27. Handphone

8.8K 1K 29
                                    

Sepulang sekolah, Xavier langsung masuk ke kamarnya. Aldrick memang memberikan kamar pribadi untuk Xavier karena Xavier yang meminta. Tentunya tetap dijaga dengan ketat oleh para bawahan Aldrick.

Xavier merebahkan tubuhnya diatas kasur. Ia sudah mencoba melupakan kejadian di sekolah tadi. Tapi tetap saja rasanya ia ingin menangis.

CKLEK

Erlos masuk ke kamar Xavier sambil menenteng sebuah paperbag. Tadi adiknya benar-benar terlihat murung. Jadi, mungkin dengan ini ia bisa menghibur adiknya meski tak banyak.

Xavier menoleh ke arah pintu.

"Kak Erlos?"

Erlos tersenyum tipis kemudian mendekat ke arah Xavier.

"Kenapa?" tanya Erlos

Xavier menatapnya bingung.

"Hm? Apanya yang kenapa?" ucapnya

"Kenapa murung?" ucap Erlos

Xavier diam. Apa ia cerita saja ya? Kakak pertamanya kan tidak galak seperti kakak kedua dan daddynya.

Erlos sedikit terkejut saat Xavier memeluk perutnya.

"Tadi di sekolah, Aldo sama Edwin ngejauhin Vier. Apa mereka udah nggak sayang Vier lagi?" ucap Xavier dengan mata yang agak sembab. Ia menangis cukup lama di sekolah.

Erlos diam-diam mengerti apa yang terjadi. Aldo dan Edwin pasti sengaja menjauh dari Vier karena ancaman daddynya. Ia cukup paham kalau kedua anak itu hanya tidak ingin Xavier mendapatkan masalah.

Sebenarnya ia kasihan dengan adiknya yang dikekang oleh daddy mereka. Adiknya juga butuh sosok ibu yang bisa adiknya dapat dari keluarga Damian dan keluarga Vergio.

Bukan hanya Xavier, tapi ia harap kesalahpahaman ini dapat cepat terselesaikan hingga kedua adiknya yang lain juga bisa merasakan kasih sayang seorang ibu lagi. Terutama Arvian. Meskipun sifat anak itu keras, itu karena dia kekurangan kasih sayang. Daddy mereka berubah tepat setelah mommy mereka pergi. Sebagai anak tertua, ia tidak masalah dengan itu, tapi menurutnya, adik-adiknya perlu.

Erlos mengusak surai Xavier dengan lembut.

"Jadi baby sedih karena itu. Coba lihat deh kakak bawa apa" ucap Erlos sambil mengangkat paperbag itu di atas wajah Xavier.

Xavier beranjak dari tidurnya. Ia menatap kakaknya dengan raut bertanya.

"Buat Vier?"

Erlos menganggukkan kepalanya.

Xavier membuka paperbag itu dan menatap berbinar ke arah Erlos. Ia mengeluarkan benda itu.

"Woah... Handphone" ucap Xavier senang.

Ya. Itu adalah handphone keluaran terbaru dan termasuk limited edition. Erlos sengaja membelinya langsung dari pabrik dengan harga yang sedikit mahal. Tapi tak masalah selama itu bisa membuat adiknya senang.

Xavier tidak membawa ponselnya saat pulang ke sini. Jadi, ia tidak bisa menghubungi papa dan papinya. Selain itu, Aldrick juga tidak akan membiarkan dirinya memegang ponsel.

"Makasih kak" ucap Xavier kemudian memeluk Erlos erat.

Erlos membalas pelukan itu tak kalah erat.

"Baby tidak mau menelpon papa dan papinya baby?" tanya Erlos. Ia melepas pelukan mereka agar bisa melihat wajah Xavier.

"Boleh?" ucap Xavier ragu.

Erlos menganggukkan kepalanya.

"Asal jangan sampai ketahuan daddy" ucapnya

Xavier tersenyum lebar kemudian mengetikkan nomor ponsel Damian. Selain ponsel baru, Erlos juga sengaja menyiapkan kartu dengan nomor baru agar Xavier bisa menelpon Damian dan Vergio.

"Siapa kau?" ucap suara di seberang sana dengan dingin.

"Halo papa" ucap Xavier semangat.

"Vier? Baby?" ucap Damian terkejut. Ia hampir saya menolak nomor tidak dikenal yang menghubunginya.

"Vier kangen papa" ucap Xavier lalu melirik ke arah Erlos.

Erlos dapat melihat mata adiknya sedikit berkaca-kaca. Sudah pasti adiknya rindu, mereka sudah berpisah cukup lama. Ia hanya bisa tersenyum tipis sambil mengusak surai adiknya gemas.

"Papa juga kangen. Sabar sebentar lagi ya sayang. Nanti papa janji kita akan kumpul sama-sama lagi. Ada keluarga papa, papi dan daddy. Nggak ada marah-marahan lagi" ucap Damian penuh keyakinan.

Xavier menganggukkan kepalanya tanpa sadar. Ia menatap layar ponsel dan mengusap nama papanya pelan.

"Oh iya baby, bagaimana baby bisa menelpon papa?" tanya Damian penasaran.

"Ini semua karena bantuan kak Erlos, papa. Kak Erlos beliin Vier handphone supaya Vier bisa ngomong sama papa, papi sama yang lain. Kak Erlos juga ada disini loh pa" ucap Xavier kemudian mendekat ke arah Erlos.

Ia memberikan ponsel itu ke Erlos kemudian berbaring di paha Erlos dan mulai memejamkan matanya. Di antara ketiga kakaknya, ia paling merasa nyaman bersama Erlos.

Erlos yang menyadari bahwa Xavier memberinya waktu untuk berbicara dengan Damian hanya mampu menggelengkan kepalanya pelan. Ia mengusak pucuk kepala adiknya kemudian berbicara dengan papa adiknya.

"Halo paman" ucap Erlos

"Halo nak. Panggil aku papa. Kamu juga putraku. Papa benar-benar berterimakasih kamu mau membantu Xavier untuk bicara dengan papa. Papa sudah mulai menemukan bukti dari kejadian itu. Jaga dirimu dan adik-adikmu dengan baik son" ucap Damian panjang lebar.

Erlos terdiam sejenak kemudian membalas perkataan Damian.

"Ya papa. Aku mengerti" ucapnya

Setelahnya ia mengembalikan ponsel itu ke Xavier agar mereka bisa lanjut mengobrol. Ia memilih berjaga-jaga di luar, takut Aldrick tiba-tiba datang.

Saat membuka pintu, ia dikejutkan dengan Aldrick yang sudah berada di depan pintu.

"Dad"

TBC

_________________________________________

Double up hahahaha

Segini dulu ya 😭 capeee mau rest dulu bentar 🙏

Kapan-kapan lagi ❤️

Xavier Rezvan Avilash (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang