40. Lembaran Baru (END)

17.7K 1.1K 21
                                    

Aldrick merasakan usapan di kepalanya. Ia membuka matanya dan menatap Viona yang sedari tadi mengusap rambutnya dengan pandangan sendu.

"Viona..." lirih Aldrick.

"Kamu tidak seharusnya ada disini Aldrick" ucap Viona pelan.

"Aku... merindukanmu dan maafkan aku" ucap Aldrick kemudian memeluk Viona dengan erat.

"Aku... sudah tidak marah padamu. Putraku bahkan memaafkanmu jadi mengapa aku harus marah padamu?" ucap Viona dengan senyum kecil.

Aldrick menatapnya bingung.

"Kamu bertemu putra kita?"

Viona menganggukkan kepalanya.

"Putra bungsu kita, Xavier. Aku sempat mengajaknya untuk ikut denganku, namun ia lebih memilih bersama daddy dan kakak-kakaknya" ucap Viona sembari tersenyum.

Aldrick bungkam. Ia bingung harus mengatakan apa tapi ia bersyukur Xavier memilihnya dan anak-anaknya. Jika tidak, mungkin ia akan kehilangan putranya yang satu itu.

"Lalu, bagaimana kau bisa ada disini?" tanya Viona

"Aku.. tidak tahu" ucap Aldrick terlihat cemas. Ia pun tak tahu bagaimana ia bisa berada disini bersama Viona.

"Kembalilah" ucap Viona

"Bagaimana denganmu? Aku juga tidak bisa meninggalkanmu" ucap Aldrick lirih.

Viona tersenyum tipis.

"Aku akan mengawasi kalian dari sini. Kembalilah, Aldrick. Kau akan kembali membuat anak-anak kita menangis jika terus berada disini" ucapnya sembari membujuk Aldrick untuk meninggalkannya.

Melihat Aldrick yang terdiam, Viona langsung saja menarik tangan Aldrick menuju ke cahaya yang sangat terang.

"Hiduplah dengan baik bersama anak-anak. Aku mencintaimu. Selamat tinggal"

Itulah kata-kata terakhir yang ia dengar sebelum semuanya menjadi gelap.

Ia berusaha membuka matanya untuk melihat tempatnya berada sekarang.

"Dad?"

Suara itu...

"Aldrick?"

"Daddy?"

Suara keluarganya.

Ia mulai membuka kedua matanya. Dapat ia rasakan genggaman tangan seseorang pada telapak tangannya.

"Xavier" ucapnya sedikit sulit karena masker oksigen yang menutupi hidung dan mulutnya.

"Arvian"

"Erlos"

"Tamara"

Mendengar daddy mereka merespon, Arvian kembali menekan tombol darurat.

Adolf, Vergio, dan Damian yang baru saja datang langsung mendekat. Mereka menunjukkan raut lega ketika melihat Aldrick sudah membuka matanya.

Erlos dan Tamara juga merasa lega. Raut khawatir yang sempat mendominasi berganti dengan senyum tipis.

Sedangkan Xavier. Ia hanya diam sambil menggenggam telapak tangan Aldrick.

Meskipun begitu, setiap orang yang melihatnya akan tahu bahwa anak itu sedang menahan tangisannya. Tangisan takut kehilangan.

Punggungnya bergetar meski samar. Membuat semua orang menjadi khawatir dengan anak itu.

Aldrick mengusap rambut Xavier perlahan.

"Daddy tidak apa-apa" ucapnya pelan.

Xavier tetap diam, namun tangannya semakin erat menggenggam telapak tangan Aldrick. Ia sedang bersusah payah menahan dirinya agar tidak menangis.

Xavier Rezvan Avilash (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang