13. Opa

22.6K 2.1K 29
                                    

Setelah kejadian dimana Xavier nangis karena dicium, papa Dami langsung diomelin sama mama. Xavier juga mendiami Damian.

Sekarang mereka sedang dalam perjalanan ke rumah orangtua Damian.

Xavier duduk di kursi belakang bersama Dillo dan Edwin.

"Kak, dingin~" ucap Xavier sedikit merengek.

Padahal Xavier memakai sweater berwarna putih. Tapi, perjalanan ke rumah opa terasa sangat dingin.

Dillo yang mendengar rengekan adik bungsunya langsung mengambil selimut yang sudah tersedia di mobil. Xavier seringkali merasa kedinginan. Jadi mereka sepakat untuk membawa beberapa perlengkapan yang kira-kira Xavier butuhkan.

Dillo membungkus tubuh Xavier dengan selimut tebal itu.

"Adek tidur aja, nanti kalo udah sampe biar papa gendong" ucap Damian

"Adek lagi ngambek sama papa, bangunin adek nanti" ucap Xavier kemudian menyenderkan kepalanya ke bahu Edwin.

Dillo menahan tawanya melihat raut wajah papanya yang cemberut. Sungguh! Muka papanya konyol sekali!

Edwin mengusak surai Xavier lembut.

"Tidur Vier" ucap Edwin ketika melihat mata Xavier yang mulai menutup.

Xavier pun terlelap dengan bersandarkan bahu Edwin.

Dillo yang merasa posisi itu tidak nyaman bagi Xavier langsung mengangkat Xavier ke pangkuannya. Membiarkan kepala Xavier bersandar di dadanya.

"Have a nice dream baby Vier"

Kemudian mereka kembali fokus menatap jalanan yang mereka lalui.

Setelah hampir 3 jam berada dalam mobil, akhirnya mereka sampai di mansion milik Edward, papanya Damian.

Mereka keluar dari mobil dengan Xavier yang berada di gendongan Edwin.

Xavier sendiri sudah mulai terbangun. Ia mengerjapkan matanya perlahan dan memberontak saat mendapati dirinya digendong oleh Edwin.

"Ed, turunin Vier. Vier udah bangun" ucap Xavier sambil mencoba turun dari gendongan Edwin. Ia menendang ke segala arah agar Edwin kewalahan.

"Diam Vier" ucap Edwin

"VIER MAU TURUN! VIER MAU JALAN SENDIRI! TURUNIN VIER! TURUNIN!" teriak Xavier dengan keras.

"XAVIER DIAM" ucap Edwin keras. Xavier tidak mendengar perintah Edwin.

Sebenarnya Xavier sedikit terkejut. Terbukti dari matanya yang sedikit berkaca-kaca. Tapi dia tidak memberhentikan pemberontakannya.

"Jangan teriak-teriak ya sayang. Jangan nangis nanti baby sakit" ucap Rona dengan lembut. Dia bisa melihat Xavier yang sudah ingin menangis.

"TIDAK MAU! HIKS TURUNIN VIER!" teriak Xavier dengan keras disertai isakannya. Tanpa dia sadari, sedari tadi ada seseorang yang sudah menatapnya tajam.

"Baby"

Xavier menoleh ke belakang. Ia dapat melihat opanya menatapnya tajam.

"Siapa yang mengajari baby teriak-teriak pada mama dan Edwin" ucap Edward penuh penekanan.

"Hiks"

Xavier memeluk leher Edwin dengan erat.

Edward menghela napas kasar. Katakanlah ia berlebihan. Ia terlalu khawatir dengan cucu bungsunya yang nakal ini.

"Opa akan memanggil dokter Arvan untuk memeriksa tenggorokanmu" ucap Edward pada Xavier. Ngomong-ngomong, dokter Arvan adalah dokter pribadi keluarga mereka.

Xavier Rezvan Avilash (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang