💠 18 💠

1.8K 138 6
                                    

Sandra dan Arvan sedang berada di danau, seperti biasanya mereka akan bercerita satu sama lain, dan bermain air di danau tersebut. Namun berbeda dengan yang sekarang. Arvan sedari tadi hanya diam di sebelah Sandra, memandangi danau yang berada di hadapannya itu dengan tatapan kosong. Sepertinya Arvan sedang memikirkan sesuatu, itulah yang pertama kali muncul di otak cerdik Sandra.

“Kamu kenapa Van? Akhir-akhir ini kenapa kamu banyak diam? Kamu bosen, ya?” tanya Sandra mengguncang-guncangkan lengan kanan Arvan.

“Aku nggak papa,” jawab Arvan mengelus-elus puncak kepala Sandra. “Sand.”

“Hmm.”

Arvan menghela nafas panjang. “Kalau seandainya aku nggak ada di samping kamu lagi, apa kamu nggak kenapa-kenapa? Emm aku rasa kamu cocok deh sama Arvin. Dan aku lihat kamu juga mulai suk-----.”

“Kamu ngomong apaan sih Van, ingat ya. Aku itu cuma milik kamu, aku suka sama Arvin itu wajar. Dia adik kamu dan otomatis nantinya jadi adik aku juga.” Potong Sandra membuat Arvan tersenyum tipis.

“Arvin nggak bakalan jadi adik kamu Sand,” ucapnya menatap danau dengan tatapan datar.

Sandra menaikan satu alisnya bingung. “Maksud kamu apa?”

“Umur aku nggak akan lama lagi Sand, dan aku udah putusin ini dari bulan lalu. Kamu ingat kan waktu aku tes darah?” Sandra mengetuk-ngetuk dagunya berpikir, kemudian ia mengangguk mengingatnya.

Arvan yang melihat itupun mencium kening Sandra lama. “Waktu itu aku lagi cuci darah. Tahun lalu aku hampir kehilangan nyawa karena aku mempunyai kanker darah. Apa kamu percaya?”

Sandra menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menahan Isak tangisnya agar tidak pecah. Arvan merangkul pundak Sandra, membawa gadis itu kedalam dekapannya.

“Kata dokter umur aku nggak akan lama lagi. Mungkin besok atau lusa aku nggak bisa lihat dunia lagi-----.”

“Stoopp Van! Aku nggak mau denger omong kosong itu lagi!” bentak Sandra meneteskan air matanya terharu.

Arvan tersenyum kecut. Cepat atau lambat Sandra akan tahu fakta yang sebenarnya. Dan mungkin kata-kata terakhirnya adalah hari ini atau lusa. Memang nyawa berada di tangan Tuhan, tetapi apa salahnya kalau kita menduga-duga itu sebuah kebenaran? Memang itu yang sedang dirasakan Arvan sekarang.

Hidup dan matinya hanya tinggal sebentar lagi. Dan ia ingin melihat gadisnya mendapatkan kebahagiaan, bukan kesedihan yang sering ia goreskan. Walaupun itu bukan keinginannya.

“Dengar aku Sand. Kamu harus ikhlasin aku nantinya. Mau bagaimanapun aku nggak akan selalu di dekat kamu, tapi percayalah aku selalu berada di hatimu. Aku mau kamu mendapatkan kebahagiaan yang nggak bisa aku berikan.” Arvan menarik tangan Sandra ke dalam dekapannya.

Sandra menangis sesenggukan di pelukan Arvan hingga ia tersadar pada malam kemarin Arvan meneteskan darah dari hidungnya beberapa kali. Arvan tahu ini berat, namun ini sudah kehendak Tuhan.

“Maaf Sand, aku nggak bisa jaga kamu sampai akhir hayat------.”

“Aku bilang stop Van ... hikss diam!”

Arvan mengeratkan pelukannya. “Maaf, setelah aku pergi. Dan setelah kamu lulus nanti, aku mau lihat kamu bahagia dengan orang yang baik. Dan aku tahu orang itu sudah beberapa hari ini menemani kamu, bahkan sudah hampir setengah tahun, jadi aku mau kamu----.”

Hening. Arvan tiba-tiba menjeda ucapannya, ia melihat langit yang begitu mendung, mungkin hari ini akan datang hujan. Arvan tersenyum ke arah langit tersebut.

“Menikah dengan Arvin,”

Jderrr!

*******

ARVIN [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang