Setelah membaca surat dari Arvan dua minggu yang lalu, kini Arvin terdiam sendirian di danau tempat Sandra dan Arvan bermain. Mengapa Arvin tau? Karena waktu itu Sandra pernah membawanya kesana, saat dirinya menyamar menjadi Arvan. Dan mungkin kedepannya juga akan sama. Arvin ditakdirkan untuk menjaga Sandra dan melepaskan cintanya.
Dunia ini begitu kejam. Arvin tidak tahu lagi harus menerima kenyataan yang mana, intinya kenyataan itu tetap sama. Manis di awal dan pahit di ujung. Mungkin itu juga yang akan dirasakan Arvin ke depannya, setelah ia tau kalau cintanya hanya untuk Fita. Keadaan memaksanya untuk melepaskan, sungguh miris hidup Arvin.
Lama melamun di dasar danau. Akhirnya Arvin melangkahkan kakinya untuk pulang ke rumahnya. Arvin tersenyum getir saat mengingat Sandra menciumnya ditengah danau tersebut, padahal itu awalan untuk Arvin menyukai gadis itu. Tetapi sekarang? Entahlah, bahkan dipikirannya saat ini hanya Fita seorang. Tidak ada ruang untuk Arvin memikirkan Sandra.
Pintu kediaman Mixcel terbuka lebar. Tatapan mata Arvin melihat langkah kaki Alvin yang tergesa-gesa membawa barang-barang. Apa? Barang-barang apa itu? Mengapa Arvin tidak mengetahuinya.
Dira turun dari tangga dan langsung memeluk tubuh Arvin menangis sejadi-jadinya di dekapan anaknya itu. Tubuh Arvin menegang saat melihat seluruh keluarganya menangis.
“Vin ... Arvan, Arvan dia ...”
“Arvan kenapa Bund?!”
“Arvan koma, Vin. Arvan koma!” teriak Dira memukul dada bidang anaknya.
Deg.
Tubuh Arvin menegang saat mengetahui fakta tersebut. Tanpa pikir panjang, mereka langsung pergi menuju rumah sakit. Pada saat itu juga, bersamaan dengan kedatangannya Arvin, Alvin, dan Dira.
Arvan tengah berteriak-teriak meregang nyawa. Semua yang berada di luar langsung masuk ke ruangan khusus Arvan. Semua orang menangis tak tertahan, bahkan Sandra pun yang terlihat lelah mengguncang-guncangkan lengan Arvan, agar lelaki itu bertahan.
Tatapan Arvan jatuh kepada Arvin, ia tersenyum kecut melihat kembarannya itu. Arvin mencubit lengannya berharap itu adalah mimpi, namun nyatanya tidak. Arvin rasa ini nyata. Terbukti lengannya terasa sakit akibat cubitannya yang terlalu keras.
“Vin ... Arvin,” lirih Arvan lemah.
Lelaki yang di panggil namanya, langsung mendekat ke arah kembarannya. Memegangi lengan kembarannya itu dengan penuh suka cita. Tatapannya begitu sayu membuat bulu kuduk Arvin berdiri seketika.
“G-gue tau lo udah baca surat itu. G-gue harap lo setuju, m-maaf gue harus pergi. G-gue nggak bisa tahan lagi, ini terlalu m-menyakitkan,” ucap Arvan pelan, namun masih bisa didengar oleh Arvin.
“G-gue titip Sandra sama lo, l-lagi,” lirih Arvan menyatukan tangan Sandra dan Arvin di hadapannya.
Semua yang berada di ruangan tersebut menatap Arvan iba. Sedangkan Fita merasakan dadanya sesak. Mungkin benar apa yang dikatakan Alvin minggu lalu, Fita tidak akan bersama Arvin untuk selama-lamanya.
“Van, apa yang kamu katakan ... Aku nggak mungkin----.”
“G-gue nggak k-kuat ... Selamat t-tinggal.” Dan pada saat Arvan memotong ucapan Sandra. Semuanya sudah lenyap dalam sekejap. Sandra semakin terisak melihat Arvan sudah tidak berdaya lagi.
“Nggak. Lo nggak boleh pergi Van, ARVAN BANGUN!” bentak Arvin mengguncang-guncangkan lengan Arvan. Bahkan dia memukul lengan lemas itu. Namun sepertinya tidak ada yang bisa mereka lakukan, selain mengiklankan.
“Van bangun ... Kamu janji sama aku, kita akan selalu bersama ... Kamu ingkar Van, ingkar! Kita akan lalui ini sama-sama. Bahkan kamu pernah bilang mau pergi sesudah kita lulus. Tapi apa Van?! Kamu malah pergi sebelum hari kelulusan itu tiba!” teriak Sandra memeluk tubuh Arvan erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARVIN [SELESAI]
Novela JuvenilArvin Fatnon Mixcel. Tidak pernah ia bayangkan jika harus menjalani hidup serumit itu. Pada usianya yang terbilang masih muda itu harus bertunangan bahkan menikah dengan Sandra, yang notabenenya pacar kakaknya. Arvan menitipkan Sandra kepadanya buka...