16. Tertekan

19.9K 2K 35
                                    

Damian berlari memasuki lift menuju lantai paling atas setelah mendapat kabar dari bawahannya kalau Xavier ada di sana. Ia memang menyuruh bawahannya memeriksa seluruh CCTV untuk mencari keberadaan putra bungsunya.

Sesampainya di lantai paling atas, ia melihat gelato yang dibawa kabur oleh Xavier tergeletak tepat di depan lift.

Firasatnya menjadi tidak enak.

Ia mempercepat langkahnya menuju kamar mandi di lantai ini. Pintu kamar mandi itu terbuka dan ia bisa mendengarkan tangisan Xavier.

Dengan segera, Damian masuk dan mendekati Xavier yang masih menangis dengan sangat kencang. Ia terkejut melihat dagu putranya yang memerah bahkan tubuh putranya sedikit bergetar seperti orang yang sangat ketakutan.

"Baby" panggil Damian

Xavier mendongakkan kepalanya.

"Papa" lirihnya kemudian memeluk papanya erat.

"Vier gak mau sama om itu hiks, Vier maunya sama papa, om itu jahat hiks, om itu mau misahin Vier sama papa, hiks Vier gak mau" racau Xavier

Damian terdiam. 'Om itu? Siapa om itu?' batinnya.

Damian baru akan bersuara namun Xavier lebih dulu kehilangan keseimbangannya dan tak sadarkan diri. Damian segera menangkapnya sebelum anak itu menghantam lantai. Ia panik.

"Sayang?! Bangunlah baby, kenapa bisa begini Vier?" ucap Damian sembari menepuk pelan pipi Xavier.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, Damian menggendong Xavier dan membawanya ke rumah sakit. Setelahnya ia menelpon anggota keluarganya yang lain agar segera menyusulnya ke rumah sakit terdekat di kawasan ini.

Selama perjalanan, Damian tak henti hentinya mengelus surai Xavier dan mengecup pucuk kepalanya. Xavier tidak pernah seperti ini sebelumnya. Siapa yang berani melukai putranya!?

Sesampainya di rumah sakit, Damian langsung berlari menuju resepsionis.

"Ruang VIP, carikan dokter terbaik di rumah sakit ini untuk memeriksa putraku, cepat lakukan atau akan ku bakar rumah sakit ini" ucap Damian dingin.

"B-baik tuan" ucap resepsionis itu. Ia tentu tau siapa yang ada di hadapannya. Tentu saja ia tidak berani menegur seorang mafia karena ia masih sayang nyawa.

Seorang dokter datang menghampiri mereka dan menunjukkan jalan ke ruang VIP di rumah sakit ini.

Begitu sampai di sana, Damian langsung membaringkan Xavier di atas brankar. Dokter yang ada di sana dengan segera memeriksa keadaan Xavier. Setelahnya ia membalikkan badannya menghadap ke arah Damian.

"Maaf, apa ada hal yang terjadi baru-baru ini di keluarga kalian atau hal yang kira-kira membuat putra anda tertekan? Pikiran putra anda sepertinya terpengaruh oleh suatu hal dan rautnya gelisah seperti takut akan sesuatu, matanya sembab jadi kemungkinan ia sudah menangis cukup lama. Sudah pasti, stress dan kelelahan yang menyebabkannya drop" ucap dokter Fero, dokter yang menangani Xavier.

"Tidak, ia memang sempat menangis kencang tadi entah karena apa kemudian langsung pingsan. Jadi apakah putra saya perlu dirawat?" ucap Damian

"Ya, untuk sekarang ia perlu dirawat. Saya akan memastikan perkembangan kondisinya nanti. Saya sarankan tuan untuk menghiburnya dan mengalihkan pikirannya saat ia bangun nanti" ucap dokter Fero.

Damian menganggukkan kepalanya. Setelahnya dokter Fero keluar dari ruangan itu bersamaan dengan masuknya anggota keluarga lainnya yang baru saja sampai.

"Apa yang terjadi sebenarnya sayang?" tanya Rona pada Damian. Ia sangat khawatir. Ia mendekat ke arah Xavier lalu mencium keningnya kemudian menaikkan selimut putranya sebatas dada agar putranya nyaman.

Xavier Rezvan Avilash (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang