Dira menatap Arvin tajam. Sekarang mereka tengah berada di UKS. Arvin tak henti-hentinya mengumpati dirinya sendiri karena telah melakukan tindakan yang fatal. Seharusnya ia tidak boleh melakukan itu, namun Arvin tidak suka jika orang lain menyentuh tubuhnya apalagi seorang perempuan.
"Ini semua gara-gara kamu Ar," ketus Dira menyalahkan Arvin.
"Aku minta maaf Bun, lagian tadi aku nggak tau Sandra yang mana," balasnya santai. Padahal dalam hatinya ia sangat menyesal karena telah menyakiti kekasih kakaknya itu.
Lama menunggu Sandra di luar UKS. Dokter yang memeriksanya pun keluar dari ruangan itu. "Maaf, dimana orang tua gadis itu?"
Dira langsung melangkah maju. "Dia tidak ada disini. Ada urusan di luar. Memangnya kenapa? Apa Sandra baik-baik saja?"
Dokter tersebut hanya tersenyum tipis. "Tenang Bu, gadis itu tidak apa-apa. Hanya ada luka kecil dibagian kepalanya. Tapi sebentar lagi luka itu akan sembuh, kok. Saya hanya ingin memberitahukan kepada orang tuanya kalau Sandra mag nya kambuh. Saya sarankan agar gadis itu sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat ke sekolah."
Dira menganggukkan kepalanya. Lalu tanpa sabaran Dira menerobos masuk ke ruang UKS diikuti Dokter yang menangani Sandra dari belakang.
"Apa bisa kami bawa dia pulang?" tanya Dira melirik ke arah Dokter tersebut.
"Boleh-boleh saja, tetapi saya ingatkan lagi. Sesudah sampai ke rumah beri dia makan. Tubuhnya sangat lemas sekali," ucap Dokter tersebut yang di angguki Dira.
"Tante biar saya aja yang bawa Sandra pulang," celetuk Robi yang berada di sebelahnya.
Naumi menatap Robi tajam. "Lo apa-apaan sih, malu-maluin aja tau," bisiknya pelan.
Dira menanggapinya hanya tersenyum tipis. "Tidak perlu, saya bisa suruh Arvan yang membawanya. Lagian Sandra adalah pacar Arvan. Bukan begitu Van?"
Arvin yang sedang menatap langit-langit pun menoleh ke arah Bundanya. "Ehh hmmmm iya Bun," ucapnya canggung.
Robi menatap Arvin penuh selidik. Aneh sekali. Itulah yang berada di dalam pikiran Robi. Kenapa Arvan yang dingin jadi seorang Arvan yang sangar. Dan kenapa Robi merasa Arvan yang ini tidak mengkhawatirkan pacarannya sama sekali.
"Ohhh ya udah Tan, kalau Sandra mau dibawa pulang. Kita berangkat ke kelas dulu ya," ucap Naumi berpamitan.
Dira menganggukkan kepalanya. Sedangkan Arvin memutar bola matanya malas. Ia menghampiri Dira yang sedang mengelus-elus kepada Sandra. Diam-diam Arvin memperhatikan Sandra yang tengah berbaring di atas ranjang.
"Jangan dilihatin terus Arvin, Bunda ingetin sama kamu. Dia Sandra milik kakak kamu, jadi nggak boleh kamu suka sama Sandra. Dia hanya milik Arvan, oke!"
Arvin memutar bola matanya jengah. Lagipula dia tidak akan pernah bisa jatuh dengan pesona Sandra yang menurutnya cantik. Arvin bukan tipe cowok yang suka dengan perempuan mana saja. Jangankan pacar, dekat dengan perempuan pun Arvin jarang. Kecuali dengan Fita atau Afifah yang berada di London.
"Tanpa Bunda ingetin pun Arvin tidak akan pernah mau sama Sandra. Lagian Sandra bukan tipe Arvin, jadi tenang aja."
Dira bernafas lega. Semoga saja kata-kata yang Arvin katakan tadi benar-benar serius. Dira tidak bisa membayangkan kalau kedua anaknya mencintai atau menyukai perempuan yang sama.
"Udah jangan banyak bicara, cepat gendong Sandra ke parkiran. Kita akan bawa Sandra pulang ke rumahnya," titah Dira yang diangguki oleh Arvin.
Saat Arvin mendekati tubuh Sandra. Tangannya tiba-tiba bergetar. Bukan karena gugup, melainkan ia takut karena ini pertama kalinya ia akan menggendong perempuan. Dan lebih parahnya perempuan yang selama ini Arvin kenal sebagai kekasih kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARVIN [SELESAI]
Teen FictionArvin Fatnon Mixcel. Tidak pernah ia bayangkan jika harus menjalani hidup serumit itu. Pada usianya yang terbilang masih muda itu harus bertunangan bahkan menikah dengan Sandra, yang notabenenya pacar kakaknya. Arvan menitipkan Sandra kepadanya buka...