Epilog

64 10 27
                                    

Tata dan Rensi terlihat bergandengan tangan menuju kantin. Permasalahan hati mereka yang terkait dengan Robert, serta merta diatasi dengan baik. Mereka berdua sadar, rasa yang timbul dalam hati telah merusak pertemanan. Hal yang begitu egois adalah saat kita melepas sebuah hubungan demi sebuah perasaan yang belum pasti balasannya. Robert sama sekali tidak menunjukkan gelagat feedback untuk keduanya, sehingga sepasang teman ini memutuskan untuk lebih mementingkan persahabatan mereka yang sudah bertahun-tahun lamanya daripada perasaaan yang hanya timbul—mungkin—sesaat.

Di kantin teman-teman yang lain sudah menanti. Kantin yang mereka singgahi sekarang adalah kantin sekolah, bukan kantin asrama. Setelah kejadian bambu kuning beberapa bulan lalu, Asrama 300DC resmi ditutup. Rin, Tata dan juga Ninis sebagai korban penculikan yang hendak dijadikan tumbal, melaporkan kejadian tersebut pada pihak yang berwajib. Diikuti dengan kesaksian teman-teman lainnya terhadap keanehan misi juga aturan yang berlaku di dalam asrama.

Miss Rahmah, si kembar Kim dan Kit serta beberapa teman sekongkolan mereka kini berada di balik jeruji besi hingga menghadiri sidang perdana mereka minggu depan. Pihak kepolisian melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap kasus ini. Namun demikian, Noir yang diduga adalah pimpinan tertinggi dalam kasus ini, masih belum ditemukan dan belum bisa diidentifikasi siapa sebenarnya dia.

"Ciyeee udah baikan aja, nih, kalian," seru Ninis dari tempat duduknya.

"Ngambek sama teman itu nggak boleh lama-lama," sahut Rensi.

"Memangnya kalian kenapa?" tanya Robert tidak tahu arah pembicaraan.

"Bukan sesuatu yang penting," timpal Tata.

Rensi menghitung dengan telunjuk teman-teman yang sudah duduk sambi menikmati teh dingin segar. "Aku nggak lihat Rin. Kemana dia?"

"Dia sudah kembali ke negara asalnya," cetus Ranita.

"Jerman maksudmu? Kenapa? Kapan? Apa hanya aku yang tidak tahu?" serbu Rensi.

"Apa kamu merasa kehilangan dia padahal kalian tidak pernah sependapat? Ternyata kalian saling merindukan jika tidak bersama," sahut Rey.

"Aku hanya kepo," balas Rensi salah tingkah.

Rensi dan Tata duduk di kursi yang masih kosong, tepatnya di samping Ellios. Melihat Rensi duduk di sampingnya, Ellios tidak tahan untuk tidak menggoda, "Uh, si manis duduk di samping si tampan. Cocok memang."

Rensi bergidik, "Ih, apaan sih? Aku duduk di sini karena memang ini yang kosong."

"Ngeles aja bisanya," cibir Ellios.

"Aku penasaran dengan hukuman yang akan diterima oleh Miss Rahmah dan sektenya. Aku benar-benar tidak menyangka mereka memperalat kita demi balas dendam. Apa salah kita? Kita hanya murid SMA. Bukankah katanya kita akan memperoleh 'cahaya' dari asrama ini? Bukannya mendapat cahaya malah mendapat malapetaka. Untung Rensi, Tata dan Rin tidak kenapa-napa. Kalau mereka beneran jadi tumbal, gimana? Wahhh, aku benar-benar tidak percaya mereka berani bertindak sejauh itu," dumel Kirana mengambil alih pembicaraan.

"Aku pikir kamu hanya peduli pada calon adik iparmu yang pendiam itu. Ternyata kamu kesal juga dengan perbuatan mereka," sahut Priskila.

"Bagaimana aku tidak kesal? Aku juga berada dalam asrama itu. Jika sesuatu turut terjadi padaku bagaiamana?"

"Egois. Bukannya kamu dekat dengan Miss Rahmah? Apa jangan-jangan kamu juga tahu sebenarnya rencana mereka?" selidik Rensi dengan mata yang memicing.

"Kalau aku tahu, aku tidak akan memasuki asrama itu. Gila aja, aku sumbang nyawa ke sana."

"Siapa tahu, demi restu adik ipar aku rela sumbang nyawa," sahut Priskila seakan sedang membaca judul sinetron. Kirana berdecih mendengar cibiran teman-temannya.

Meski asrama telah usai, bukan berarti pertemuan mereka juga usai. Mereka menyempatkan diri untuk tetap berkumpul, entah itu di kantin sekolah maupun di luar sekolah saat akhir pekan. Sekalipun perselisihan antara mereka tak dapat dihindari, tapi mereka tidak akan menolak pertemuan begitu saja.

Akhir dari asrama memang tidak manis. Mereka pulang dengan rasa takut karena ternyata dijadikan alat untuk balas dendam. Namun, mereka mendapatkan banyak pelajaran selama tinggal di tempat bertingkat nan luas tersebut.

Tidak banyak yang berubah dari kehidupan mereka. Akan tetapi, satu hal yang mereka pahami, hidup ini merupakan perjalanan yang tak selamanya bisa lurus. Akan ada liku bahkan jurang di kiri-kanan. Tak selamanya bisa dihadapi seorang diri, adakala kita harus berbagi dengan manusia lainnya guna mendapatkan pembelajaran hidup yang lebih baik ke depannya. Rasa ego dalam diri terkadang lebih besar dan menguasai diri, oleh sebab itu kita diberi ujian yang tak bisa kita hadapi sendiri dan meminta bantuan pada orang lain dengan mengecilkan rasa ego tersebut.

"So, besok kita jadi, kan, liburan ke pantai? Kita udah merencanakan ini dari dua minggu lalu lho. Awas aja kalau nggak jadi," tuntut Rensi.

"Jadi dong. Iya, kan, Sel?" tanya Rey pada Selena.

"Jadi dong. Pokoknya kali ini harus jadi. Nggak boleh gagal lagi."

"Ta, kamu pergi sama aku aja," ajak Arsen.

Tata yang sedang menyeruput teh dingin tersedak mendengar ajakan Arsen. Beberapa dari temannya berdeham seakan menemukan sinyal.

"Aku pergi dengan Rensi," kilah Tata dengan pipi bersemu merah.

"Lho, tapi Rensi nya pergi sama aku," bantah Ellios.

"Dih, apaan? Ngaku-ngaku," tolak Rensi.

"Sepertinya banyak yang terjebak selama menjalankan misi. Lebih baik kita pergi satu motor per orang aja. Jadi nggak ada yang perlu ribut pergi gandeng siapa," potong Ninis. Ninis tidak suka melihat perdebatan yang sangat tidak bermanfaat ini.

"Nggak asik dong, Nis, di motor sendirian. Nggak ada kawan bicara," sahut Arsen. Ia masih berjuang untuk bisa mengajak Tata.

"Alasan. Suka sama Tata? Tembak aja. Kenapa modus segala?" jawab Ninis.

"Ya nggak sekarang juga," geram Arsen yang berbicara dengan gigi yang dirapatkan.

Tata yang mendengar obrolan Ninis dan Arsen menjadi semakin tersipu. Ah, baru saja kemarin ia menyukai Robert, kini dia dibuat malu-malu akan obrolan tidak penting dari Arsen.

"Oke. Besok kita berkumpul di lapangan dekat sekolah ya. Mari kita rayakan kebebasan kita dengan layak," putus Priskila seraya mengangkat gelas, seolah mengajak yang lainnya untuk cheers.

Mereka semua kini menjadi siswa yang lebih berani dan bisa menghadapi masa depan dengan lebih baik lagi. Selama dua bulan mereka ditempa di asrama dengan berbagai macam teka-teki hidup. Siapa sangka hal itu membawa dampak luar biasa bagi mereka.

Tidak ada yang sia-sia yang terjadi dalam hidup, sekalipun itu hal buruk. Karena akan tetap ada pelajaran yang diberikannya dan akan ada hikmah yang dapat dipetik dari sana. Tergantung bagaimana cara kita menyikapinya.

END

Author mahdiyani94

Asrama 300 DCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang