Dibalik sikap dingin itu ada kehangatan

36 7 4
                                    

Setelah beberapa saat membereskan pakaian dan juga beberapa perlengkapan lainnya aku mencoba menggunakan ponsel baru yang diberi Rama tadi. Aku yang sebelumnya belum pernah memiliki ponsel sendiri mencoba beberpa fitur yang ada di dalamnya. Berhubung aku tidak mahir menggunakannya aku memutuskan untuk bertanya pada Rama di kamarnya. Baru juga aku akan mengetuk pintu kamarnya, dia sudah tampak gelisah dari celah pintu yang tak tertutup sempurna. Aku melihatnya mondar mandir menenteng sepatu yang tadi aku pakai. "Kamu ngapain sih mondar mandir sambil liatin sepatu gitu? Sepatunya Kotor ya? perlu aku bersihin dulu?" tanyaku sambil mendorong pintu lebih lebar

"Hah? Gue? Gapapa cari angin doang. Oh ini? Ga usah masih bersih juga" katanya singkat dan tampak terkejut lalu melemparkan sepatu itu begitu saja ke bawah kolong almarinya.

"Lo ada perlu apa ke kamar gue? mana gak ngetuk pintu lagi" Tanya Rama sambil mengelap meja di samingnya yang tidak terlihat kotor. Aku bisa melihatnya bahwa ia tampak salah tingkah dengan kedatanganku ke kamarnya.

"Ohhh aku, mau minta tolong ajarin cara pakai ini" Jawabku tenang sambil menyodorkan ponsel yang tadi di beli.

Rama menatapku sesaat dan tertawa terbahak "Lo ga bisa sama sekali?" tanyanya diikuti tawa yang tidak terhenti.

"Iya, aku emang belum pernah pakai barang kaya gini diri kecil" jawabku polos dan membuat Rama langsung terdiam. Ia memintaku mendekat dan mengambil ponsel dari tanganku. 

"Nih yang perlu lo lakuin pertama pastiin HP lo nyala" Kata Rama menunjukkannya padaku.

Ia terduduk di samping ranjangnya sambil menjelaskan cara penggunaan ponsel itu. Aku mendekat di hadapan Rama dan berdiri memperhatikannya menunjukkan beberapa fitur yang ada di ponsel tersebut. Dari kegunaan kamera, cara berkirim pesan dan juga mendengarkan musik. Kakiku hampir mati rasa setelah hampir 15 menit aku berdiri dihadapannya memperhatikan Rama menjelaskan. "Jadi gimana, udah paham?" tanya Rama sambil mendongakkan kepalanya. Seketika itu juga aku menahan napas karena tepat saat itu juga mata kami beradu tatap. Dengan respon cepat aku menarik kepala. Begitupula dengan Rama, ia memalingkan pandangannya dan menyodorkan ponsel tadi. 

"Emm, makasih." Kataku singkat dan meninggalkan Rama begitu saja.

Whoaa aku tidak menyangka, dalam waktu sehari jantungku bisa berdegup sangat kencang berkali-kali arghhhhh aku menyesalinya. Kataku dalam hati saat memikirkan kejadian-kejadian hari ini. Bukankah ini aneh? apa yang sebenernya terjadi pada diri ini. Badanku terasa lemas tapi juga merasa senang tiap kali mengingatnya. 

Aku memutuskan untuk pergi menemui Ibu dan juga Dwi di kamarnya "Nih buat kamu" kataku sambil menyerahkan ponsel pada dwi.

"Wih ini ponsel ya kak?" tanyanya bersemangat.

"Nanti bilang makasih sama mas Rama ya, ke om Indra juga" kataku sambil menghampiri ibu di ranjangnya.

"Hmm pasti! Makasih ya mbak, baik banget sih mas Rama sama om Indra" kata dwi sambil berjingkrak kegirangan namun langsung aku tegur.

"Sssttt.. Diem ih kalo mau jingkrak jingkak jangan disini, ganggu ibu aja" kataku sedikit kesal karena dwi tidak mengerti kondisi ibu disini.

"ups lupa mbak, hehehe..maaf lah" kata dwi menyesal dan tetap melanjutkannya. Benar sekali, beberapa kali Dwi sempat meminta dibelikan ponsel yang sama dengan teman-temannya. Namun, aku sebagai kakaknya hanya bisa memenuhi kebutuhan hidup saja. Bahkan, terkadang kami kesulitan mendapat makanan dan hanya hidup mengandalkan belas kasihan tetangga disekitar. Aku bisa mengerti betapa senangnya ia saat menerima ponse ini. Belum lama setelah membukanya, Dwi sudah lebih mahir menggunakan ponsel itu. Aku hanya tersenyum menatap Ibu sembari menanyakan keadaanya. Meskipun tidk benar benar bisa menjawabnya aku paham bahwa ibu merasa senang dan tenang dengan keadaan saat ini. 

Rumah [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang