petunia

708 137 22
                                    

aku tidak ingin bermain-main
aku lelah karena harus mengejar dan mengejarmu.

Melanie Martinez - Play Date

*

Bermalam-malam kemudian, Seungmin menjalin hubungan yang lumayan baik dengan Minho. Keduanya bertukar cerita, serpihan masa lalu, sebagian cita-cita, dan berbagai hal lain, tentang Minho.

Sambil memandangi dedaunan yang masih hijau, Seungmin mengangkat telepon dari teman barunya.

"Ke mall? Ngapain?"

"Beli kamera." Minho, dengan suara musik klasik di belakang punggungnya, berkata dari ujung telepon.

"Nggak mau, ah. Males ke tempat ramai orang gitu," kata Seungmin.

"Ayolah, udah nggak ada yang mau ini teman-temanku," rengek Minho.

"Sogok, coba?" Seungmin menawarkan sebuah cara untuk Minho.

"Susu stroberi yang waktu itu kamu minta, mau? Itu aku beli di mall," tawar Minho. Waktu Minho mengunjungi toko bunga tiga hari yang lalu, dia sedang membawa susu yang diminta Seungmin dan Seungmin terlihat sangat menyukainya.

Oh, tidak. Seungmin tergoda. Bayangan rasa susu itu sudah terasa di indra pengecapnya. Selain itu, dia juga sudah lama sekali ke tempat yang banyak orang. Juga, di mall kan ada toko bunga, satu atau dua. Seungmin bisa main ke sana. Hmm ...

"Besok, ya? Besok bisa, sih." Seungmin berkata. Bolpoin di tangannya diputar seraya dia berpikir. "Felix nggak ada kelas kalau hari Selasa, jadi dia seharian jaga toko."

"Yes. Great then," Minho memekik kecil, "aku ke tokomu jam sebelas."

"Mm-hm, oke."

***

Kata Minho, alasannya mengajak Seungmin adalah karena dia sangat membutuhkan kamera ini sedangkan Hyunjin dan teman-temannya yang lain sedang tidak bisa berangkat. Hyunjin, tentu saja sedang asik memadu kasih dengan sang pacar.

Sebelum mencari kamera yang hendak dibeli Minho nantinya, si penari itu mengajak Seungmin berkeliling terlebih dahulu. Mereka bahkan sempat bermain di arcade dan pergi ke toko bunga yang ternyata menjual bunga plastik, bukan bunga betulan. Namun tak apa, Seungmin tetap suka bunga apapun itu bentuknya.

Kemudian mata Seungmin berbinar ketika masuk ke dalam outlet yang menjual berbagai jenis kamera. Lensa bulat bagai sedang berpusat ke arahnya dan Seungmin tidak berniat untuk menghindar. Dia suka tempat yang baru ini dikunjunginya bersama Minho. Kalau tidak ingat dia sudah dewasa, Seungmin pasti sudah berlarian kesana kemari sambil memerhatikan lekat lensa-lensa yang berjajar di tembok putih, seperti yang dilakukannya di arcade.

"Kamu baru pertama kali ke sini apa gimana?" tanya Minho.

Seungmin menoleh, mengangguk dengan kencang.

"Kenapa?"

Ditanya begitu, Seungmin jadi berpikir. "Nggak tahu. Kenapa, ya?"

Minho mendengus dengan jawaban bocah barusan. Ia mengedikkan bahu, kemudian menghampiri mas-mas penjaga gerai untuk meminta rekomendasi kamera. Seungmin sendiri duduk di sofa yang ada di belakang Minho sambil menggoyangkan kakinya santai.

Clap.

Flash dari kamera yang barusan dicoba Minho menyilaukan mata Seungmin. Refleks, mata anak itu mengkerut, kemudian mengerjap.

Minho terkekeh. "Jangan ngelamun," katanya, kemudian memerhatikan foto Seungmin yang muncul di layar kamera.

Cih, andai bisa ditransfer langsung ke ponselnya. Seungminnya sangat imut, soalnya. Mata dan bibir yang membulat karena terkejut.

"Siapa yang ngelamun?!" protes Seungmin.

"Yasudah, Mas. Saya beli yang ini aja," kata Minho, mengarah pada kamera berwarna putih yang masih ada di tangannya.

Kamera Minho resmi menjadi miliknya setelah sekitar 20 menit kemudian.

"Ngantuk?" tanya Minho, melihat Seungmin yang berdiri dari sofa sambil menguap.

Si Seungmin mengucek matanya sambil mengangguk. "Iya, ngantuk banget. Kayaknya kurang minum," kata Seungmin.

"Yaudah, kita makan dulu, terus beli susu yang udah aku janjiin. Gimana?" kata Minho.

"Oke." Seungmin setuju.

Omong-omong, ini bukan banyak adegan yang dipadatkan, melainkan memang mereka diam-diam saja selama berjalan di mall ini. Mau membicarakan apa juga tidak ada topiknya. Jadilah, kalau kalian bisa melihat mereka, kalian akan melihat sesosok Minho yang berjalan, dan dibelakangnya mengekorlah si Kim Seungmin.

Sampai di pujasera.

"Tunggu di sini," kata Minho.

Seungmin menurut. Dia menurut terus.

Tak lama, sekitar sepuluh menit kemudian, Minho datang dengan dua piring nasi goreng dan dua gelas teh. Dia meletakkan makanannya di meja.

Seungmin mengeluarkan ponselnya.

"Aku lihat dari kemarin, kamu suka foto makanan. Buat dipamerin?" tanya Minho bercanda.

Seungmin menggeleng. "Buat dikirim ke Felix," katanya.

Minho menelan pertanyaan yang hendak dilontarkan selanjutnya. Pikirnya, Felix lagi.

Alis Seungmin bertaut setelah dia mengirim foto makanan ke Felix. "Kak, ini jam empat sore?" tanya Seungmin.

Apa memang sudah hampir lima jam mereka ada di mall? Berjalan-jalan dan bermain tadi, menghabiskan waktu lima jam? Memang sih, permainan yang mereka lakukan di arcade ada banyak. Tapi tidak Seungmin sangka juga kalau ternyata sudah segitu lama waktu berlalu.

Minho mengangguk menanggapi pertanyaan Seungmin.

Seungmin terlonjak. Dia berdiri. "Pantes kebelet pipis!" serunya.

Minho terkekeh, kemudian berujar, "yaudah sana, pipis. Jangan ilang."

Seungmin melesat ke kamar mandi kemudian.

Lima menit, sepuluh menit, lima belas menit, hingga bermenit-menit terlalu lama waktu yang dihabiskan Seungmin di kamar mandi.

Minho berniat mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi si penjual bunga, tapi yang muncul di layar membuatnya terkejut. Terkejut, marah, dan kecewa jadi satu.

Pesan dari Kim Seungmin. Isinya:

Kak, maaf. Aku pulang duluan. Aku lupa kalau sudah ada janji. Maaf sekali, besok-besok waktunya aku ganti, ya! Terima kasih hari ini. Aku senang, kok! :D

*


.a/n

Halo ._. Masih ingat kaaaaah

Cuma penasaran, kalian yang baca cerita ini, baca ceritaku yang lain apa yang ini aja? '-'

Dandelion and Sad Symphonies // 2minTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang