20

92 17 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

















Pagi yang tak buta itu menyambut Ryujin di tempat yang mana ibunya tinggal sekarang.

Tempat penampungan orang orang yang membutuhkan perawatan prioritas, sosial yang tinggi, dan kesabaran level yang mencapai teratas.

Singkatnya, Rumah Sakit Jiwa.

Ryujin sudah bilangkan, jika dia segera datang menemui ibunya. Walau tak janji dan hanya omong kosong sebenarnya, ia tak dapat menghindar juga untuk tak datang berkunjung.

Ia datang membawa oleh oleh yang mentah mentah ia beli di pinggiran jalan, saat ia menaiki taxi dan turun di 30 kilometer ke belakang.



















Rumah Sakit Jiwa Serana. Kalau disingkat artinya RSJS. Itu tidaklah penting, yang penting ialah kenangan buruk tidak bisa hilang dari gadis yang sedang masuk kedalam.

“Tempat ini banyak berubah,” Batinnya. Ryujin meminta surat pertemuan yang pasti harus diajukan terlebih dahulu sebelum menemui pasien.

Ryujin sedikit linglung, walaupun wanita perawat itu sudah sangat jelas meluncurkan ludahnya percuma agar Ryujin mengerti. Tapi ia malah mengecewakannya. Setidaknya, Ryujin Ingat beberapa.













“Mah! Kalau sudah besar Ryujin ingin seperti mamah! menjadi wanita yang kuat!”





















Ryujin menyesali perkataannya dahulu saat masih kanak kanak. Sangat menyesal.










Ryujin ingin menjadi wanita kuat, tapi tidak seperti orang yang ada di hadapannya.

Ibunya. Orang yang mengeluarkan Ryujin untuk melihat keburukan dunia.

Seharusnya sekarang ia sedang memandangi ibunya memasak dengan tartil. Ibunya mengajarinya matematika. Ibunya, mendengarkan keluh kesah seorang anak.

Tidak. Ryujin tidak pernah merasakannya. Bahkan tidak akan pernah.




“Apa kau malu menjadi anak dari orang gila seperti saya?” Ucap ibu kandung Ryujin. Memandangi dengan lamat, bahwa anaknya itu tengah menangis kecil.

Inginnya, agar tak terlihat tangisan tersebut, Ryujin mengenakan kacamata. Tapi nihil ibunya tau jika ia sedang menangis.

“Ya..” Lirih Ryujin

“Lalu kenapa kau menemui orang gila ini?”

Ryujin gugup ingin menjawab apa, semua kata per kalimat sudah ada di dalam otaknya, tapi ia tak bisa melontarkan semuanya kepada wanita tua itu.

“Karna aku ingin melihat apa kau masih hidup, atau tidak,”

Ryujin tahu wajah ibunya telah berubah ekspresi menjadi sendu.

“Aku juga ingin tahu apakah kau masih ingat dengan darah dagingmu ini, atau tidak, ya.. sepertinya kau sudah tak ingat..”

Wanita berkedok ibu kandung Ryujin itu terkekeh kecil, dan menyembunyikan senyumnya dibalik tangannya.

“Baguslah jika niatmu begitu, tak perlu repot repot menjengukku lagi, ataupun memberi ku sesuatu,” Ujar wanita itu membuat Ryujin pun ikut terkekeh.

“Ya, itu karena..












.. kau bukanlah orang yang kusebut anakku,”



 kau bukanlah orang yang kusebut anakku,”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Our Ending丶 ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang