Nineteen

1.2K 172 7
                                    

Lenguhan itu ia keluarkan, sembari satu tangannya kini berlari menuju kepalanya. Memijatnya karena rasa pusing yang saat ini ia rasakan.

Rose beranjak dengan perlahan dari berbaringnya. Melihat ke sekelilingnya pula setelahnya. Merasa tak asing dengan ruangan yang sedang ia tempati saat ini.

Lalu pandangannya beralih, ketika pintu kamar itu terbuka. Sedikitnya membuatnya terkejut karena mendapati sosok Jimin di sana yang kini berjalan mendekat padanya.

Dan dirinya kembali terkejut, ketika ia menyadari ia tak lagi memakai pakaiannya semalam. Hanya sebuah kemeja putih yang tampak besar di tubuhnya--sudah pasti itu milik Jimin jika ia menebak.

"B-Bagaimana bisa aku di sini?" Ucapnya, kini bergerak mundur dan menarik selimut untuk kembali menutupi tubuhnya.

Namun Jimin tak memberikan jawaban apapun, meletakkan nampan di atas meja nakas dan berisi segelas susu dan air putih beserta botol obat yang Rose pun tak tahu pula obat apa itu.

Lalu pria itu mengisi tempat di sisi ranjang tidur, kembali membuat Rose bergerak mundur karena ia bahkan tak tahu mengapa ia bisa berada di kamar Jimin.

"Kenapa kau hanya diam saja? Jawab aku."

Lagi, Jimin belum memberikan jawaban apapun. Menarik Rose agar mendekat padanya. Dan entah bagaimana, namun Rose sama sekali tak menolaknya. Bahkan ketika Jimin memberikan satu tablet dari obat yang ia bawa sebelumnya.

"Minum itu. Setidaknya itu bisa menghilangkan mabuk dalam tubuhmu."

Rose melirik sekilas ke arah Jimin, masih tampak ragu. Namun akhirnya gadis itu memilih untuk mengikutinya, menerima pula segelas air yang pria itu sodorkan padanya. Menghabiskan setengah dari isi gelas dan Jimin mengambil gelas itu ketika Rose memberikannya kembali. Pun setelahnya, memberikan segelas susu dan Rose yang kembali menerimanya. Bahkan menghabiskan susu tersebut dan menyodorkan kembali pada Jimin gelas kosong itu.

Rose sedikit terkejut, ketika Jimin mendekat dan mengecup bibirnya. Lalu menjauhkan dirinya dan kini mengecup pipi kanannya.

Oh, ayolah. Dimana ketakutan gadis itu sebelumnya? Sekarang, ia malah menerima semua kecupan itu dan bahkan berdebar hanya karena sikap manis pria itu padanya.

"Apa yang kau lakukan tadi?"

Itu pertanyaan bodoh sekali, Park Rose. Lihat saja bagaimana Jimin yang hanya tersenyum di sana sembari mengelus kepalanya.

"Bukankah seharusnya aku yang bertanya saat ini?"

Rose hanya diam, tentu saja bingung dengan pertanyaan Jimin.

"Kau yang menelponku lebih dulu, Rose."

Dentuman musik pada sebuah club saat itu seolah tak ada hentinya bergema bahkan hingga tengah malam telah melanda. Orang-orang pun seolah tak lelah pula hanya untuk menari untuk mengikuti irama musik itu, seolah melepaskan semua penat dan beban yang bersemayam di kepala dan tubuh mereka.

Di sana, Rose memilih untuk menjauh dan duduk pada salah satu kursi pada meja bar. Meminta kembali pada sang bartender untuk menuang minuman ke dalam gelasnya. Kembali meringis karena rasa pahit yang ia rasakan ketika ia meneguk minuman itu dalam sekali teguk.

Lalu pandangannya beralih, menatap pada ponselnya dan mendecak. Tak ada pesan ataupun panggilan dari Seokjin. Padahal, ia sudah mengirimi banyak pesan pada pria itu. Setidaknya, ia ingin berbicara secara baik-baik pada Seokjin. Walaupun ia tahu, ia mungkin tak akan dimaafkan olehnya, tapi setidaknya Rose ingin menjelaskan semuanya.

Dan tangisannya kembali ia keluar, meneguk kembali minumannya. Tak tahu sudah gelas ke berapa ia teguk walaupun ia pun sendiri tahu bagaimana kadar toleransinya terhadap alkohol.

the truth untold ❌ jinsooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang