11| Janji

40 12 0
                                        

Masuk dalam ruangan yang amat tenang. Terdengar helaian nafas pelan dari seorang gadis yang terlelap dalam alam bahwa sadarnya. Perlahan mata itu berkedut, dalam beberapa kedipan lensa mata coklat dengan sorot datar mulai terlihat jelas.

Semua masih tampak buram, dia memejamkan matanya sejenak kemudian membukanya kembali. Baru dia bisa melihat dengan jelas langit-langit ruangan bernuansa putih. Samar-samar hidungnya mencium bau obat-obatan.

Aurora hanya terdiam, mencoba mengingat apa yang terjadi. Jantungnya berhenti dalam satu detakkan, kemudian berpacu dengan cepat kala mengingat kalimat yang membuatnya seperti ini.

Karena Aurora adalah milik gue.

Bagaimana bisa kalimat lelucon itu berpengaruh sekuat itu pada tubuhnya? Belum pernah Aurora merasakan hal seperti ini sebelumnya. Aurora menghembus nafas kasar, memejamkan matanya mencoba tenang.

"Lo udah bangun?"

Suara barito dari ambang pintu membuat Aurora membuka kelopak matanya. Menemukan Zaigam tengah bersandar dengan tangan yang dimasukkan ke saku. Kamera kebanggaannya masih bergelantung santai di lehernya.

"Apa perlu gue jawab pertanyaan bodoh itu?"

Zaigam tersenyum miring, melangkah kakinya masuk. Aurora bangkit dari tidurnya beralih duduk bersandar ditembok.

"Lo gapapa?" tanyanya basa-basi.

Aurora mengangguk, dia baik-baik saja. Rasa dingin itu menghilang.

"Gimana bisa lo pingsan?"

"Perut gue sakit," balas Aurora berbohong.

Zaigam mendengus tak percaya, "Gue gak tuli. Gue denger lo ngeluh bilang dada lo sakit bukan perut lo."

Skakmat. Aurora bungkam, mencoba mencari alasan lain. Namun, tidak ada ide satupun yang melintas di kepalanya— seolah buntu.

"Hidup lo terlalu banyak kebohongan ya?" pungkas Zaigam.

Lagi-lagi Aurora terdiam, memandang kosong air putih yang masih utuh diatas meja.

"Gimana jika kita bongkar sekarang semua kebohongan lo itu." Zaigam menarik salah satu kursi duduk menghadap ke arah Aurora.

Aurora turut menatap Zaigam. Setia dalam diamnya.

"Satu, lo bener anak sulung dari keluarga Amoel?" Pertanyaan pertama Zaigam.

Aurora mengangguk, dia membenarkan.

Zaigam tersenyum puas.

"Dua, lo bener hilang beberapa tahun terakhir?"

Aurora menggeleng. "Gue bukan hilang, tapi menghilang," tekannya.

Zaigam mengangguk, memikirkan pertanyaan selanjutnya.

"Tiga, apa alasan lo menghilang?"

Aurora terdiam, mereka saling tatap dalam keheningan. Hingga Aurora menjawab.

"Dan apa alasan lo tanya kaya gitu ke gue?"

"Hm— ya ... g-gue pengen tau aja."

Aurora tersenyum miring, kembali terdiam tidak ingin menjawab pertanyaan ketiga dari Zaigam.

"Oke, gapapa kalo lo gak mau jawab. Gue punya pertanyaan terkahir. Dan lo harus jawab jujur."

Aurora berdehem.

Perlahan Zaigam menarik nafas lalu menghembuskannya. Dia takut jawaban yang nanti dia dapat diluar pikirannya.

"Lo ada hubungannya apa sama Altaf?"

Liliy Of The ValleyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang