💠 30 💠

2.6K 145 3
                                    

Azhar dan Fita sudah sampai ke tepi pantai. Fita menahan tangisnya sedari tadi, entah kenapa dadanya seakan sesak melihat Papahnya kembali. Rasa sakit yang diderita Fita seakan berputar seperti kaset yang dinyalakan berulang-ulang kali.

“Fit, kamu kenapa?” tanya Azhar menepuk pundak Fita lembut.

Fita langsung memeluk Azhar erat. Tentu laki-laki itu kaget atas perbuatannya. Namun sepertinya Fita sangat sedih saat ini, maka biarkanlah bahunya ia pinjam untuk bersandar.

“A-aku hiks.___”

“Udah, nggak perlu dipaksain buat cerita sama aku. Kamu nangis aja, nangis sepuas kamu. Dan setelah itu, kamu boleh cerita sama aku,” ucap Azhar membalas pelukan Fita tak kalah eratnya.

Angin pantai saat menyegarkan dan enak dipandang. Namun berbeda dengan Fita yang sedang bersedih karena mengingat kejadian masa lalunya. Azhar yang mengetahui tangisan Fita reda pun melepaskan pelukannya.

“Sekarang kamu boleh cerita, ada apa sebenarnya? Kenapa tiba-tiba nangis kayak tadi?” tanya Azhar memegangi bahu Fita. Menatap lekat mata kelam itu dengan tatapan sayu dan lembut.

Fita menatap air laut yang cukup indah. “Aku nggak tau kenapa, rasanya aku pengen nangis aja.”

Alis Azhar berkerut, menandakan tidak mengerti apa yang telah di ucapankan Fita kepadanya. Sedangkan Fita hanya menatap pantai itu dengan tatapan kosong.

“Dulu, kamu punya saudara nggak?” tanya Fita ragu.

Azhar tersentak kaget. “Punya. Tunggu! Memangnya ada apa? Kenapa kamu nanyain saudara?”

Fita menggeleng-gelengkan kepalanya. “Aku cuma mau tanya aja. Emang nggak papa ya?”

Azhar tersenyum geli. Ia sama-sama menatap pantai yang terletak tidak jauh dari tempat duduk mereka. Azhar menatap lekat Fita dari dekat. “Dulu, aku punya sahabat. Namanya .... Entahlah aku lupa. Intinya yang aku ingat, dia punya kakak, galak banget kakaknya. Udah kayak badboy gituh. Dan ceweknya lucu banget, cantik lagi. Tapi sayang, wajahnya suka luka-luka gitu. Jadi cantiknya tertutupi luka.”

Fita meringis mendengar cerita dari Azhar. Fita juga mengingatnya, dulu dia sering disiksa oleh ibu tirinya dan Papahnya. Hal itu membuat Fita ketakutan dan trauma.

“Kenapa berhenti? Ayo lanjutin!” Fita merasa geram karena Azhar menghentikan ceritanya.

Azhar tersenyum pedih. “Kita berdua sering main. Aku dan cewek cantik yang aku nggak tau namanya siapa, sedangkan kakaknya selalu kerja ini-itu, padahal umurnya masih muda. Dia sering keluar masuk rumah sakit. Cewek kecil cantik yang pernah main sama aku, tiba-tiba hilang tanpa jejak. Mama bilang dia udah mati. Tapi aku nggak percaya, aku cari dia, tapi aku nggak ketemu-ketemu terus. Hingga aku besar dan Mama sama Papa bangkrut. Sedangkan aku masih kuliah. Papa dan Mama rela kehilangan hartanya demi aku kuliah di Jerman saat itu. Hingga pada akhirnya aku menjadi aktris muda yang terkenal. Dan itu berkat kamu. Kamu yang ngajak aku jadi seorang model tahun lalu, aku lihat semua majalah-majalah kamu. Dan aku selalu ingin menjadi kamu.”

Fita tertegun mendengar cerita panjang dari Azhar. Cukup menyedihkan, namun deritanya tidak sebanding dengan Azhar. Fita terlalu sakit oleh keluarga Azhar, lebih tepatnya sang ibu Azhar yang selalu memukulinya dan menyiksanya tanpa henti. Dan dia juga benci dengan Papahnya yang tega membuang kakaknya ke jurang. Ditambah Fita yang di buang dan di asing kan.

“Fit, Fita ... Kamu nangis lagi?” tanya Azhar mengusap air matanya khawatir.

Fita tersenyum simpul. “Aku nggak kenapa-napa, pulang yuk. Bentar lagi aku mau siap-siap buat acara pesta nanti malam.”

Azhar menganggukkan kepalanya menyetujui. Mereka berjalan beriringan untuk pulang, sesekali Fita melirik Azhar yang berada di sampingnya. Ada rasa benci dalam dirinya karena saat itu Azhar malah menonton dirinya saat disiksa tahun lalu. Tetapi ia juga sadar kalau Azhar waktu itu masih kecil. Dia tidak tahu apa-apa.

Kalau aja seandainya kamu tahu, aku anak kecil yang selalu main sama kamu. Pasti kamu nggak mau deket-deket aku lagi. Aku jelek, buluk, dan dibenci keluarga, terutama Tante Elizabeth dan tentunya .... Kamu juga, Azhar.

*******

Arvin mengetuk-ngetuk dagunya berpikir. Malam ini adalah acara kedatangan Fita ke Indonesia, Bundanya yang menginginkan pesta tersebut. Namun Bundanya menyuruh para karyawan Arvin untuk membantu pekerjaan-pekerjaan rumahnya. Padahal para pembantunya pun banyak, kenapa harus karyawan Arvin?

“Arvin, kamu sudah umumin 'kan, tentang pesta kedatangan Fita?” tanya Dira yang sudah duduk di sebelah anak keempatnya.

Arvin menganggukkan kepalanya. “Sudah Bun, tapi kenapa harus para karyawan Arvin? Kan pembantu disini banyak?”

Dira tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. “Tidak ada apa-apa, bunda mau aja. Siapa tau dengan ada karyawan kamu yang membantu, jadi para pembantu disini nggak kelelahan banget.

“Ouh begitu, ya udah Bund, aku siap-siap dulu buat nyambut tamu diluar,” ucap Arvin yang di angguki Dira.

Arvin berjalan menaiki tangga. Ia membuka kamarnya dengan pelan, takut jika dirinya membangunkan Sandra. Karena yang dia tahu Sandra sedang tertidur di kamarnya. Namun sepertinya Sandra sudah bangun, bahkan dia sedang berdandan di meja riasnya.

Arvin tersenyum melihat wajah Sandra yang terlihat sangat cantik. Biasanya Sandra memoles wajahnya natural, namun sekarang Sandra memoles wajahnya seperti pengantin. Dan itu terlihat sangat memukau di mata Arvin.

“Ehhh kam.____”

“Sutttt .... Bumil nggak boleh ngomong dengan nada tinggi,” bisik Arvin menempelkan jari telunjuknya di bibir merah milik Sandra.

Entah sejak kapan Arvin menyukai Sandra. Namun sepertinya Arvin mulai mencintai Sandra, meski batinnya masih sedikit tersiksa. Secara perlahan Arvin memberanikan diri untuk memeluk Sandra. Hal itu sontak membuat Sandra gelagapan.

“Vin, sejak kapan kamu suka peluk aku kayak gini?” tanya Sandra menahan malu.

Arvin tersenyum dipelukan Sandra. “Sejak kini, maaf dulu aku nggak pernah lihat kamu. Bahkan saat kamu ngidam aku nggak peduli, maaf Sand. Aku tahu kamu masih mencintai Arvan, tapi setidaknya aku harus bertanggungjawab karena Arvan sudah menitipkan kamu ke aku. Maaf waktu itu aku mengacuhkan segala sesuatu yang berhubungan sama kita.”

Sandra memeluk suaminya tak kalah erat. Mengelus-elus punggung Arvin dengan lembut. “Kamu nggak salah Vin, memang sejak awal kita nggak punya perasaan apapun. Aku hanya pengganggu hubungan kalian. Fita dan kamu.__”

“Lupain soal cinta aku sama Fita, sekarang aku akan mencoba mencintai kamu, aku mau mulai dari awal. Bukan hanya sebagai titipan. Tapi sebagai istri, maaf waktu itu aku dibutakan cinta sama Fita. Padahal jelas-jelas dia adik angkat aku.” Potong Arvin menenggelamkan wajahnya di ceruk leher istrinya itu. Mengecup leher jenjangnya berkali-kali membuat Sandra kegelian.

“Aku nggak papa. Aku juga mau belajar mencintai kamu sebagai suami aku, dan aku akan belajar menjadi ibu yang terbaik buat kalian,” ucapnya mengelus-elus perutnya yang buncit.

Arvin melepaskan pelukannya. Lalu Arvin berjongkok, mencium perut Sandra dengan sayang. “Maafin Papa ya nak, Papa selalu mengacuhkan kalian. Papa terlalu sibuk bekerja sehingga lupa sama kalian. Maafin Papa yang udah bikin Mama kamu kesusahan. Maaf.”

Sandra tersenyum lega. Arvin sekarang sudah berbeda, mungkin ini awalan dari mereka. Sandra akan senang jika suaminya mencintainya bukan karena titipan kakaknya. Namun sebagai istrinya.

Mungkin ini jalan Tuhan. Kamu dan aku harus sama-sama belajar mencintai, mungkin ini jalan yang benar, semoga saja. Aku mencintai kalian, terutama dia yang sudah berada di alam sana ... Arvan, aku sangat mencintai kamu.

=====================

Double update!

ARVIN [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang