💠 08 💠

2.3K 171 3
                                    

Arvin mengerjap-ngerjapkan matanya kaget. Dengan sigap ia langsung memeluk Sandra hingga gadis itu jatuh ke dalam pelukannya. Kalau saja tadi Arvin mendorongnya. Mungkin Sandra akan terjatuh ke lantai yang kotor.

“M-maaf, aku nggak sengaja,” bisik Arvin memeluk Sandra dengan erat.

Sandra mengatur nafasnya yang memburu. “Kamu kenapa dorong aku? Kamu kenapa jadi gini Van? Kamu beda hiks ... Kam----.”

“Sutttt, jangan nangis. Maaf,” ucap Arvin mengusap air mata Arvin yang kian berjatuhan ke seragam miliknya.

Sandra membuang wajahnya ke arah lain. Sedangkan Arvin hanya diam memperhatikan gadis itu dari samping. Jujur saja Arvin tadi kehilangan kontrol sehingga berniat untuk mendorong gadis yang dititipkan kakaknya itu.

“Sand----.”

“Aku ke kelas dulu.” Sandra beranjak dari duduknya tanpa menoleh ke arah Arvin.

Laki-laki itu hanya diam menyadari ada yang berbeda dengan sikap yang diberikan Sandra kepadanya. Tetapi Arvin tidak memperdulikan itu semua, ia hanya diam sambil mengeluarkan handphone dari saku celananya. 

Sedangkan Sandra berjalan menjauhi rooftop sambil berpikir kalau Arvan berbeda dengan yang Arvan yang dulu. Sudah jelas dari kelakuannya saja Arvan tidak pernah berbuat kekerasan kepadanya. Tetapi sekarang?

“Sebenarnya Arvan kenapa sih? Kenapa dia selalu bikin aku takut, apa Arvan yang ini bukan Arvan?” tanya Sandra pada dirinya sendiri. Sandra tampak berpikir keras mengenai hal itu.

Tetapi sedetik kemudian ia menggelengkan kepalanya. “Nggak mungkin,” gumam Sandra melanjutkan langkahnya.

▦᰷᰷ᰰೈ⦂❒ VOTE ❒⦂ೈ▨


Sekarang Arvin dan kedua saudaranya sedang berada di kantin. Mereka tengah menyantap makanannya masing-masing. Namun tatapan Arlina tertuju kepada Arvin yang sedari tadi hanya bermain-main dengan makanannya.

“Kak, kok nggak di makan?” tanya Arlina membuat Alvin yang berada di sebelahnya pun ikut menoleh.

Arvin menatap Alvin dan Arlina bergantian. “Besok gue akan pergi ke London.”

Alvin dan Arlina saling pandang. Mereka bingung dengan ucapan kakaknya. “Ke London? Untuk apa?”

Arvin menghela nafas berat. “Menemui Afifah, katanya dia sudah kembali bulan lalu saat hari dimana gue datang ke Indonesia.”

Ketiganya terdiam sesaat. Bersamaan dengan ucapan yang Arvin lontarkan, Sandra dan kedua temannya baru saja memasuki kantin. Arlina memicingkan matanya gelisah.

“Kalau kakak ke London, terus Sandra gimana?” tanya Arlina melirik Sandra yang duduk di meja pertengahan. Sedangkan dirinya di pojokan kantin.

Arvin mengikuti arah pandang Arlina. “Gue nggak tau, mungkin gue nggak akan bilang sama dia.”

“Jangan, lo nggak boleh ninggalin dia. Kalau lo pergi ke London, Sandra akan ikut. Dan gue khawatir kalau nanti rahasia kita terbongkar hanya karena masalah sepele lo itu,” ucap Alvin serius.

Arvin. Terdiam sejenak. Benar juga apa yang dikatakan kakaknya itu, lagipula Arvin baru saja memulainya. Tatapan Arvin beralih kepada Sandra, menatap perempuan itu resah.

“Ikuti kata hati lo, tapi saran gue sih, mending lo tetep disini sampai Arvan sembuh total. Lagian kalau Arvan kembali, lo nggak akan repot-repot lagi jadi dia. Dan nantinya lo bisa balik ke London bersama Afifah. Gampang kan?” Alvin menyilangkan kedua tangannya di depan dada sambil melihat ekspresi Arvin yang tampak diam saja sedari tadi.

Laki-laki itu menghela nafas panjang. “Gue akan pikir-pikir lagi nanti. Thanks atas sarannya.”

Alvin menepuk pundak Arvin agar laki-laki itu tetap tegar. “Gue selalu dukung yang terbaik buat lo.”

Setelah ketiga saudara itu menghabiskan makanannya. Mereka langsung berjalan ke kelasnya masing-masing. Namun tidak dengan Arvin karena sekarang ia dipulangkan terlebih dahulu.

Arvin berjalan menuju parkiran berniat akan pulang sendirian. Namun baru saja Arvin menaiki mobilnya. Tiba-tiba Sandra sudah berada di sebelahnya. Arvin terdiam sejenak, lalu tersenyum manis.

“Hey sayang, kenapa disini?” tanya Arvin basa-basi.

Sandra tersenyum kecil. “Kamu lupa ya? Kan kelas 12 semuanya disuruh pulang karena gurunya pada rapat.”

Arvin menggaruk-garuk kepalanya. “Ohh gitu ... Ya udah ayok!”

Sandra tersenyum senang. Arvin yang masih ingat saat kejadian pagi tadi pun segera membuka pintu mobilnya. Mungkin Arvin akan terbiasa bersikap seperti itu kepada Sandra.

Didalam mobil tersebut, hanya ada keheningan yang menyelimuti mereka hingga akhirnya Sandra pun memulai pembicaraannya. “Van, kita main ke danau yuk, udah lama juga kita nggak kesana.”

Arvin meneguk salivanya susah payah. Apa katanya tadi? Danau? Mana mungkin Arvin kesana. Ia saja tidak tahu letak danaunya dimana. Kalau begini caranya Arvin bisa-bisa gila dibuatnya.

“L-lain kali aja ya,” elak Arvin gugup.

Sandra mengerucutkan bibirnya kesal. “Ihhh nggak mau Van. Kita ke danau ya, emang kamu nggak kangen apa suasana di danau itu?”

“Nggak,” ketus Arvin cuek. Dengan cepat Arvin menepuk bibirnya. “E-uhhhh maksudnya nggak lah, aku kangen banget kesana haha. Ya udah ayok.”

Sandra mengembangkan senyumnya. Lalu ia melihat ke jalanan. Sandra melebarkan matanya saat menyadari Arvin melewati jalan danau tersebut. Ia menatap Arvin yang terlihat datar.

“Arvan! Danaunya kelewatan!” teriak Sandra kaget.

Cittttt.

Dengan sangat cepat Arvin segera menghentikan mobilnya. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya kaget saat melihat Sandra yang menatapnya horor.

“M-maaf aku lupa jalannya,” ucap Arvin berbohong. Tetapi memang benar Arvin tidak tahu sama sekali letak danau yang biasa Arvan dan Sandra jumpai.

Sandra mendengus sebal. Ia mulai merasa aneh dengan sikap Arvan akhir-akhir ini. Apa mungkin dia bukan Arvan? Tapi kenapa wajahnya sangat mirip dengan Arvan?

Sandra menatap Arvin selidik. “Arvan, mending sekarang kamu jujur.”

“Jujur apa?” tanya Arvin was-was.

“Kamu bukan Arvan kan?”

Deg.

▦᰷᰷ᰰೈ⦂❒ TBC ❒⦂ೈ▨

ARVIN [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang