Chap 07

24 21 9
                                    

Cinta itu tumbuh karena terbiasa, mungkin orang-orang menyebutnya seperti itu. Tapi aku? Aku sudah langsung jatuh cinta pada seseorang hanya saat pertama kali aku melihat orang itu. Seumur-umur aku belum pernah merasakan yang namanya cinta. Mungkin cinta kepada keluarga sering kali aku rasakan, tapi kalau yang namanya cinta pada lawan jenis tentu itu sudah beda ceritanya.

Aku mencintai kak Adam, pada pandangan pertama dan kak Adam juga cinta pertamaku. Sejujurnya aku tidak begitu peduli bagaimana pandangan kak Adam mendeskripsikan diri ku. Tapi entah kenapa, sekarang aku mulai merasa penasaran, bagaimana perasaan kak Adam pada ku. Semoga saja sama seperti apa yang aku rasakan....

Aku bukannya mau memaksa dan berharap pada kak Adam. Hanya saja, rasanya begitu sakit kalau saja cinta pertamaku malah bertepuk sebelah tangan. Bagaimana pun kak Adam itu lelaki berparas tampan. Sorot matanya teduh yang membuat hati kita adem hanya saat melihat matanya. Pasti gadis-gadis akan terpana jika melihat sorot mata teduh itu. Tapi yang aku dengar, kak Adam tidak pernah sekali pun keluar rumah sejak kecelakaan itu terjadi. Mungkin ia berada di lingkugan luar hanya saat ia di rawat di rumah sakit, dan setelahnya.... ia berdiam diri di rumah, seperti seseorang yang memang lebih nyaman pada kesendirian.

Awa menutup buku hariannya setelah menulis beberapa kalimat hingga mencapai tiga paraghraf. Kesehariannya jika ia merasa bosan atau pun lelah ia pasti menumpahkan segala pikirannya pada buku bersampul bunga matahari kesukaannya.

Ya! Awa memang menyukai bunga matahari, ia penyuka hal-hal yang berwarna kuning atau pun berwarna jingga seperti senja di sore hari. Pernah, waktu ia berulang tahun, ibu dan ayah nya memberikan banyak hadiah padanya seperti boneka, sepeda, dan berbagai macam benda yang anak remaja pada umumnya suka.

Tapi Awa? Ia menolak semua pemberian itu, bahkan ia menyumbangkan hadiah-hadiahnya ke panti asuhan anak. Karena kenapa? Karena Awa bukan menginginkan hadiah benda pada ulang tahunnya. Awa...... menginginkan hal yang lebih bisa membuat hatinya tenang ketika melihat hal tersebut. Salah satunya, menatap senja bersama kedua orang tuanya. Terakhir kali ia melihat senja adalah, saat ia masih berumur 12 tahun. Setelah itu ia tidak pernah lagi melihat perpaduan berwarna jingga yang menghiasi langit tersebut setelah kepergian orang tuanya.

Dan sekarang, adalah untuk pertama kalinya lagi Awa melihat corak indah itu dari balik jendela kamarnya. Awa tersenyum simpul, seketika ia merasa tengah menatap kedua orang tuanya di atas sana. Awa tersenyum.

"Ibu dan Ayah pasti bahagia kan di sana? Aku juga bu.....yah.... aku juga bahagia di bawah sini. Karena itu, kalian jangan bersedih karena sudah meninggalkanku sendiri. Bagaimana pun, aku pasti akan menyusul kalian suatu saat nanti ketika Allah sudah berkehendak. Terima kasih ibu.... ayah..... di saat seperti ini, aku masih bisa mengingat kalian"

Katanya masih bertahan dengan senyuman manisnya. Ia pulang lebih cepat dari rumah Adam karena alasan lelaki itu yang sudah beristirahat. Awa membuang napas pelan sembari beranjak dari duduknya dan mulai melangkah menuju kamar mandi guna membersihkan diri.

●●●●●

"Bagaimana perasaanmu? Nyaman?"

Adam sedikit bingung dengan pertanyaan Ayahnya itu. Sekarang ini, ia sedang bersandar pada kepala ranjang sementara Ayahnya tengah duduk di sampingnya.

"Maksud ayah?" Tanya Adam.

"Kamu nyaman dengan gadis itu? dengan Awa"

Adam terdiam. Sejujurnya ia masih belum yakin dengan posisi itu. Ia masih belum menyimpulkan apakah dirinya nyaman dengan Awa atau tidak. Tapi yang sekarang ia rasa adalah, berada di dekat gadis itu membuatnya merasakan sesuatu yang berbeda. Perasaan yang belum pernah ia rasakan. Seperti, rasa takut.

Will Not Erase YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang