Hati pembenci tidak akan pernah damai

23 3 0
                                    


Beberapa bulan telah berlalu dengan cepat, hubungaku dengan appa dan Rama juga semakin erat. Kami benar benar sudah seperti keluarga saat ini. Kami menghabiskan waktu bersama seperti, menonton pertandingan bola sampai pagi, Menghabiskan akhir pekan dengan berlibur ke Lombok, bahkan menghadiri beberapa acara perusahaan cabang milik appa. Dwi juga ikut pergi bersama sesekali. Beberapa waktu telah lalu, aku mulai mengamati dan belajar memahami karakter Vanesha, wanita yang dijodohkan dengan Rama untuk kepentingan bisnis keluarga. Beberapa kejanggalan mulai terungkap satu persatu. Beberapa kejadian menunjukkan bahwa penilaian Rama benar, tapi selama waktu yang telah aku habiskan saat ini aku tetap belum mengerti kenapa wanita itu terus terobsesi pada Rama. 

Hari-hariku diisi dengan berbagai hal mewah, papa memanjakanku seperti ia memanjakan Rama dan juga Dwi. Hidup bersama keluaraga ini begitu menyenangkan, meski terkadang harus bertengkar dengan Rama karena perbedaan pendapat aku tetap menikmati kehidupanku saat ini. Keadaan ibu yang semakin membaik juga membuat kebahagiaanku terasa lengkap dengan dikelilingi oleh keluarga, teman, dan orang orang yang menyayangiku.

Karya wisata kelas 12 ditentukan berangkat sehari sebelum pekan olahraga yang telah diundur sebelumnya karena jadwal kegiatan sekolah yang padat. Itu menguntungkan untuk tim sekolah kami karena ada cukup waktu untuk berlatih. Aku berencana pergi dengan Syifa, Nanta dan Alesha ke pekan olahraga itu untuk mendukung Vino. Rama juga akan berangkat karya wisata sehari sebelumnya. Jauh jauh hari ia menyiapkan segalanya, dari pakaian sampai makanan yang akan ia bawa saat karya wisata.

-Sehari sebelum keberangkatan Karya Wisata Rama-

"Zer, gimana kalau kita ke kantin sekolah? gue laper nih, mana menu hari ini enak enak lagi" bujuk Syifa padaku

"Ahh bener gue baru inget kalau menu hari ini ada beef katsu curry. Aaaa gue juga mau ayam tepung bumbu pedas." timpal Alesha menanggapi Syifa.

"Oke, ayo kita pergi. Gue juga lapar kok" kataku senang menanggapi permintaan mereka.

Kami berdiri dari tempat duduk bersama, hanya Nanta yang masih duduk melamun di kursinya. Alesha dan Syifa sudah berjalan lebih dulu "Lo gak ikut kita, nanta?" tanyaku begitu menyadarinya.

"Aaah benar, aku ikut" katanya terkejut begitu tersadar dari lamunannya. Tidak seperti biasanya, ia berbicara denganku menggunakan kalimat baku. Aku merasa ada suatu hal yang mengganggu pikirannya hari ini. 

"Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu hari ini kawan?" tanyaku riang keluar dari kelas bersama Nanta.

"Ahh itu t-tidak. Hanya saja badanku sedikit meriang hari ini" Jawabnya masih dengan tatapan kosong. Ini kedua kalinya ia menjawab pertanyaanku dengan kalimat baku. Seperti biasa kalian ketahui, Nanta, Alesha, Syifa bahkan hampir seluruh siswa di sekolah ini menggunakan kata ganti gue-lo disetiap harinya. Namun entah mengapa hari ini Nanta mengabaikan itu.

Aku menghentikan langkah Nanta dengan meraih tangannya"Kamu bisa menceritakannya padaku Nanta, kalau-kalau kamu tidak tau harus membaginya dengan siapa"

Ia hanya menatapku sesaat dan mengalihkan pandangannya kembali "Aku akan menceritakannya jika memang itu perlu" Jawabnya tersenyum. Ia meraih tanganku dan berjalan bersama menyusul Syifa dan Alesha.

"Hei dari mana saja kalian, kenapa lama sekali?" tanya Alesha kesal di salah satu meja. 

Syifa datang dengan membawa dua porsi makanan di tangannya"Lo bisa duduk disitu, gue sama Alesha udh bawain makananya biar lo gak perlu antri lama" Syifa menurunkan piringnya dan memebrikan itu padaku dan Nanta.

"Makasih Syifa, Alesha. Kalian memang terbaik" Pujiku dengan menunjukkan dua ibu jari pada mereka.

"Aihhh lo bisa aja bikin kita melting" balas  Alesha dengan senyum manisnya.

Rumah [revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang