29. Sedikit Tersadar

9.9K 1.1K 43
                                    

Begitu menekan saklar lampu kamar mandi, Arvian dan Tamara dapat melihat tubuh Xavier yang sudah basah kuyup akibat air yang masih mengguyur tubuh kecil itu. Bahkan Xavier sudah terlihat lemas dan terus menggigil kedinginan. Ternyata daddy mereka mengatur suhu air ke suhu rendah.

Arvian langsung saja mendekat dan mematikan shower itu. Ia menggunakan lututnya sebagai tumpuannya kemudian menangkup wajah Xavier yang terasa dingin sedangkan Tamara berusaha melepaskan tali yang mengikat kedua tangan dan kaki adiknya itu.

"Vier denger kakak?" ucap Arvian sambil menepuk pelan pipi Xavier.

Xavier tidak menjawab ucapan kakaknya. Ia masih sadar, hanya saja rasanya sulit untuk bicara di saat ia menggigil kedinginan. Bahkan ia merasa tidak punya tenaga untuk sekedar membuka matanya. Lama kelamaan napasnya terasa berat hingga beberapa menit kemudian ia kehilangan kesadarannya sepenuhnya.

Arvian memeluk Xavier untuk membagi panas tubuhnya. Dengan cepat, ia mengangkat Xavier kemudian membawanya ke kamar adiknya itu untuk mengganti pakaian adiknya yang basah. Setelahnya, ia menyelimuti adiknya dengan selimut tebal lalu segera menggendongnya keluar dari kamar. Xavier harus segera mendapat penanganan dari dokter.

Tamara mengikuti langkah kaki kakaknya dengan sebuah kain dan sebaskom air panas di tangannya. Mungkin mengompres dahi adiknya akan sedikit membantu adiknya agar tidak terlalu kedinginan.

Para anggota Demon King yang tadi berusaha menangkap mereka pun terdiam saat melihat Xavier yang tidak sadarkan diri dengan wajah yang agak pucat. Mereka tidak mau jika perbuatan mereka membuat nyawa tuan muda terkecil mereka dalam bahaya.

Sedangkan jika kalian penasaran dimana Aldrick, ia masih berada di kamar Erlos. Terdiam dengan cambuk di tangan kanannya. Erlos sendiri juga sudah tumbang di hadapannya dengan punggung yang mengeluarkan darah. Emosi yang tadinya membara mulai padam hingga kesadarannya mulai kembali. Ia menatap tangannya yang sempat menampar dan mencambuk putra sulungnya serta mengurung putra bungsunya di kamar mandi dengan air yang dinyalakan.

Ia bahkan tidak percaya ia bisa melakukannya sejauh ini. Ia membuang cambuk ditangannya kemudian mendekati putranya. Tangannya menyentuk luka cambuk yang masih basah di punggung putra sulungnya pelan. Sungguh. Ia tidak bermaksud melakukannya sampai separah ini.

Dengan perlahan ia memapah putranya kemudian membaringkan putra sulungnya secara telungkup di atas kasur.

"Maaf" ucapnya pada Erlos yang tentunya tidak dapat mendengarkan permintaan maaf daddynya. Cambukan sebanyak 100 kali dengan kekuatan yang tidak main-main langsung merenggut kesadarannya di pertengahan hukuman.

Tiba-tiba Aldrick teringat dengan putra bungsunya yang masih terkurung di kamar mandi miliknya.

"GERO" panggilnya pada tangan kanannya. Setidaknya harus ada yang mengawasi putra sulungnya di sini.

Tanpa menunggu lama, Gero masuk ke kamar milik tuan mudanya.

"Ada apa tuan?" ucap Gero sopan.

"Panggil dokter Deon kemari dan bilang padanya untuk memeriksa Erlos dengan benar. Aku akan kembali ke kamar untuk mengecek keadaan Xavier" ucap Aldrick sambil berdiri berniat pergi ke kamarnya namun ucapan Gero membuatnya membeku.

"Maaf tuan besar, tapi dari yang saya dengar dari para anggota, tuan muda Xavier sudah dibebaskan oleh tuan muda Arvian dan nona Tamara. Kondisinya terlihat sangat parah. Oleh karena itu, para anggota membiarkan mereka pergi, tuan" ucap Gero sembari menunduk. Apa tuan besar mereka akan marah?

"Kemana Arvian membawanya?" tanya Aldrick pada Gero.

"Maafkan saya tapi saya tidak tau, tuan" ucap Gero gugup. Aldrick biasanya tidak akan mengampuni orang yang lalai dalam memberikan informasi. Ia sudah siap dengan segala konsekuensi namun apa yang ia dengar membuatnya menghela napas lega diam-diam.

"Jaga Erlos. Aku akan menyusul mereka. Laporkan padaku apa saja yang dokter Deon katakan tentang kondisi Erlos secara detail" ucap Aldrick kemudian keluar dari kamar Erlos.

Aldrick masuk ke kamarnya kemudian mengambil kunci mobilnya. Ia sepertinya tau ke rumah sakit mana Arvian membawa Xavier pergi. Dengan kondisi yang parah seperti yang dikatakan oleh Gero, Arvian pasti akan membawanya ke rumah sakit terdekat dari mansion ini.

Dengan segera, ia turun dan masuk ke dalam mobilnya. Mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi tanpa memedulikan pengendara lain yang mungkin akan mengumpatinya.

'Maafkan daddy' batinnya.

• 👑 •

Keluarga Damian saat ini sedang makan malam bersama di ruang makan. Entah kenapa, perasaannya tidak enak sedari tadi. Ia mengkhawatirkan Xavier. Pasalnya tadi sambungan mereka tiba-tiba terputus.

Dillo yang melihat kegelisahan papanya pun bertanya.

"Papa kenapa?" tanyanya yang membuat seluruh anggota keluarga yang lain menatap ke arah Damian.

"Papa sedang cemas. Entah kenapa papa tidak bisa tenang sejak tadi. Rasanya papa ingin sekali mengumpulkan semua bukti itu dengan cepat namun tidak semudah itu. Padahal hanya tinggal bukti video kejadian itu dan semuanya akan jelas. Kita pasti bisa bertemu lagi dengan Xavier" ucap Damian. Hatinya resah dan ia tidak bisa tenang.

"Bersabarlah sebentar lagi sayang. Perjuanganmu untuk mengembalikan baby kita hanya tinggal sedikit. Setelahnya, semua akan berakhir. Tidak ada perselisihan dan pertentangan dari Aldrick" ucap Rona. Ia mencoba menenangkan suaminya yang terlihat memikirkan sesuatu dari tadi.

Damian menanggapi perkataan istrinya dengan senyuman kecil. Benar. Hanya tinggal 1 bukti lagi dan semua selesai. Ia pun mengangguk dan melanjutkan makan malamnya.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Sambungan dari orang tak dikenal. Ia berharap itu adalah Xavier.

"Halo" ucap Damian tanpa nada dingin seperti biasanya. Bisa saja yang menghubunginya adalah Xavier. Ia tidak akan mengulangi kesalahannya yang dengan bodohnya berbicara dengan nada seperti itu pada putra bungsunya.

"Halo, paman" ucap si penelpon di seberang sana.

Damian tampak berpikir. Suara ini.. terasa familiar di telinganya.

"...Tamara?" ucap Damian menebak-nebak. Suaranya mirip dengan Tamara.

"Ya ini aku. Sebenarnya aku menelpon paman karena ada suatu hal penting yang harus aku beritahukan pada paman" ucap Tamara yang sedikit terdengar ragu.

"Katakanlah nak" ucap Damian seakan ia siap mendengar kabar apapun baik itu baik maupun buruk. Namun, dari nada bicaranya, ia mengerti apa yang akan disampaikan oleh Tamara bukanlah kabar baik untuknya.

"Vier..."

TBC

_________________________________________

Hehehe jangan timpuk aku 😭 bingung aku tuh mau bikin Vier koma apa nggak :"

Besok up lagi deh tapi gak janji yak

Daddy Aldricknya dimaafin gak nih 😌🤣

Huahahaha see you soon 👋🏻

Babay ❤️

Xavier Rezvan Avilash (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang