• 4

16 4 4
                                        

*.✧Happy reading*.✧

::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

Pagi ini seperti pagi biasanya, tak ada tegur sapa antar keluarga. Zara sudah terbiasa akan hal itu, Zara diantar Bastia seperti biasanya. Setibanya disekolah, Zara tak langsung masuk  kelas tapi ia pergi keatap untuk sekedar melepas sedikit tekanan nya. Ia menatap halaman sekolah dari sana. Bahu Zara ditepuk oleh seseorang dan orang itu ternyata Krisna. Zara melihat nya sebentar lalu kembali memandang kedepan. "Lo ngapain disini?"

"Cuma lepasin beban pikiran aja dikit" Krisna memiringkan kepalanya "Setiap gue ada masalah pasti gue pergi ketempat yang tinggi" Krisna mengangguk, lalu menatap Zara lekat "Turun yuk, bentar lagi bell" Zara memandang Krisna kemudian menurutinya. Mereka masuk ke kelas masing masing tepat 1 menit sebelum bell berbunyi.

Guru pembimbing masuk dan memulai pembelajaran. Satu setengah jam berlalu, dan istirahat pun tiba. Zara dan kawan kawan duduk bersama, saat tengah asik makan ada beberapa siswa yang berbisik dibelakang mereka.

"Ck sok pendiem, aslinya pasti sombong"

"Iyaa secara dia kan anak sulton,pasti hidupnya enak"

"Jelas mau ini itu pasti langsung dapet"

"Enak banget duh jadi iri"

Semua bualan itu terdengar oleh Zara dan yang lainnya. Mereka tak memperdulikan nya karena dilihat Zara juga tak peduli, sampai.....

"Dia juga kadang pakek jaket sama Hoodie mahal, apa coba maksudnya?"

"Yang jelas mau pamer lah hahaha...."

BRAKK!!!

Nisa sudah tak tahan melihat sahabatnya digosipi seperti itu. Ia menggebrak meja dan menatap tajam siswa itu, membuat yang ditatap merinding.

"Jaga ya mulut lo-!!!" Bentak Nisa malah mendapat decihan dari siswa itu "Kenyataan kok, emang pada dasarnya cuma buat gegayaan aja" Zara berdiri dan menahan Nisa kemudian menatap siswa itu

"Klok lo gak punya harga diri, seenggak nya lo sadar diri"

"Ngomong apa lo barusan" Siswa itu manarik kerah baju Zara dengan penuh emosi. Keributan itu menjadi tontonan warga kantin "Gue lo ledek trima trima aja, giliran diledek balik gak trima, sehat?" Siswa itu geram dan melayangkan pukulan namun ditahan oleh Krisna "Lo mau keluar hari ini juga?" Siswa itu berdecak dan melepas cengkraman nya kemudian berlalu pergi. "Thanks" ucap Zara sambil tersenyum.

Orang pendiam tak akan selamanya diam

Bell berbunyi menandakan waktu istirahat berakhir. Jam kedua pun dimulai.

-

-

-

-

-

Zara memasuki rumahnya, pemandangan pertama yang ia lihat adalah orang tuanya yang sedang duduk diruang tamu.
"Gimana tadi sekolahnya?" Tanya Marsya basa basi sambil menyeruput teh "Baik"
"Kamu mau apa dihari ulang tahun mu yang ke 17 ?" Zara menatap datar "Terserah papa mama aja". Mereka seperti menyadari sesuatu yang berbeda dari putrinya, yak itu dia Zara jarang tersenyum bahkan tertawa saat bersama Marsya dan Linda "Mama lihat kamu sekarang jarang senyum"
"Ah, itu cuma perasaan mama saja" Zara tersenyum paksa lalu pamit ke kamar nya.

Didalam kamar  Zara tertunduk sambil memikirkan kalimat Linda tadi. Menurut nya karena apa dia jarang tersenyum, setidak mengerti itu kah Mama terhadap perasaan putrinya.
Padahal seharusnya Mama adalah orang yang paling tahu serta hafal pada anaknya. Sudahlah lebih baik aku mandi dan belajar.

-

-

-

-

-

Semua murid terkejut saat guru mengatakan akan diadakan ujian dadakan. Bahkan Zara pun ikut terkejut, ia memang belajar tadi malam tapi ada beberapa materi yang belum ia mengerti. "Kerjakan dengan benar, jika sudah bawa ke depan nanti akan langsung ibu nilai" semua siswa mengerjakan ujian itu dengan rasa gelisah, entah itu yang belum belajar, ada materi yang belum jelas dan sebagainya.

1 jam berlalu, semua sudah selesai dan dinilai "Baik, ujian ini bisa dijadikan pelajaran agar kalian selalu belajar dimalam hari, sekian" Semua siswa mendapat kan nilai yang cukup memuaskan bagi mereka, namun tidak bagi Zara.

PLAKK!!!

"Zahra Damariva-!" Linda menampar pipi Zara dengan cukup kuat "Apa maksudnya ini hah?!" Bentak Linda tersulut emosi "Itu ujian dadakan" jawab Zara masih kuat menahan rasa sakit di pipinya "Apa kau semalam tak belajar-!!?" Marsya ikut membentak Zara, membuat Zara mengepalkan tangannya "Aku belajar"

BRAK!!!

"Belajar apa nya?! Nilai 94 begini kamu bilang belajar?!!" Marsya mendorong Zara sampai tersungkur dan terduduk "Jangan permalukan keluarga Zara" tambah Linda kemudian berlalu pergi bersama Marsya. Silfi membantu Zara berdiri dan mengantarkan nya ke kamar "Anda baik baik saja nona? Atau ada yang sakit? Biar saya obati" Zara menggeleng dan menyuruh Silfi pergi, dia butuh waktu sendiri Sekarang.

Setelah Silfi pergi Zara mengunci kamarnya, ia menangis menahan rasa sakit yang selalu ia rasakan. Rasa sakit ini tak bisa disembuhkan dengan obat, Zara berusaha untuk menguatkan hatinya. Bagaimana tidak nilai 94 memalukan? Yang benar saja bagi siswa itu adalah nilai terbaik saat ujian dadakan. 'Kenapa? Kenapa? Mereka selalu saja tak pernah puas? Mereka selalu tak melihat usahaku. Hanya nilai, nilai, dan nilai yang mereka lihat' Zara mengacak acak rambutnya frustasi sambil menangis dan berteriak namun tak bersuara.

Zara keluar dari rumahnya, ia pergi ke Minimart untuk membeli plester. Sebelum pulang Zara duduk dibangku taman yang sepi, ia belum menutup luka nya. Ia melamun sampai tak sadar ada orang disampingnya "Lo kenapa?" Zara tersadar dan melihat orang itu, oh Krisna ternyata "Gakpapa" Krisna menghembuskan nafas lalu melihat tangan Zara yang terdapat luka "Lo ngelakuin lagi" Zara mengangguk ragu.
Krisna mengambil plester yang dibeli Zara lalu menutup lukanya "Udah"
"Thanks"

"Kenapa lo keras kepala banget sih"

"Udah kebiasaan"

"Lo gak boleh gitu ra, ini gak baik"

"Ya gue tahu, tapi apa ini lebih buruk dari pada ditampar serta dimaki orang tua?" Krisna terkejut karenanya. Yang benar saja, ditampar? Oke dia mengerti sekarang bagaimana perasaan Zara "Btw lo ngapain disini?" Tanya Zara mencoba mengalihkan topik "Cuma kebetulan lewat aja"

"Emang ada masalah apa lagi sih?"

"Nilai gue 94, yang harusnya gue gak boleh dapet segitu"

"HEH-! 94? KECIL?"

"Ya karena dikeluarga gue, nilai paling rendah adalah 95 untuk harian dan 98 untuk semester"

"Gila, pantes lo setiap semester pasti rengking 1, nilai redah nya tingkat dewa"

"Yah begitulah"

"Pasti lo tertekan banget, karena jujur itu bukan hal yang mudah"

Zara hanya tersenyum sayu menanggapi nya, Krisna sampai heran dengan pemikiran orang tua Zara apa sepenting itu nilai bagi mereka? Apa mereka tak memikirkan perasaan Zara?
Benar benar Zara bisa bertahan sampai sekarang aja ini sudah merupakan sebuah keajaiban. Dia dibesarkan oleh tekanan dan keegoisan keluarga. Krisna tak bisa melakukan apa apa karena itu semua sudah termasuk dalam privasi Zara.

Krisna menepuk bahu Zara "Semangat ya lu pasti bisa melalui semua ini" hanya itu yang bisa Krisna lakukan. Zara mengangguk lalu tersenyum. Senyum yang Krisna saja tahu bahwa itu senyum kefrustasian, tapi ia tak mempermasalahkan nya agar tak menambah pikiran Zara.

"Ra besok temuin gue di atap ya"

"Ada apa?"

"Udah Dateng aja"

"Oke"

Next chapter.......

See you....

Don't Forget MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang