jasmine

836 152 16
                                    

ini pertemuan yang terjadi sekali dalam seratus juta tahun
di galaksi yang luas ini,
efek cinta yang hanya terjadi sekali dalam seratus juta tahun

JKT48 - Presentase Meteor

*

Seungmin menatap lagi ponselnya. Bibir bawahnya maju karena dia bingung. Dia bingung dengan situasi yang dihadapinya kini.

Padahal yang ditatap Seungmin hanya seonggok pesan dari seseorang. Hanya satu bubble chat, tidak lebih. Isinya pun hanya,

Halo, ini Minho. Hari Jum'at nanti bisa makan bareng?

Yah, itu nggak 'hanya', sih. Mimpi apa dia kemarin lusa hingga seorang Minho, anggota dari DanceRacha, mengajaknya makan siang bersama.

"Belum dibales juga?" Felix sedang mengangkut satu keranjang berisi bunga krisan yang barusan dipotongnya. Ia melongok sedikit ketika lewat di depan Seungmin, iseng mengintip ponsel si anak anjing.

Tidak hanya bibir yang mengerucut, kini seluruh wajah Seungmin terlihat bagai habis diperas. Kusut.

"Belum! Harus aku bales apa?" tanyanya pada Felix.

Felix menarik kepalanya, menatap Seungmin heran. "Ya terserah kamu, lah. Bisa apa enggak itu makan bareng?"

Seungmin meletakkan ponselnya di meja dan memundurkan badannya untuk bersandar di punggung kursi. Bahunya diperosotkan juga.

"Bisa sih, bisa. Mau apa enggaknya itu, lho."

Felix menggeleng sambil mendecak. "Udah, mau aja. Hyunjin kan udah punya pacar, siapa tahu bisanya sama Minho," ujarnya.

Menghelakan napas berat, Seungmin berkedip beberapa kali sambil menatap langit-langit toko bunga. Roda di otaknya dipaksa berputar untuk mencari tahu kemungkinan yang bisa terjadi seandainya dia menerima atau menolak ajakan Minho.

Setelah berpikir lumayan lama, Seungmin akhirnya mengetikkan balasan untuk Minho.

"Lix, hari Jum'at nanti waktu istirahat, aku tinggal, ya," pamit Seungmin. Dari jauh-jauh hari, sekaligus laporan ke Felix kalau,

"Oh? Jadinya mau makan bareng?"

Jadi makan bareng Minho.

Seungmin mengangguk pelan. "Aku takut nanti Minho bilang yang enggak-enggak ke Hyunjin kalau aku tolak," katanya.

Dan jawaban Seungmin otomatis mengundang keraguan di benak Felix. "Kok gitu? Buruk banget prasangkamu?" kata Felix blak-blakan.

"Ish bukan gitu! Kan siapa tahu," sergah Seungmin.

"Kalau nggak mau ya bilang nggak mau aja, Seungmin. Ngapain mikirin kejauhan begitu?" tanya Felix agak tidak setuju dengan keputusan setengah hati yang dibuat Seungmin.

"Orang udah terlanjur."

Sisi inilah dari Seungmin yang Felix kadang tidak suka. Dia selalu memposisikan semua hal lewat sudut pandangnya dan enggan untuk mencoba untuk melihat melalui sudut pandang orang lain. Semua dilakukan seenaknya.

Felix menghela napasnya. "Yaudah, terserah."

***

"Oh, hai, Kak Minho. Aku Felix, temennya Seungmin." Felix menyambut Minho yang berdiri di depan toko. Kebetulan, Felix baru mau menyemprot tanaman kecil di teras. Dia tersenyum melihat Minho yang juga tersenyum.

"Seungmin? Oh, namanya Seungmin?" respon Minho.

Lah.

"Hyunjin nggak bilang kalau namanya Seungmin?" Felix bertanya.

Minho menggeleng.

Beberapa detik kemudian, Seungmin keluar dari toko. Laki-laki itu menatap Minho secara terang-terangan dari ujung kepalanya hingga ujung kaki.

"Kakak abis ngapain?" tanyanya.

Rambut Minho basah, bahkan beberapa bulir keringat terlihat masih menetes di pelipis, pipi, dan rahangnya. Laki-laki itu mengenakan satu kaus hitam tanpa lengan yang menunjukkan bisepnya. Di tangannya, satu botol minuman ditenteng. Ia mengenakan celana pendek dan sepatu lari. Selain itu, di telinganya tersumbat sebuah airpod putih.

Minho nyengir. "Abis lari siang," katanya.

Seungmin tergelak. "Lari siang? Apaan itu? Apa nggak panas?"

"Biasa aja," kata Minho sambil mengedikkan bahu. "Ini kan udah mau musim gugur."

Walaupun sulit mengerti, Seungmin menganggukkan kepalanya. "Yaudah, makan, yuk? Mau makan di mana?"

Tangan Minho menunjuk ke ujung jalan. "Di sana, nggak terlalu jauh, ada restoran ayam enak. Mau?" tawarnya.

Seungmin mengangguk. "Boleh." Ia menoleh ke arah Felix yang terlihat sibuk dengan bunga telang di pot-pot kecil. "Lix, aku tinggal, ya."

Berhenti sejenak dari kegiatannya, Felix mengacungkan jempol. "Hati-hati, ya. Telepon kalau ada apa-apa. Eh, Kak Minho, kakak simpan nomorku juga, ya. Nanti minta Seungmin."

Minho bingung, tapi mengangguk. "Oke," katanya di mulut, tapi dalam kepala bertanya-tanya, buat apa juga dia simpan nomor Felix?

Keduanya melengang kemudian, berjalan beriringan menuju tempat makan yang dituju.

"Felix emang kadang agak protektif, Kak. Biarin aja." Seungmin berkata.

"Felix itu siapa kamu, sih?"

"Wow, wow, pelan-pelan, Kak. Kenapa langsung menjurus yang pribadi gitu?" Seungmin berkata penuh antisipasi. "Nanti, ya. Pelan-pelan aku ceritain."

Ada yang berkecamuk di pikiran Minho. Menurutnya, pertanyaan tadi adalah pertanyaan yang kelewat wajar untuk basa-basi, tapi Seungmin sudah anggap pribadi? Lalu apa yang bisa ditanyakan Minho?

"Udah lihat video baru DanceRacha?" Untung otaknya encer.

"Sudah, dong!"

"Gimana menurut kamu bagian solonya?"

"Pretty, as always," jawab Seungmin. Dia mengingat-ingat kembali tentang video yang keluar hari Senin kemarin. "Ah, tapi bajunya agak ganggu, ya, Kak? Kak Minho kayak risih gitu."

Mata Minho membulat takjub akan detail yang diperhatikan Seungmin. "Iya!" Dia kelewat antusias. "Itu emang konsepnya, harus bisa nari walaupun outfitnya berantakan," kata Minho.

"Ada filosofinya?" tanya Seungmin.

"Kehidupan," jawab Minho. "Kehidupan nggak selalu menyediakan sesuatu yang cocok sama kita. Kadang-nggak kadang. Sering, lingkungan kita bikin risih, kan?"

Iya, kayak aku sekarang, batin Seungmin.

"Aku bertugas nunjukkin rasa risihnya, terus Hyunjin yang mendem. Kelihatan beda, kan? Di ujungnya, merhatiin, nggak?"

Seungmin ingat bagian akhirnya, karena dia sempat berpikir kok bisa Minho tertawa selebar itu, sementara Hyunjin tidak.

"Iya, merhatiin. Kakak lebih seneng daripada Hyunjin, kelihatannya."

"Betul. Aku lebih lega karena orang-orang tahu kesusahan yang aku lewatin. Itu yang bakal didapet di akhir perjuangan, kalau kamu berani nunjukkin ke orang lain bahwa kamu berusaha. Paham maksudku?"

Seungmin tergelak. "Ternyata dalem banget artinya. Itu riset dulu apa asal aja? Soal kesimpulan yang terakhir itu."

"Asal aja, aku yang ngarang." Minho ikut terkekeh.

Seungmin mengangguk. Menurut dia, pikiran Minho ada benarnya. Buat apa menyembunyikan sesuatu?

Tapi kalau memang tidak ada orang yang memerdulikan atau mau repot-repot menanyakan keadaan kita, kita tidak perlu memberitakan kesusahan kita, bukan?

Menurut Seungmin begitu.

*

Dandelion and Sad Symphonies // 2minTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang