Mereka boleh bilang kami gila dan aku hanya akan menutup telinga
Setiap aku berbaring, warna terang mengisi kepala
Jutaan mimpi kerap membuatku terjagaHugh Jackman and Michelle Williams - A Million Dreams
===
Seungmin berdiri di depan konter, melipat tangannya di dada.
"Apa?" Felix mendongak akhirnya, setelah lima menit Seungmin berdiri di depan.
"Harus ikut!" Matanya menatap tajam ke arah Felix, memaksa Felix untuk ikuti perintah Seungmin.
"Nggak mau." Taunya si Felix balas tatap tajam Seungmin yang lebih muda 7 hari darinya.
"IH harus ikut, Felix!" Seungmin menggebrak meja di antara mereka berdua.
Felix tak mau kalah. Dia menggebrak meja sambil berdiri juga. "Dibilang enggak ya enggak! Kenapa sih egois banget? Yang kamu pikirin selalu aku, aku, aku!"
Seungmin diam, menatap Felix sambil terkejut. Mundur satu langkah ke belakang. Dadanya berdebar, terkejut dibentak Felix. Tubuhnya bergetar dan matanya berputar ke arah lain selain mata Felix.
"Sana ke belakang. Istirahat," kata Felix, kali ini sudah lebih tenang.
Tidak mau memperkeruh suasana dan membuat bunga-bunga bersedih hati menyaksikan pertengkaran dua bersaudara, Seungmin mengangguk dan menyeret pelan kakinya ke satu ruangan di belakang, dekat gudang. Di sana ada satu kasur busa untuk mereka beristirahat di siang hari. Si laki-laki muda itu duduk sambil memerhatikan beberapa lukisan bunga yang terpasang di dinding di depannya.
Merenung, memikirkan Felix dan perasaannya sendiri. Felix masih muda, punya banyak talenta. Semua orang juga tahu kalau apa yang dikerjakan Seungmin dengan menjalankan toko bunga ini juga tidak menghasilkan hasil yang seberapa. Seungmin hanya tidak mau Felix membuang-buang waktu dan membuat masa mudanya sia-sia. Felix berhak sekali berkembang lebih hebat darinya.
Seungmin tahu betul kalau Felix selalu ingin mengasah bakat menarinya. Seungmin tahu betul kalau akademi tari di kota itu adalah salah satu tempat yang paling ingin Felix datangi untuk belajar. Seungmin tahu betul. Semuanya tentang Felix, dia tahu betul.
Ingatannya terlempar ke sepuluh tahun silam, ketika keduanya masih sama-sama kecil. Gambaran itu adalah tentang Felix yang diperkenalkan oleh orang tuanya sebagai 'malaikat penjaga' Seungmin. Diri Seungmin ketika kecil adalah seseorang yang mudah diserang kesepian. Banyak keterbatasan yang dimiliki si anak polos itu, sehingga seringkali dia terpaksa menjalani hari seorang diri.
Namun semuanya berubah sejak kedatangan Felix. Yang satu itu benar-benar tidak pernah absen ada di sisi Seungmin. Seungmin menghargai Felix lebih dari apapun dan dia selalu ingin Felix untuk bahagia. Karenanya, terkadang, Seungmin memaksa Felix untuk mencari kebahagiaannya tanpa harus memikirkan Seungmin.
"Nggak tau ah, bodo." Akhirnya Seungmin menyerah dengan pergelutan di benak. Dia sekarang berbaring sambil memainkan ponselnya. Biar saja Felix yang jaga toko, 15 menitan.
*
"Udah baikan?"
Pukul lima sore, studio tari. Minho sudah bermandikan peluh ketika Hyunjin membuka pintu kaca dengan baju yang masih rapi.
Hyunjin mengangguk sambil tersenyum sumringah. "Udah! Thanks, ya, Kak, buat sarannya."
"Saran apa?"
"Saran ngasih bunga. Kemarin aku tanya cara minta maaf ke pacar, dijawab bunga. Heran ya, jomblo sarannya manjur banget."
Sebuah kesalahan Hyunjin mendekat ke Minho, jadi gampang naboknya.
"Dih kok dipukul?" Hyunjin memegang lengannya yang barusan ditinju Minho.
"Siapa bilang boleh ngatain?"
"Nggak ngatain itu, kan? Kenyataan," kata Hyunjin. Dia sedang melakukan rangkaian pemanasan.
Waktu sampai di peregangan kaki, Hyunjin memulai kegiatan kesukaannya. "Eh, Kak."
"Apa?"
"Tadi yang jaga toko bunganya manis banget deh." Hyunjin mengangkat satu kakinya seraya berbicara.
Minho menoleh, berkacak pinggang sambil memerhatikan Hyunjin. "Wah, parah. Mau selingkuh, ya? Aku aduin pacar kamu."
"HEH!" Hyunjin terkejut. "Bukan gitu!" Kalau saja refleksnya tidak bagus, mungkin sekarang dia sudah terjungkal.
"Terus?"
"Cobalah ketemu, siapa tau tipe Kakak," kata Hyunjin santai. Dia melanjutkan rangkaian selanjutnya, melompat sambil menepuk tangan di atas kepala.
Minho mendengus. "Apa dah, nggak butuh."
"Ish coba dulu. Di toko bunga yang kemarin kita lewat itu, lho." Hyunjin memaksa.
"Buat apa sih, lagi sibuk mau lulusan di akademi. Lagian kita mau ngadain first live performance, bukannya disuruh fokus malah disuruh pacaran."
"Justru itu. Biar nggak ngenes kalau aku kegiatan sambil ajak Jisung. Kakak kayak obat nyamuk, tau nggak? Tenang aja, Kakak kan suka kucing. Dia manis kayak kucing," kata Hyunjin. "Dan dia ngefans sama DanceRacha."
Minho menghela napas berat mendengar kalimat terakhir Hyunjin. Justru itu yang dia hindari.
"Yaudah, lihat besok," kata Minho final, daripada dibacotin terus menerus oleh Hyunjin.
*
Puas berbaring yang ternyata lebih dari lima belas menit, Seungmin berjalan lagi ke bagian depan toko untuk meminta maaf dan mengobrol lagi dengan Felix.
Langkahnya berhenti dengan ragu ketika ia lihat Felix memandang ke pintu dengan tatapan kosong.
"Lix?" panggil Seungmin pelan.
Felix menoleh kaku. "Seungmin..."
*
.a/n
So uhm, maaf ngaret. Aku kira kemarin hari Rabu, ternyata Jum'at :'D
![](https://img.wattpad.com/cover/237552560-288-k101831.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion and Sad Symphonies // 2min
FanfictionKenapa juga kau deskripsikan diri bagaikan bunga kamomil? Kau itu dandelion, Seungmin. Rapuh dan mudah terbang. [ Bxb / mxm ] [ SKZ ; Minho x Seungmin ]