Arvin menggerutuki dirinya sendiri. Bodoh, itulah kata yang selalu disebut olehnya. Sekarang Arvin tengah berada di tengah lapangan sendirian dan itu hukuman dari Bu Jali karena telah bolos lebih dari tiga kali berturut-turut.
Arvin memejamkan matanya menikmati sinar matahari yang menembus permukaan wajahnya. Namun saat Arvin mendongakkan kepalanya sambil menutup matanya. Tiba-tiba ia tidak merasakan panas. Malahan Arvin merasa ada setetes air di atas kepalanya.
Saat Arvin membuka matanya, ia kaget melihat botol air mineral yang berada tepat di atas kepalanya.
“Minum Van, aku tau kamu pasti haus.” Suara itu? Ahh suara yang membuat pikirannya berkecamuk. Suara lembut itu berasal dari mulut kekasih kakaknya yang tak lain adalah Sandra.
“Loh. Kenapa disini? Bukannya lo harusnya dikelas?” tanya Arvin mengambil air mineral tersebut.
Terlihat Sandra yang menatapnya bingung “L-lo?”
Arvin yang baru sadar dengan ucapannya pun langsung membuang wajahnya ke arah lain. Ia lupa harus bersikap manis kepada Sandra. Aghhh sungguh Arvin ingin sekali menenggelamkan Sandra ke dalam lautan. Kalau saja Sandra bukan titipan kakaknya. Pasti ia sudah menonjok tubuh gadis itu hingga tidak bisa bernafas lagi.
“Sorry baby, Maksud aku ... kamu,” ucapnya tersenyum canggung.
Sandra membalas senyuman Arvin. Tangannya terulur untuk mengusap keringat yang berada di dahi pacarnya itu. Arvin mengerjap-ngerjapkan matanya kaku saat merasakan tangan lembut dari Sandra mengusap-usap dahinya.
Arvin menepis tangan Sandra. “Ehhh nggak papa, nggak usah.”
Sandra menaikan satu alisnya. “Kenapa? Aku kan cuma pengen hilangin keringat kamu. Udah sini.” Sandra berjinjit untuk menyamakan keseimbangannya.
Saat Sandra ingin terjatuh, dengan sigap Arvin menahan pinggangnya. Dan apa yang terjadi? Tatapan keduanya bertemu. Tanpa ragu Sandra mendekatkan wajahnya ke arah Arvin.
“Eughhhh, jangan!” bentak Arvin menahan bibir Sandra yang hampir mendarat di bibirnya.
Sandra memundurkan tubuhnya bingung, biasanya Arvan tidak protes kalau Sandra menciuminya. Bahkan biasanya Arvan selalu membalas ciumannya. Namun kini? Arvan berbeda. “Kenapa?”
“N-nggak papa, cuman malu aja. Ini di sekolah,” ucapnya gelagapan.
Sandra mengangguk. “Udah jam istirahat. Kenapa kamu masih disini? Ke kantin aja yuk!”
Arvin menatap Sandra tidak minat. Memang Sandra itu mempunyai paras yang cantik. Namun kenapa rasanya Arvin tidak percaya diri kalau harus berdekatan dengan seorang perempuan.
Dari kejauhan terlihat Arlina dan Alvin menatap mereka dengan tatapan datarnya. Arlina tau kalau Arvin, kakaknya. Tidak biasa diperlakukan seperti itu oleh perempuan.
“Kak, gue ngerasa nggak tega deh lihat mereka kayak gitu. Lihat aja Sandra tuh agresif banget sama kak Arvin, sedangkan kak Arvin mana ngerti soal cium mencium,” ketus Arlina kesal.
Alvin masih menatap kedua insan yang berada di hadapannya datar. “Kakak juga merasa begitu. Tapi ini memang sudah keputusan Arvan. Dan kita hanya bisa menjaga Arvin dari kejauhan agar tidak melukai Sandra, sama seperti waktu pertama kalinya Arvin bertemu Sandra tempo hari yang lalu.”
Arlina terdiam sejenak. “Kakak bener. Kak Arvin selalu memukul laki-laki ataupun perempuan yang berani mengusiknya. Tapi gue yakin kak Arvin bisa jaga Sandra dengan baik. Dan semoga aja kak Arvin tidak ada rasa sama kak Sandra.”
“Jangan sampai itu terjadi.” Lanjut Alvin penuh penekanan.
Setelah puas melihat Arvin dan Sandra, mereka berdua berjalan ke arah kantin tanpa mengajak Arvin terlebih dahulu. Sedangkan Arvin dan Sandra masih saling tatap menatap.
Arvin membuang wajahnya ke arah lain, berusaha untuk tidak melakukan kontak mata itu lagi. “Kamu ke kantin duluan aja, nanti aku nyusul.”
Sandra menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kita akan sama-sama pergi ke kantin Van, kamu aneh deh. Kan biasanya kamu yang selalu ajak aku ke kantin. Tetapi kenapa sekarang malah aku terus yang harus ngingetin kamu?”
Arvin berusaha untuk tidak menatap Sandra. “Aku capek Sand. Kamu kalau lapar ke kantin duluan aja.”
“Kalau kamu capek, ayo kita pergi ke rooftop. Kan biasanya kalau kamu capek datang kesana. Atau nggak kamu ke perpustakaan buat baca-baca buku.” Sandra menarik tangan Arvin menuju tempat yang selalu mereka kunjungi. Ralat bukan mereka, tetapi Arvan dan Sandra.
Arvin yang tidak mengerti apapun hanya menganggukkan kepalanya, mengikuti langkah kaki Sandra yang menarik-narik tangannya seperti kambing. Arvin menghela nafas panjang. Sebenarnya ia lelah dengan pacar kakaknya itu, namun mau gimana lagi? Sandra adalah titipan Arvan yang harus Arvin jaga.
Sesampainya di rooftop. Arvin hanya berdiri menatap Sandra yang duduk di atas kursi yang sudah disediakan disana. Arvin berjalan mendekati Sandra dan duduk di sebelahnya.
“Katanya capek. Kok nggak langsung tiduran? Kan biasanya kamu tidur disini,” ucap Sandra menepuk-nepuk pahanya.
Arvin meneguk salivanya kasar. Apa harus? Entahlah Arvin sepertinya tidak yakin ingin tidur di paha mulus milik Sandra itu. “Nggak papa, aku cuma kecapean aja.”
Sandra tercengang dengan jawaban yang Arvin lontarkan. “Loh, kok gitu sih. Kamu sakit ya? Kok mukanya pucet sih?”
Arvin menggeleng-gelengkan kepalanya. Sandra yang penasaran pun mendekati wajahnya ke arah Arvin, memeriksa suhu tubuhnya yang dibanjiri keringat. Entah keringat ketakutan atau keringat kecapean.
“Aku lap dulu keringat kamu ya,” ujar Sandra mengambil tisu dari sakunya.
Arvin hanya bisa diam memperhatikan Sandra yang sangat fokus kepada keringat-keringat yang berada di kepalanya. Degup jantung keduanya saling berdetak. Namun dengan cepat Arvin segera membuang wajahnya ke arah lain. Bukan karena gugup, tetapi Arvin takut mempunyai rasa lebih dengan kekasih kakaknya itu.
“Van, udah.”
“...”
“ARVAN!”
“Hah! Apa?” tanya Arvan mengusap dadanya kaget.
Sandra mengerucutkan bibirnya kesal. “Kamu tuh kenapa sih? Dari tadi aku lihatin kamu tuh nggak dengerin aku. Emang tembok disana lebih cantik ya dari aku?”
Arvin mendadak kehilangan kata-kata. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sambil terus menggerutu kesal di dalam hatinya.
“Maaf Sand. Akhir-akhir ini aku selalu pusing. Karena itu aku nggak terlalu fokus kalau kamu nanya sama aku,” ucapnya berbohong.
Sandra menganggukkan kepalanya. Dengan perlahan kepadanya ia sandarkan di pundak Arvin, membuat lelaki itu yang tadinya tenang menjadi bimbang. Arvin hanya menatap lurus ke depan seperti patung.
“Van, kok nggak dielus-elus sih!”
Arvin mengerjap-ngerjapkan matanya. Dengan cepat tangannya beralih ke kepala Sandra. Mengusap kepalanya dengan lembut. Sandra tersenyum senang. Ia menenggelamkan wajahnya di dada bidang Arvin.
Deg.
Deg.
“Van, kamu punya riwayat jantung ya? Kok detak jantung kamu berasa banget?” tanya Sandra mengusap-usap dada bidang Arvin membuat lelaki itu tercengang dengan tingkahnya.
Mereka berdua saling tatap satu sama lain. Arvin mengepalkan tangannya kuat-kuat, berharap tangan Sandra yang nakal itu diturunkan dari dada bidangnya.
“Sand, j--jangan gini-----.”
Brakh!
“AAAAA!!!”
-----------------------------TBC
^_^
![](https://img.wattpad.com/cover/264500586-288-k229183.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ARVIN [SELESAI]
Fiksi RemajaArvin Fatnon Mixcel. Tidak pernah ia bayangkan jika harus menjalani hidup serumit itu. Pada usianya yang terbilang masih muda itu harus bertunangan bahkan menikah dengan Sandra, yang notabenenya pacar kakaknya. Arvan menitipkan Sandra kepadanya buka...