Aurora bersusah payah memapah Altaf keatas sofa. Menghempaskan tubuhnya dengan kasar. Membuat Altaf meringis saat tanpa sengaja lukanya menyentuh badan sofa.
"Sstt ... pelan-pelan!" rintih Altaf.
"Bodoamat," acuh Aurora.
Berjalan ke arah dapur, mengambil kotak p3k dan sebaskom air hangat. Sejujurnya dia menahan rasa kesal karena telah direpotkan.
Brak!
"Bersihin sendiri!" Aurora meletakkan kotak p3k dengan kasar diatas meja kaca, membuat meja seakan mau pecah.
Altaf menatap kotak itu, dengan satu tangan ia berusaha membuka kotak. Mengambil perban putih, langsung saja ia lilitan pada lengannya yang terluka, tanpa membersihkan darahnya lebih dulu. Tentu membuat Aurora terkejut.
"Eh, lo ngapain bego?!" sentaknya tak habis pikir.
"Balut luka gue lah apa lagi?" sahut Altaf enteng.
Aurora meringis ngeri, perban putih itu kini bercampur dengan bercak warna merah. Dengan rasa kemanusiaan dia mendekati Altaf duduk di sampingnya, mengambil alih perban.
"Bukan gitu caranya, lo bersihin dulu luka lo tolol." Aurora memotong perbannya, lalu perlahan melepasnya.
Altaf menatap Aurora, jarak mereka cukup dekat. Dapat ia rasakan parfum vanila yang Aurora pakai. Menusuk lembut indra penciumannya. Sekali lagi ia menarik nafas, candu dengan harumnya parfum Aurora.
"Akhh ... " ringis Altaf saat perban yang sudah merekat pada lukanya di lepas.
Aurora meniup luka Altaf pelan, melepas perban lebih lembut lagi tak ingin membuat Altaf sakit. Saat berhasil terlepas semua Aurora membuangnya. Mengambil rvanol dan kapas, dengan telaten mulai membersihkan darah Altaf.
Sesekali meniup dan menghentikan pergerakan saat Altaf kembali meringis kesakitan.
"Akh!" Reflek Aurora sedikit tersentak kaget ketika Altaf teriak.
"Apa sesakit itu?"
"Engga sih, sengaja aja bikin lo kaget."
Aurora menipis bibirnya, dengan kesal sengaja menekan kapas lebih keras.
"Akhh! Sakit! Lo kalo gak niat biar gue aja." Altaf ingin merebut kapas, tapi Aurora lebih dulu menjauhkan tangannya.
"Sstt! Nurut bisa gak sih?"
Altaf tak membantah membiarkan Aurora membersihkan lukanya. Sedangkan dia dengan leluasa mengamati gurat wajah Aurora dari jarak dekat, senyumnya sedikit tersungging. Anak rambut yang jatuh menutupi wajah cantik Aurora membuat Altaf ingin sekali menyibak rambutnya, tapi tidak ia lakukan.
Selesai, Aurora mulai membalut luka Altaf yang telah bersih. Beralih ke bagian kepalanya.
Hembusan nafas Aurora kali ini yang Altaf rasakan, dia tak bisa berpaling dari paras cantiknya.
"Kok luka lo ga parah sih di kepala? Bukannya tadi darahnya banyak banget," cetus Aurora heran saat luka dipelipis Altaf hanya berupa guratan, padahal tadi Aurora berfikir harus dijahit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Liliy Of The Valley
Novela JuvenilAurora Belliana Amoel, gadis yang terlahir sebagai kutukan. Darahnya yang bisa mematikan membuat hidupnya berubah berantakan. Siapa yang menyentuh setetes saja darahnya bisa terluka secara permanen. Dia memilih hidup sendiri. Mencari sepeser uang d...