pagi, semuanya!"
"Pagii!!"
Wahh, gila cantik banget.
Ini anaknya Pak Samoel? Coe kaya itu? Cantik banget parah.
Gaunnya bagus banget.
Sok cantik.
Pelangi tampil percaya diri di depan. Senyumnya tidak luntur meski dia mendengar ejekan tentangnya. Dia harus fokus bila dia ingin menang. Dia harus mempertahankan jabatannya selama dua tahun berturut-turut. Dia tidak akan kalah, apa lagi kalah dengan perempuan itu.
"Kebanggaan bagi saya bisa kembali menjadi kadidat Queen SMA Lorentina. Tentu tanpa dukungan kalian semua, saya tidak akan bisa berdiri disini." Pelangi menyampaikan dengan baik pidato yang semalam ia hafalkan.
"Saya akan menyampaikan pesan pada para wanita disini. Saya katakan bahwa wanita adalah permata, kalian itu berharga. Kalian harus bisa menjadi cantik seperti permata. Agar dihargai, agar tidak diinjak-injak, agar kita tidak di pandang sebelah mata, agar kita sebagai perempuan tidak di rendahkan begitu saja," tutur Pelangi menggebu-gebu dengan mic didepannya. Ia mengambil ahli perhatian satu sekolah. Suara lantang, namun lembut mengisi seluruh seantero sekolah. Bahkan dari tempat Aurora, Altaf, dan Zaigam berada.
"Benar-benar manis bicaranya," komentar Zaigam memecah kebisuan mereka, "geram gue pengen jotos bibirnya."
Tidak ada yang menanggapi, mereka kembali memusatkan perhatiannya pada Pelangi yang melanjutkan pidato.
"Jadilah permata, dalam hidupmu. Percantik dirimu, dengan itu kamu akan dihargai oleh mereka. Jangan mau dianggap sampah, karena kalian berharga. Terimakasih."
Suara tepuk tangan bergema keras dari segala sudut. Pelangi tersenyum menatap para murid dari atas panggung. Dia menunduk hormat, mengangkat gaun lagi laksana putri mahkota. Melambaikan tangannya dengan begitu anggun. Jujur Aurora lihat sikapnya memang seperti ratu, sopan, anggun, ramah. Apa dia bisa seperti itu? Tersenyum saja rasanya sulit dia lakukan. Perasaan optimis untuk menang menciut tiba-tiba.
"Wow! Wow! Wow! Pidato yang luar biasa dari Queen kita Pelangi! Beri tepuk tangan yang meriah sekali lagi."
Suara mc mengambil alih suasana. Tepuk tangan sekali lagi terdengar. Mengiringi langkah Pelangi menuruni panggung, menuju tempat didepan panggung, dibawah tenda, dan di atas kursi yang sudah di siapkan khusus untuk para kadidat yang sudah menyelesaikan pidatonya. Saat berjalan dibawah sinar mentari, gaun Pelangi berkilauan. Bertambah indahnya, juga wajah pelangi dengan riasan gliter, sangat cantik dan memukau. Semua orang terpana di buatnya, karena sungguh Pelangi sangat cantik.
"Selanjutnya pidato dari Queen kedua kita, kita sambut Aurora Belliana!"
Aurora tersigap dari duduknya. Dia langsung berdiri, tanpa mengatakan atau bahkan melirik ke arah Altaf dan Zaigam dia berjalan menuju panggung. Tidak ada raut gugup di wajahnya, paras itu tetaplah datar, dingin, serta mata hitam yang menghunus dalam dan tajam bagai elang. Altaf menggeleng dibuatnya.
"Dasar ratu es."
Semua orang terheran-heran melihat penampilan Aurora diatas panggung. Bisik-bisik riuh terdengar dimana-mana. Aurora menatap tak acuh ke depan, dapat ia tangkap tatapan sinis Pelangi untuknya seolah mata itu berkata 'rasain lo jadi bahan omongan'.
Itu kadidatnya? Kenapa ga pakai gaun?
Dia kaya gitu aja udah cantik anjir, apa lagi dandan kaya Pelangi tadi, bisa insecure para bidadari.
Wajahnya sumpah dingin banget.
Coba kalo dia senyum, cantik pasti.
Aurora menutup telinganya dari apa yang ia dengar. Dia mendekatkan mulutnya didepan mic. Mencoba tersenyum, tapi buruk. Senyumnya ketara sekali jika di paksakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Liliy Of The Valley
Teen FictionAurora Belliana Amoel, gadis yang terlahir sebagai kutukan. Darahnya yang bisa mematikan membuat hidupnya berubah berantakan. Siapa yang menyentuh setetes saja darahnya bisa terluka secara permanen. Dia memilih hidup sendiri. Mencari sepeser uang d...