Waktu begitu cepat berputar. Hingga tak sadar kalau Arvin dan Fita resmi menikah sebulan dari kematian Sandra. Namun berbeda dari yang diharapkan, sikap keduanya sama-sama dingin. Jangankan perhatian, saling sapa saja mereka sangat enggan.
Fita tetap sama, ia masih menekuni pekerjaannya dan mengurusi anak tirinya. Fita sangat menyayangi Valdesta. Mungkin juga Fita sudah menganggap bayi itu adalah anaknya. Sesudah menikah, Fita mengundurkan dirinya menjadi aktris. Ia hanya mengurusi perusahaannya yang sedang berkembang dimana-mana.
Arvin sama sekali tidak melarang ataupun mananyai ini-itu. Ia bersikap cuek dan bodo amat kepada siapapun, terutama kepada Fita dan orang-orang sekitarnya. Hanya kepada Bundanya atau Ayahnya saja dia bersikap hangat. Sedangkan kepada saudaranya dan Fita, Arvin sama sekali tidak peduli.
Seperti saat ini. Arvin dan Fita sedang berada di ruang makan bersama. Sesudah menikah lagi, Arvin memutuskan untuk tinggal di rumahnya sendiri. Mereka hanya bertiga di rumah. Sengaja Arvin tidak memperkerjakan pembantu, alasannya hanya satu. Ia ingin melihat, sejauh mana Fita akan hidup bersamanya.
“Mas, kapan kamu mau gendong Valdesta, kasian dia dari kemaren nangis terus, kata dokter dia pengen digendong sama kamu,” ucap Fita pelan. Sengaja Fita memanggil sebutan Arvin dengan sebutan 'Mas'. Itu juga karena keinginan Bundanya. Bukan keinginan Fita seorang.
Arvin menatap Fita datar. “Kamu gendong saja dia. Aku belum siap menerimanya,” ketus Arvin beranjak dari duduknya, tetapi Fita tahan tangannya karena belum selesai berbicara.
“Coba buka hati kamu untuk kita Vin, untuk Valdes dan untuk aku, kamu tau kan aku masih belajar menerima semua kenyataan ini. Kalau boleh jujur, aku juga nggak mau pernikahan ini terjadi. Tapi Valdesta? Dia butuh seorang ibu Vin,” lirih Fita pelan.
Arvin mengepalkan tangannya kuat-kuat. Arvin cukup sadar diri akan hal itu, ia sangat menyayangi keduanya, tetapi egonya sangat susah untuk terkendali. Apalagi saat mengingat Sandra menolongnya dari tusukan orang yang akan menusuk Fita. Hal itu membuat Arvin semakin diselimuti rasa takut dan gelisah.
“Besok aku akan pergi ke Amerika, untuk menjalankan bisnis.” Arvin menatap netra hazel milik Fita lekat. “Aku tinggalin kamu berdua sama Valdes, tidak apa-apa 'kan?”
Fita terdiam lama. “Aku nggak ada hak buat larang-larang kamu. Toh kamu juga punya kesibukan yang tinggi, aku bisa urus Valdes sendiri. Biasanya juga gitu 'kan?”
Arvin meringis mendengar ucapan istrinya itu. Memang benar, Arvin tidak pernah peduli dengan mereka. Bahkan enggan untuk berinteraksi dengan mereka, apalagi bersama bayinya---- Valdesta.
Fita berjalan terlebih dahulu ke kamarnya, diikuti oleh Arvin dibelakangnya. Fita melihat Valdesta yang sudah terlelap, sangat damai dan tenang. Arvin hanya menyipitkan matanya, enggan melihat objek tersebut.
Arvin pura-pura tertidur karena besok ia akan berangkat ke Amerika untuk urusan bisnisnya, sedangkan Fita melamun di box bayi dekat ranjangnya.
Sandra pasti sedih karena Arvin nggak pernah gendong dia. Tapi aku akan berusaha untuk membuka hati Arvin kembali. Aku yakin dia menyayangi anaknya--- batin Fita.
“Tidur yang nyenyak sayang, Mama sama Papa kamu pasti seneng liat anaknya anteng kayak gini,” gumam Fita mengelus-elus pipi bayinya yang tertidur pulas.
Fita melirik Arvin sekilas. Ia tersenyum getir melihatnya, Arvin sangat tampan walaupun sudah tua. Fita menyandarkan kepalanya di pinggiran box bayi. Tanpa sadar ia pun terlelap dengan tangan yang masih mengelus pipi Valdesta.
Tak lama kemudian Arvin terbangun dari tidurnya. Ia merasa tidak ada sentuhan dari sebelahnya, ia pun bangkit dan melihat-lihat sekeliling kamarnya. Arvin tersenyum melihat istri barunya yang tertidur di lantai dekat box bayi.
Perlahan Arvin mendekat ke arahnya. Memegangi tangan Fita, lalu mengecupnya bertubi-tubi. “Maaf .... Aku nggak bisa buat kamu bahagia. Maaf ... Aku masih mempunyai rasa untuk Sandra. Tapi percaya sama ku Fit, aku juga masih mencintai kamu.”
Tiba-tiba Arvin menempelkan bibirnya di bibir pucat Fita. Melumatnya lembut, lalu melepaskan secara tiba-tiba. Arvin membopong tubuh Fita ke ranjangnya. Membaringkan tubuh istrinya dengan pelan.
Good night, my wife!
*******
Fita termenung menatap foto Sandra dan Arvin yang sedang tersenyum manis ke arah kamera. Itu adalah foto mereka saat menikah, sungguh mewah dan elegan. Fita sampai meneteskan air matanya terharu.
“Aku adalah pengganti Mama kamu sayang, aku janji akan selalu menyayangi kamu, Valdes. Kamu yang sabar ya ... Papa kamu pasti sedang merindukan kamu saat ini,” gumam Fita tersenyum kecut ke arah foto Sandra dan Arvin.
Fita berjalan menaiki tangga untuk menemui Arvin yang sebentar lagi akan berangkat ke Amerika. “Mas, biar aku bantuin ya packing bajunya.”
Arvin menyipitkan matanya sinis. “Nggak usah, aku bisa sendiri.” Tolak Arvin menjauhkan koper miliknya dari tangan Fita.
“Mas kapan akan pulang?” Tak ada jawaban sama sekali dari Arvin membuat Fita tersenyum pedih. Ia meninang-nimang Valdesta yang berada di dalam pangkuannya.
Arvin melirik Fita sekilas. Lalu berjalan keluar kamarnya tanpa berpamitan terlebih dahulu kepada istrinya. Namun saat ingin melangkah keluar rumah, tiba-tiba Fita memeluknya sambil mencium kening Arvin secara tiba-tiba.
Tentu saja Arvin melotot karena kaget. Setelah itu Fita mengusap air mata yang hendak keluar lagi. “Hati-hati Mas.”
Arvin terpaku dengan kata-kata lembut dari istrinya itu. Arvin berbalik hendak meninggalkan Fita dan bayinya. Namun rasanya sangat susah sekali meninggalkan mereka.
“Mas!” panggil Fita.
Refleks Arvin menoleh. “Kenapa?”
“Apa boleh aku antar kamu ke bandara?” tanya Fita pelan.
Arvin hanya memandangnya dengan tatapan datar. Sedetik kemudian Arvin menggelengkan kepalanya pertanda kalau ia tidak mengijinkannya. Fita hanya bisa tersenyum, lalu melambaikan tangannya ke udara.
“Hati----.”
Cup.
Fita mengerjap-ngerjapkan matanya kaget. Arvin menciumnya, tepat dibibir pink Fita yang terbuka karena hendak mengeluarkan suara. Arvin bukan hanya menciumnya. Ia melumatnya dengan ritme pelan dan beruntun. Fita hanya diam tidak membalas ciuman hangat suaminya. Hingga akhirnya Arvin pun menggigit bibir bawah Fita agar istrinya membalas ciumannya.
Oekkkk .... Oekkkk ....
Fita mendorong bahu Arvin agar menjauh dari anaknya. Fita langsung mencium Valdesta dengan sayang. “Maaf, Mama lupa sedang ada kamu disini.”
Arvin hanya diam menatap Fita sendu. “Aku pergi dulu, jaga Valdes untuk aku .... dan jaga dirimu baik-baik.” Setelah mengucapkan itu Arvin menjauh dari pandangan Fita. Memasuki mobil hitamnya tanpa menoleh ke arah istrinya. Sedangkan Fita mematung di tempat. Tanpa sadar air matanya meluncur begitu saja.
Cukup peduli, tetapi hanya sesaat, atau mungkin hanya sekejap mata.
==========================
.
.
.
.
Otakku otakku!
😨😨😨😨Ooooolooo
KAMU SEDANG MEMBACA
ARVIN [SELESAI]
Teen FictionArvin Fatnon Mixcel. Tidak pernah ia bayangkan jika harus menjalani hidup serumit itu. Pada usianya yang terbilang masih muda itu harus bertunangan bahkan menikah dengan Sandra, yang notabenenya pacar kakaknya. Arvan menitipkan Sandra kepadanya buka...