Es krim yang membuat canggung

34 7 8
                                    

* Semua yang terjadi dalam hidup ini pasti memiliki suatu alasan entah memberi pengalaman, pembelajaran, proses pendewasaan maupun pembuktian.*

"Sorry ya zer sebelumnya, gapapa kan gue tanya tanya?" Kata syifa membuka obrolan ketika kami sampai di tempat dudukku. Kebetulan sekali mejaku berdekatan dengan mereka.

"Santai aja gapapa kok" Walaupun sebenarnya di dalam hatiku tidak tenang dan cemas harus menjawabnya bagaimana aku tetap mengatakan tidak apa apa.

"Oke, langsung ke intinya aja. Sebenernya lo itu siapanya Rama sih? Lo nggak mungkin saudaranya kan? Karena setau gue nih ya Rama tu nggak begitu akrab sama keluarga besarnya apalagi setelah bundanya meninggal. Eh tapi itu gue denger dari orang lain jangan bilangin Rama ya." Tanya syifa bersungguh sungguh.

Pertama, aku nggak tau harus jawab dari mana. Bahkan akupun belum mengenal Rama dan keluarganya lebih jauh. Aku mengenalnya hanya berdasarkan sebatas tahu kalau ayahnya sudah berhutang budi pada keluargaku. Lalu, bagaimana bisa keluarga besarnya mengucilkan dia? Ahhh astaga rasa rasanya barusan ini aku salah mendengarnya. Ini benar benar membuatku tidak habis pikir.

"Sebenernya gue bukan saudaranya rama" kataku membuat mereka terkejut.

"Terus lo siapanya rama, kok lo bisa sedeket itu sama dia? sebenernya nggak sembarang orang bisa bergaul sama dia loh zer gue denger juga cuma ada satu ce-." balas Alesha menjelaskan apa yang tidak aku ketahui.

"Weh liat tu, mau ngapain dia kesini lagi" kata nanta mengalihkan pembicaraan kami.

"Zera!" nadanya terdengar tinggi seperti sedang marah. Dia mendekatiku dan langsung menarik tanganku. Aku yang terkejut langsung berdiri dan membentur meja di depanku. "auhh" aku mengaduh kesakitan memegang pinggangku. Membuat Syifa berdiri dan mengatainya

" Heh! jadi cowok kasar banget sih lo sama cewe. Bukan berarti lo senior bisa seenaknya gitu ke junior ya "

"Eh lo gapapa" tanya nya melunak setelah aku mengaduh kesakitan.

*krek* terdengar suara kaleng minuman yang sedang dibuka. Aku melihatnya berjalan ke arah kami dengan santai sambil meneguk minuman itu. Tepat mensejajarinya, dengan cekat ia melepaskan cengkraman tangan rama dari lenganku.

"Emmm dah sekian tahun berlalu tapi belum ada perubahan juga kalo gue liat?" kata vino santai dan kini ia menggandengku.

"Gue ga ada urusan ya sama lo" Kata rama kesal dan berusaha meraih tanganku. Gerakannya kalah cepat dengan tangkisan tangan vino.

"Lo tau kan apa yang seharusnya lo lakuin sekarang?" tanya Vino serius. "Lo urus dulu deh cewe lo yang gatau diri itu baru urusin dia." timpal Vino sambil menarikku ke belakangnya

"apa ini saatnya semua tau tentang kebenaran ki-" kata vino dengan suara dingin

"Stop!! cukup Alvin." membuat suasana berubah menjadi menegangkan. Rama yang tampak semakin kesal memilih meninggalkan kelas dengan wajah merah padam. Aku bisa melihatnya pergi dengan tatapan kesal dan umpatannya.

"Lo gapapa?" tanya vino khawatir. Aku hanya mengangguk untuk membalas pertanyaannya dan buru buru melepaskan genggaman tangan itu. Vino yang menatapnya mungkin akan merasa tidak nyaman. Namun, hal barusan yang dilakukan Vino terasa terlalu berlebihan. Ia memalingkan badannya dan membawa kaleng minuman itu keluar.

"Zera lo gapapa?" tanya nanta memegangi kedua bahuku.

"lo pasti kaget banget, sini duduk dulu gue ambilin minum bentar." kata syifa.

"Atur nafas dulu zer" kata alesha mengelus punggungku perlahan.

"Aku gapapa kok" balasku tersenyum kepada mereka.

Rumah [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang