"Ran, aku suka langit malam ini. Cerah sekali." Dua manusia yang belum lama menjadi sahabat itu mendongakkan kepala. Saking bahagianya, mereka melempar senyum dan menatap satu sama lain bersamaan, tanpa ada yang memberi aba-aba.
"Nggak-nggak." Yisa menggeleng-geleng, tidak setuju dengan pikirannya barusan. Sambil menjauhkan pandangannya dari layar komputer, dia bergumam, "Batin mereka pasti kasih aba-aba otomatis." Kali ini dia mengucapkannya dengan penuh keyakinan. Ajaibnya, kebahagiaan yang menjalar di tubuh dua remaja itu sedikit banyak ikut mempengaruhi perasaannya malam ini.
Gemelutuk air di sudut ruangan mengalihkan perhatian Yisa. Dengan rasa bahagia yang sedikit pudar, dia beranjak dari kursi yang sudah bertahun-tahun dia jadikan tempat bekerja. Saat merenggangkan badannya, tulang-tulangnya berbunyi. "Oh, rasanya lumayan." Baru setelah itu dia benar-benar menjauh dari kursi kerjanya.
Di sudut ruang keamanan sekaligus pemberitahuan ini terdapat dapur kecil. Ukurannya 3 × 3 meter, tidak ada seperempat darı luas ruang kerjanya. Ceklek. Begitulah suara yang terdengar dari kompor saat Yisa mematikan apinya.
Semerbak bubuk kopi menyapa bulu hidungnya. Yisa membalikkan badan, bersiap-siap untuk bersin. Dia memang aneh lantaran hidungnya tidak tahan dengan bau apa pun yang berasal dari serbuk. Bahkan serbuk minuman yang dulu sering dia minum ketika kecil.
"Yisa, kamu sedang apa?" Suara cemas itu membuat Yisa merasa cemas balik. Tangannya berhenti mengaduk minuman untuk memberi perhatian penuh pada tamunya, sekalipun dia tidak melakukan adab bertamu. Yisa menatap perempuan kembar itu penuh selidik. Antara rasa kesal karena ketidaksopanan perempuan itu dan kebingungan menjadi satu di hati Yisa.
"Tunggu." Yisa memasang ekspresi penuh selidik layaknya seorang polisi. "Biar aku pastikan lebih dulu. Kamu Kit, kan, bukan Kim?"
Perempuan yang dianggap Kit oleh Yisa itu berkacak pinggang. Cahaya di ruangan ini minim sekali, hanya berasal darı teras luar yang menerobos ruangan melalui jendela kaca. Alhasil, Yisa tidak bisa membaca ekspresi perempuan itu. Juga karena jarak mereka yang cukup jauh.
"Oh, ayolah, Yisa! Sampai kapan kamu akan bertanya seperti itu setiap kali melihat satu-satunya manusia kembar di asrama ini, huh?" Yisa mendekat. Pelan-pelan, dia bisa membaca ekspresi Kit. Alisnya bertaut, tapi matanya melebar. Hidungnya kembang kempis secara otomatis.
"Aku seperti itu karena cahaya di sini minim seka—" Yisa mendongak. Matanya diserang oleh cahaya lampu yang mendadak menyala. Logikanya bekerja, memikirkan tidak mungkin lampu itu berpendar tanpa sebab. Kini pandangannya beralih, menatap di mana tangan Kit berada. Betul saja, listrik yang membuat lampu itu menyala dengan bantuan tangan Kit.
"Alasan kamu saja. Di mana pun itu, kamu pasti menanyakannya. Di kamar mandi, di ruangan Miss Rachmah, di dapur utama, di mana-mana kamu belum mengenaliku dan kembaranku. Menyebalkan sekali. Lagi pula, kenapa kamu suka bekerja di tempat yang gelap? Kasihan matamu. Itu bisa saja menjadi sebab kamu sulit mengenali kami," ujar Kit kesal.
Yisa menggeleng santai. "Untuk itulah aku menyukai wortel, agar seimbang. Kalau aku melakukan suatu keburukan untuk mataku, aku harus melakukan kebaikan untuknya." Senyum Yisa mengembang singkat bersamaan dengan bahunya.
"Kalau tahu itu buruk, seharusnya kamu tidak melakukannya. Dasar aneh," gumam Kit yang masih bisa didengar Yisa. Kit membuang muka. Setelah itu matanya melotot. Dia telah melupakan tujuannya datang ke ruangan itu. Matanya gesit mencari jam dinding di ruangan itu. "Sial, sudah lebih tiga menit," ujarnya sambil menggigiti jari. Yisa mau memperingatkannya agar berhenti melakukan itu, tapi Kit sudah lebih dulu melepasnya. Dengan muka galak, dia menyuruh Yisa segera mengumumkan alarm rutin setiap tiga ratus hari sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asrama 300 DC
Fiksi RemajaSelesaikan misimu di dalam Asrama yang penuh tantangan! Write your own story in here! Dalam rangka merayakan anniversary ke dua tahun 300 Days Challenge, kami mengadakan event menulis bersama. Asrama 300 DC adalah Sebuah cerita estafet yang akan dit...