~Kemarahan Langit~

174 155 36
                                    


"Dia tidak pernah menolak, bukan berarti dia suka. Dia hanya takut kamu terluka. "

Langit&Bulan

📖{Happy Reading}📖

Drrtt...drrtt...

Langit menoleh sekilas saat ponselnya bergetar panjang. Dia tidak berniat untuk menjawab atau sekedar mengangkat.

Langit berdecak kesal saat ponselnya kembali berbunyi. Ia membuang asal puntung rokok ditangannya meraih dengan kasar ponsel di sebelah-nya.

Dengan malas sekaligus kesal, Langit menggeser pola hijau untuk menjawab panggilan tersebut.

"Selamat malam tuan."
Sapa penelpon diseberang sana.

"Hm."

"Saya sudah menjalankan perintah tuan, wanita yang tuan maksud sudah saya beri pelajaran. Semua aset-aset yang dia punya, telah disita oleh bank. Karena memang wanita itu punya cukup banyak hutang, dan karier yang sudah dia jalani selama bertahun-tahun lamanya, hancur begitu saja."

Langit menyeringai seram, tatapan matanya berubah menjadi dingin. Ini lah akibatnya jika ada yang mengusik ketenangannya. Wanita itu telah mencari masalah pada orang yang salah.

"Kerja bagus."

"Terimakasih tuan. Dan cafe didekat Mall Anggrek sudah sepenuhnya ditutup. Mereka tidak akan bisa kembali beroperasi lagi."

Langit semakin tersenyum puas, mendengar hasil kerja anak buahnya. Langit mematikan panggilan teleponnya lalu melempar asal ponsel itu hingga menabrak dinding ruangan-nya.

Ponsel yang harganya puluhan juta itu sekarang sudah tidak ada nilainya lagi. Mungkin akan laku jika dijual oleh tukang rongsokkan dan itu pun tidak seberapa.

Langit menatap gemerlap lampu kota malam yang indah lewat jendela kamarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit menatap gemerlap lampu kota malam yang indah lewat jendela kamarnya. Angin bertiup menyapu wajahnya dengan lembut, sesekali menerbangkan rambut hitam lebatnya.

Langit tersenyum miring dengan sorot mata dinginnya. "The game's about to start, baby."

♡♡♡♡♡

"LANGIT! TUNGGU!"

Bulan berlari mengejar langkah lebar Langit, tidak perduli tatapan aneh siswa-siswi yang dilayangkan untuknya.

Hosh...hosh

Bulan memegangi dadanya yang terasa sesak, buru-buru ia mengambil napas lalu membuangnya. Langit menaikkan sebelah alisnya, masih dengan wajah sedatar triplek.

LANGIT & BULAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang