[ tujuhbelas ]

177 89 137
                                    

David terlonjak dari tempat tidur nya. Ia terkejut dengan apa yang ia mimpikan. Sekarang pukul 02.57 . Ia bermimpi buruk, dibumbui rasa takut dan gemetar, ia takut jika mimpinya itu bisa menjadi nyata. Ia menyibakkan selimut nya, lalu beranjak dari kasurnya, dan bergegas ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya.

Suara keran air memenuhi kamar mandi, dibasuhnya air ke sekujur wajahnya, lalu beralih menatap wajahnya di depan cermin dengan keran air yang masih menyala. Helaan nafas yang berat ia keluarkan dari hidung nya, lalu menutup keran air tersebut. Lalu ia mengambil sebuah handuk untuk mengeringkan wajahnya yang barusan saja ia basuh dengan air.

David berjalan ke arah pintu kamar mandi, knop pintu ia buka dengan perlahan, lalu pergi dari kamar mandi, tak lupa ia menutup pintu kamar mandi nya itu. Ia berjalan menuju sebuah kamar. David berdiri di depan pintu kamar itu. Ia membuka pintu itu perlahan, lalu dilihatnya sang adik masih tertidur pulas dengan selimut hangat yang menutupi ujung kaki sampai dadanya.

David membuat seulas senyum di sudut bibirnya, lalu ia pergi dari kamar sang adik dan menutup pintu nya kembali. Ia berjalan menuju kamar nya. Lalu ia duduk di meja belajarnya, mengambil sebuah buku dan pensil. Ia menggambar keadaan dini hari ini. Ia melirik jam weker digital nya, dan sekarang menunjukkan pukul 03.10 .

Tak butuh waktu lama ia menggambar, kurang dari 20 menit ia sudah menyelesaikan gambar nya itu. Ia meletakkan kembali buku dan peralatan gambar yang lainnya ke tempat semula. Lalu ia berniat untuk tidur kembali, pikiran nya yang tadi kacau balau sudah tenang setelah menggambar tadi. Ia kembali ke tempat tidur nya lalu menutupi badan nya dengan selimut, alih alih tidak kedinginan.

Akan tetapi, ia tak bisa tidur karena ada telepon masuk. Ia meraih ponsel nya di nakas, lalu menggeser tombol hijau tersebut tanpa melihat siapa yang menelpon nya dini hari seperti ini.

"Halo, Vid?" Ucap lelaki di sebrang sana.

"Hm, siapa?"

"Ck, ini gue Vero."

"Oh, kenapa?"

"Bisa ke hutan Magic Forest, gak? Tapi jangan sendirian, kalo bisa sama trio Demigod, kalo bukan sama mereka juga gak apa-apa." Ujar Vero di sebrang sana.

"Kenapa emang nya? Harus banget jam segini?" Tanya David sembari mengernyitkan alisnya.

"Udah gausah banyak tanya! Langsung kesini cepetan! Gue di deket rumah kosong yang waktu itu, yang banyak tanaman herbal. Darurat woi!"

Tut

Sambungan telepon langsung dimatikan sepihak oleh Vero. David langsung menelepon Devan dan dua teman Demigod nya itu. Semuanya mengangkat telepon dari David, dan mereka langsung bergegas ke hutan yang disebutkan Vero tadi. David dan Kevin mengendarai motornya sendiri, sedangkan Reva dijemput oleh Devan menggunakan motornya itu.

Tetapi sebelum itu, ia meninggalkan sepucuk surat untuk adik nya yang tertulis kan ;

"Dek, kakak pergi dulu, ya. Kalo butuh apa-apa, telepon kakak aja.

- Kakak mu, David ganteng nan Softboy."

• • •


Kini, mereka sudah sampai di rumah kosong itu, mereka ber empat langsung mencari keberadaan teman nya. Ya, Vero si pangeran Iblis itu. Mereka mulai merasakan atmosfer yang berbeda. Hawa nya menjadi mencekam seperti ini. Takut jika ada Sebangsa Vampir atau Werewolf atau bahkan makhluk halus? Tapi semoga saja tidak ada hal hal seperti itu.

"Vero kemana, sih?! Kesel gue. Nyuruh kita ke hutan, tapi pas di samper malah gak ada Vero nya." Gerutu Reva kesal.

Drap drap drap

The Game || 00L ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang