9| Tawaran

45 17 0
                                        

"Lo tadi ketemuan sama Altaf? Lo sama dia ada hubungan apa?"

Aurora terdiam sejenak, menoleh ke arah Aqila tersenyum sinis.

"Kenapa? Udah gue bilang 'kan bukan urusan lo," tekan Aurora.

Aqila kali ini tidak menampilkan senyum manisnya. Ia menatap Aurora seolah menantang. Kedua mata itu kali ini saling beradu tajam.

"Altaf itu sahabat gue. Udah jadi hak gue buat tau semua hal tentang dia," lontar Aqila percaya diri.

Aurora mendengus geli. "Sahabat? Kalo gitu tanya sama Altaf, jika dia jawab berarti kalian benar-benar sa-ha-bat." Aurora menekan kata 'sahabat'.

Aqila terdiam bungkam, tidak yakin jika Altaf akan memberitahu dirinya. Dia juga semakin yakin bahwa ada yang mereka sembunyikan darinya.

Raut kesal yang ditunjukkan Aqila membuat Aurora terkekeh pelan.

"Lo cemburu?" ejek Aurora, "tenang aja gue gak bakal rebut sahabat lo itu."

Aqila menggeleng pelan, dia tidak pernah berfikir seperti itu.

"Gak, gue gak cemburu. Gue hanya gak suka kalian sembunyiin sesuatu dari gue," aku Aqila.

Percakapan itu berakhir, Aurora enggan menanggapi. Matanya menatap kosong papan tulis yang dipenuhi rumus. Namun, pikirannya sedang tidak ada disini, justru tertuju pada percakapan dirinya dengan Altaf tadi di belakang sekolah.

Flashback On.

"Lo ada urusan apa ketemu gue." Aurora menyandarkan tubuhnya didinding yang catnya terkupas akibat tak terawat, tangannya terlipat didepan dada.

Altaf berdeham, duduk di salah satu meja yang tak layak pakai, tapi masih sanggup menahan bebannya.

"Tentang kutukan itu, gue mau bantuin lo," ucapnya tak dapat dimengerti oleh Aurora.

"Maksud lo apa?"

"Gue mau bantuin lo hilangin kutukan itu."

Aurora mendengus dengan senyuman sinisnya. "Lo gak akan bisa."

"Gue bisa." Altaf melompat kecil turun dari bangku, menatap Aurora yakin.

Aurora menggeleng, "Lo tau tentang rahasia gue. Bukan berarti gue ngizinin lo untuk terus ikut campur hidup gue Taf. Gue gak mau lo terlibat terlalu jauh."

"Udah terlanjur Ra. Gue udah tau sejauh ini, biarin gue bantu lo."

"Gak perlu," tolak Aurora menggeleng tegas.

Ia menegakkan tubuhnya, ingin melangkah pergi dari sana. Namun, ucapan Altaf sanggup mengurungkan niatnya.

"Lo gak mau balik sama keluarga lo?"

Bungkam- Aurora terdiam beberapa saat, matanya menatap Altaf seolah terkejut dengan pertanyaannya.

"Gak, gue udah nyaman sama hidup gue yang sekarang," jawab Aurora.

Altaf kali ini tersenyum menyeringai. "Lo yakin? Lo nyaman dengan cara hidup lo yang berantakan saat ini?"

"Altaf, udah gue bilang lo jangan pernah ikut campur hidup gue!" Jari Aurora teracung sempurna didepan wajah Altaf.

"Oke!" Altaf bergerak menurunkan tangan Aurora dengan lembut. "Tapi, kali ini aja lo pikirin lagi Ra! Dengan kutukan itu hilang lo bisa bebas."

Aurora terdiam, memalingkan wajahnya enggan menjawab.

"Gue bakal bantu lo Ra."

"Lo budek? Gue bilang gak perlu." Aurora lagi-lagi menolak dengan tegas.

Liliy Of The ValleyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang