Chapter 19: Bambu Kuning

49 10 4
                                    

Entah mengapa malam ini Tata menginap di kamar Ninis. Aksi gila berpura-pura menjadi mayat sungguh membuat penghuni asrama geli. Ide gila itu tentunya tidak muncul dari kepala gadis lugu itu, melainkan dari gadis bar-bar yang kini duduk di sebelahnya-Ninis. Tata mulai dekat dengan Ninis beberapa hari ini karena berkelahi dengan Rensi. Bukan permasalahan besar, cuma kompor di sekitar sering menyala hingga membuat panas suasana.

Rensi rupanya diam-diam menyukai Robert dan membuat Tata marah. Dirinya juga menyukai cowok itu, bahkan sering curhat pada Rensi di kamar. Ia mengetahui hal itu setelah diam-diam membaca diari cewek itu. Malam itu mereka adu mulut hanya karena Robert yang kalah tampan dari Cha Enwoo. Kalau cowok modelan Kim Taehyung tidak apa diperebutkan. Robert sangat jauh, jauh sekali. Hingga datang Ninis mendekati Tata dan menyalakan api itu. Tata kepanasan dan Ninis memberikan es sebagai penyejuk. Imabalannya Ninis pun dekat dengan Tata dan gadis itu menuruti ide-ide gilanya. Salah satunya mencuri flashdisk yang berisi film panas.

Kini keduanya duduk di atas kasur beralaskan kain merah marun. Ninis memangku laptopnya dan memasukkan flashdisk ke dalam lubang petak yang terletak di bagian samping laptopnya. Ninis menaikkan kedua sudut bibirnya. Namun seketika senyuman itu luntur setelah membuka film yang dicuri Tata.

"Kenapa wajahmu ketekuk begitu, Nis? Bukankah kamu sangat menginginkan film itu?" tanya Tata memperhatikan raut wajah Ninis.

"Nama filenya memang Fifty Shades Freed, tapi isinya bukan film itu," jawab Ninis kecewa berat. "Lihatlah, Ta." Ia meletakkan laptopnya di depan Tata. "Ini film kartun. Kita tertipu, Ta. Tertipu." Ninis menjatuhkan tubuhnya di atas kasur dan mulai terisak-isak.

Tata menepuk halus pundak Ninis dan mencoba menghibur. "Jangan sedih. Besok kita coba cari file-nya di Mbah Gugel. Sekarang kita nonton aja film yang kita dapatkan ini. Mana tau filmnya bagus."

"Woi, Tata, film itu nggak ada di Mbah Gugel. Itu limited edition, cuma orang tertentu yang punya termasuk Pak Rola. Sial, dia pandai sekali menyimpan film itu sampai kita tertipu begini."

"Ini udah nasib kita yang nggak berkah nyuri file Pak Rola. Udahlah Nis, ikhlasin aja. Mending kamu ikut aku nonton film kartun ini. Setidaknya balas jasa aku yang bela-belain jadi mayat demi kamu."

Ninis pun kembali duduk dan ikut menonton film animasi itu. Laptop tipis berlogo apel setengah itu di taruh di atas tumpukan buku-buku tebal, di atas kasur. Kedua gadis itu menyandarkan punggung mereka ke punggung kasur, tidak lupa pop corn di pangkuan masing-masing menjadi pelengkap nonton film malam ini.

Awalnya di film itu terlihat seorang gadis remaja bersurai merah muda berjalan lurus di atas tanah. Di kiri-kanannya terdapat pepohonan dan juga angin sepoi-sepoi yang menggugurkan daun satu per-satu. Rambut gadis remaja itu sangat panjang hingga menyapu jalan. Tepatnya seperti rambut rapunzel. Namun tidak sepanjang itu, hanya lebih sedikit dari ujung kakinya. Angin membawa beberapa daun hinggap di surai panjang itu.

"Filmnya sangat membosankan, Ta. Mending kita tidur, yuk," ajak Ninis yang matanya mulai menyipit karena kantuk.

"Iih, jangan gitu, dong, Nis. Kamu harus temenin aku nonton film ini sampai selesai. Kamu harus balas budi jasa aku."

"Iya, iya," ketus Ninis, sebal. Terpaksa ia menurut saja daripada diungkit terus balas jasa yang gagal itu.

Gadis bersurai panjang itu telah tiba di sebuah gerbang yang pilarnya terbuat dari emas. Ia mendongak dan membaca tulisan yang terdapat di antara dua pilar itu. "Asrama 300 DC". Itulah tulisan besar berwarna silver di atas sana. Gadis itu menggerakkan kaki kirinya, melangkah memasuki gerbang itu. Namun, tiba-tiba layar laptop mengeluarkan cahaya putih sangat terang hingga menyilaukan mata kedua gadis yang berada di depan benda itu. Setelah itu suatu hal terjadi menimpa keduanya.

Asrama 300 DCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang