Chapter 11: Sedikit Prahara

61 13 17
                                    

Teruntuk mereka yang sekuat baja, aku persembahkan setitik bagian dari dunia. Tinggallah disini untuk sementara. Aku harap lukamu kelak, kan, menemukan obatnya.

Tidak selamanya gelap itu menyeramkan. Kadang kita perlu gelap untuk bertumbuh, sebagaimana biji yang perlu gelap untuk bertunas.

Dan perlu kamu tahu; jika kamu tidak pernah terluka, kamu tidak akan tahu bagaimana memaknai bahagia.

Asrama 300DC

Alunan nada lembut yang sebelumnya memenuhi seisi aula teredam dengan keributan penghuni asrama tepat setelah mereka selesai membaca rangkaian kalimat pada layar besar di depan aula. Berbagai spekulasi bermunculan, alasan mengapa asrama hanya merekrut anak-anak "bermasalah" kini menemukan titik terang.

"Ehem, cek cek."

Sebuah suara yang tidak diketahui dimana sumbernya membuat keributan sedikit teredam. Mata para remaja itu bergerak liar memindai seisi aula. Nihil. Tak ada siapa pun yang dapat dijadikan tersangka pemilik suara. Keadaan masih sama seperti awal mereka menginjakkan kaki di tempat ini, hanya ada layar besar tanpa satupun "pihak" asrama yang hadir.

"Mohon tenang semuanya."

Satu kalimat dari suara asing-yang sebelumnya juga menyuruh mereka untuk berkumpul di aula-itu membuat seisi aula lebih tenang yang tersisa hanya bisik-bisik penuh kecurigaan.

"Sebelumnya mohon maaf karena sudah membuat kalian berkumpul sangat pagi seperti ini. Maaf juga karena telah membangunkan kalian dengan alarm kebakaran."

Aula kembali ribut, bedanya kini dibarengi dengan decakan penuh kekesalan.

"Iya, aku tahu kalian kesal." Tawa ringan menjadi penjeda sebelum kalimat berikutnya."Tapi itu sangat efektif untuk membuat kalian bangun dengan cepat."

Raut wajah penuh kejengkelan dari sebagian besar remaja itu membuat tawa kecil dari suara asing kembali mengudara. Rupanya dibangunkan dengan paksa membuat suasana hati para remaja labil itu memburuk. Tidak salah, sih. Lagi pula, orang waras mana yang ingin dibangunkan dengan tidak manusiawi seperti itu?!

"Harap tenang semuanya ... aku hanya ingin mengatakan kalimat terakhir yang tidak tertulis di layar besar itu. Harap dengarkan baik-baik, karena aku tidak akan mengulanginya dua kali."

Aula langsung sunyi seketika. Mulut-mulut yang sebelumnya berisik kini terkantup rapat dengan telinga ditajamkan.

Ditengah kesunyian itu suara asing kembali mengudara.

"Setiap kejahatan pasti menemukan balasannya."

Kalimat yang mengalun penuh penekanan itu membawa dampak besar bagi penghuni aula. Kini bukan lagi keributan, mereka hanya diam berselimut binar mata penuh harap atau pun getar ketakutan.

Bagi yang terjahati kalimat itu adalah kabar gembira. Namun, bagi yang menjahati kalimat itu adalah lonceng kematian.

"Itu saja. Sekian kejutan untuk hari ini, semoga kalian suka. Jangan lupa makan paginya, kantin sudah menunggu kalian. Have a nice day."

Aula kembali ribut, beberapa di antaranya langsung membubarkan diri. Di tengah keramaian itu sepasang mata bergerak gelisah dengan tangan gemetar. Satu kalimat dari suara asing itu kembali membangkitkan ketakutan yang bersusah payah ia redam.

Ketakutan itu tak luput dari perhatian Rey, matanya menatap Ranita acuh tak acuh.

"Rey, kantin yuk."

Tepukan di bahunya membuat Rey mengalihkan perhatiannya pada Arsen. Rey mengangguk. "Ayo," katanya.

Sebelum mengikuti Arsen, ia masih sempat menoleh ke belakang. Di sana Ranita ditenangkan oleh seseorang. Ah, ia tahu siapa itu. Priskilla.

Asrama 300 DCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang