Kalo banyak komen bakal double up!
.
.
.
Bel istirahat berbunyi beberapa menit lalu. Semangkok batagor telah tandas. Segelas es jeruk tersedot habis. Aurora mendorong mangkoknya, menyandarkan tubuhnya kebelakang. Menatap sekilas murid-murid lain yang sama sibuknya—menghabiskan makan atau hanya sekedar bergosip ria.
Mata tajam Aurora kali ini teralihkan ke jalan keluar-masuk kantin. Disana ada Aqila, berjalan kearahnya. Tapi, bukan dia yang menjadi pusat perhatian Aurora, melainkan seorang cowok yang berada disampingnya yang sedari tadi selalu membuat Aurora penasaran.
Tatapan mereka bertemu, lagi-lagi Aurora bergegas memalingkan tatapan. Menyentuh dadanya, mencoba menahan rasa dingin menusuk yang kembali membelenggu dirinya.
"Altaf, gue makan sama Aurora aja ya?"
"Gak mau makan sama gue?"
Aqila tersenyum menggeleng. "Kali ini gue mau makan sama Aurora."
"Oke gue tinggal, lo baik-baik disini."
"Gue bisa jaga diri, gue bukan anak kecil lagi Taf," ucap Aqila membuat Altaf tertawa.
"Bagi gue lo tetap bocah lucu Altaf."
What bocah lucu Altaf? Mereka sebenarnya ada hubungan apa? Mereka seperti sangat dekat— lebih dari teman. Apa mereka ada hubungan lain? Apa mereka pacaran? Uh, buat apa juga Aurora peduli.
Dapat Aurora lihat Altaf mencubit kedua pipi Aqila. Membuat Aqila kesal mengusir Altaf.
"Ih jangan cubit pipi gue. Pergi sana lo! Gue mau makan."
Aqila tanpa permisi duduk didepan Aurora menunjukkan senyum manisnya.
"Lo udah selesai makannya? Tungguin gue ya?" pintahnya.
"Buat apa gue nungguin lo," sinis Aurora menatap Aqila malas.
Aqila tetap tersenyum. "Lo 'kan teman gue."
Aurora mendengus meremehkan, banyak dari mereka yang mengaku teman. Namun, endingnya mengkhianati lalu pergi. Ah, Aurora muak dengan semua itu. Kisah pertemanannya sad ending.
Selanjutnya Aurora terdiam memainkan sedotan. Sesekali menyerot air es batu yang meleleh atau mengunyah gula yang tertinggal. Matanya menatap kosong ke depan, membiarkan Aqila nyaman menghabiskan bakso.
"Aurora, kenapa lo pindah?" tanya Aqila.
Aurora menatap Aqila, mengangkat kedua bahunya. "Mereka ngusir gue."
"Pasti karena lo sering buat masalah," terka Aqila tepat sasaran.
"Lo percaya gak, Ra. Kalo gue indigo."
Aurora menatap kedua mata Aqila, menyelaminya lebih dalam. Ia menggeleng, tidak percaya.
Aqila tertawa. "Udah gue duga lo gak bakal percaya."
Suasana kembali hening. Kali ini tatapan Aurora terpaku pada seseorang yang berhasil merebut perhatiannya 'lagi' tawanya dengan lembut masuk telinga Aurora. Kenapa dia selalu menarik perhatiannya? Apa yang spesial dengan dirinya?
Aqila menyadari tatapan Aurora mengarah pada Altaf. Sekali lagi dia tersenyum, mencoba menebak perasaan 'temannya'.
"Lo tertarik sama Altaf?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Liliy Of The Valley
Novela JuvenilAurora Belliana Amoel, gadis yang terlahir sebagai kutukan. Darahnya yang bisa mematikan membuat hidupnya berubah berantakan. Siapa yang menyentuh setetes saja darahnya bisa terluka secara permanen. Dia memilih hidup sendiri. Mencari sepeser uang d...