Lee Felix berjalan sendirian, dengan tangan berjemari kecil membawa satu tas kertas besar berisi bunga segar.
"Mau protes karena udah diribetin, tapi teman sendiri." Ia bergumam pada diri sendiri.
Sampai di tempat tujuan, Felix merogoh kunci yang ada di saku kanan mantel kecoklatan yang dulunya milik Seungmin, memasukkannya ke lubang kunci dan memutarnya. Sebelum membuka pintu yang sudah tidak terkunci, Felix sempatkan sekali lagi untuk menarik napas.
"Biasanya dengar dia ngomel pagi-pagi gini."
Sepi. Memang masih pagi, harusnya masih sepi.
Felix menarik napasnya panjang. "Aku nggak jaga toko lagi berkat kamu."
Tangan kurus Felix menekan gagang pintu, kemudian mendorongnya ke dalam.
Setelah pintu terbuka, Felix mengambil kantung kertasnya yang tadi diletakkannya di lantai untuk dibawa ke bagian dalam toko. Suara lonceng dari pintu yang dibuka dan ditutup menyambut telinga bocah kecil itu.
Felix meletakkan barang di atas meja, kemudian beralih ke bagian pojok dinding untuk menaikkan saklar dan menyalakan lampu-lampu di dalam ruangan. Ruangan jadi terang seketika.
"Eh, kebanyakan lampunya," gumamnya pada diri sendiri, lagi.
"Tapi aku lebih suka terang, sih." Kontemplasi sendiri dengan dirinya.
Sejurus kemudian, Felix menggeleng. "Sinar matahari aja," ujarnya, kemudian mematikan beberapa lampu. Yang tadinya terasa terang karena cahaya putih dari lampu, kini berganti dengan nuansa hangat kekuningan dari cahaya matahari pagi.
Felix mengambil tangkai bunga di tas belanjaannya. "Segar juga," komentarnya kepada bunga-bunga peony di sana. Dia menata bunga itu tanpa melakukan rutinitas membersihkan debu di etalase dan meja. Toh, nggak buka untuk hari ini, pikirnya.
"Kenapa sih, nitipnya bunga peony mulu? Suka banget, kayaknya? Apa karena lagi musim wisuda?" tanya Felix, entah kepada siapa.
Lama kelamaan, kesepian itu menjalar ke punggungnya.
Iya, Felix dan Seungmin bekerja di sebuah toko bunga. Sekarang tinggal Felix. Keduanya mencintai bunga-bungaan.
Tempat mereka dulu biasa bersenang-senang ada di pinggir jalan, di sebuah daerah pertokoan. Samping kanan toko roti, samping kiri butik kecil, seberangnya gedung apartemen dan perhotelan.
Toko bunga mereka di cat warna hijau kalem dengan aksen kayu-kayuan. Di depan pintu, di teras, pernah diletakkan beberapa keranjang berisi bunga-bunga kecil yang sekarang sudah Felix simpan di dalam.
Setiap pagi, Felix dan Seungmin yang dulu tinggal di satu flat yang sama, berangkat pagi-pagi sekitar pukul lima atau enam untuk pergi ke pasar bunga (kalau memang ada stok yang perlu dibeli). Mereka kemudian berjalan berdua menuju toko mereka dan menyiapkan segala sesuatunya sampai pukul tujuh. Pukul tujuh, mereka pergi ke tempat makan yang berjarak sekitar 3 blok dari toko bunganya. Sarapan pagi dan berbincang sebentar, kemudian mereka kembali ke toko. Toko mulai dibuka dan bisa menerima pelanggan pukul delapan pagi.
Rutinitas ini telah melekat dalam kehidupan Felix, entah sudah berapa tahun. Yang tentu saja, membuat semua kegiatan paginya susah dilupakan nantinya. Felix ingin terbiasa dan menganggap bahwa kesulitan itu wajar karena hari ini hanya hari pertama.
Anak berambut terang itu kemudian menyingkirkan kekhawatirannya dan mulai membungkus buket titipan teman kesayangannya.
***
Lampu sorot yang benderang, gemuruh penonton yang sorak, tubuh yang gemulai, serta buket peony yang ditinggalkan di dekat kaca.
Begitu banyak yang bisa dipikirkan, tapi otak hanya mau melayang ke satu orang yang tengah berjuang di medan lain.
![](https://img.wattpad.com/cover/237552560-288-k101831.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion and Sad Symphonies // 2min
ФанфикKenapa juga kau deskripsikan diri bagaikan bunga kamomil? Kau itu dandelion, Seungmin. Rapuh dan mudah terbang. [ Bxb / mxm ] [ SKZ ; Minho x Seungmin ]