Nungguin gak?
Yang nungguin angkat tangan, coba?
Biar amih tahu siapa aja yang setia sama lapak ini.Dan buat part kemaren. Pasti kalian heran, padahal Rara setting di Luar negri, tapi kok berasa di indo ya ada netizennya.
Jadi gini, gengs.
Amih kasih tahu aja, bully itu bukan cuma ada di negara kita aja. Di negara lain pun ada. Meski memang gak separah netizen indo kalau ngebully. Tapi emang ada (story dari temen yang nikah sama bule)Apalagi untuk orang kayak Rara yang sukanya ngalah dan terkesan cari aman. Pasti ada aja yang iri, dan jadiin dia sasaran empuk pas dapat celanya.
Tapi kembali ke diri kita sendiri, ya. Ini hanya sebuah cerita. Jangan terlalu di bawa ke hati, nikmatin aja, oke.
Jangan lupa klik bintang sebelum meluncur, ya ....
***
*Happy Reading*"Mir? Are u ...."
"Not me!" bantah Miranda keras, saat aku mencoba konfirmasi atas sikapnya.
"Kalau memang bukan kalian? Lalu siapa? Yang tahu tentang kehamilanku cuma kalian." Aku pun bersikukuh, meminta penjelasan pada dua tersangka di hadapanku.
"Ya ... mungkin saja Dokter itu, atau perawat di sana. Jangan lupa, kemarin kamu dirawat, di Rumah sakit salah satu teman kita!" Miranda masih mencoba membela diri, meski mimik wajahnya sudah sangat menjelaskan semuanya.
Aku bukan ingin asal tuduh. Tapi, kurasa kalian pun akan bisa membedakan, mana orang yang sedang ketakutan karena terciduk, mana yang tidak, iya kan?
Miranda bahkan sudah tak berani menatap mataku, dan terus meliarkan pandangannya kesembarang arah.
Nah, gimana aku gak curiga, coba?
"Aku tidak setenar itu untuk mereka selidiki, Mir. Aku bahkan selalu mencoba tidak terlihat di sini, karena malas interaksi dengan banyak orang. Lalu, atas dasar apa mereka menguntitku?"
Miranda terlihat mulai mengigiti bibir bawahnya gusar.
"Lagipula, aku rasa kau juga tahu. Dalam dunia kedokteran, ada aturan yang menyatakan, bahwasanya seorang Dokter wajib merahasiakan kondisi pasiennya, pada publik."
"Siapa tahu Dokter itu dibayar? Kau tahu kan, sekarang uang bisa membeli semuanya. Termasuk data-datamu!" bantah Miranda keras.
Percayalah, semakin dia membantah, semakin terlihat jelas jika dia memang tersangka utama di sini.
"Kau benar. Jaman sekarang uang memang bisa membeli segalanya, bahkan membeli mulut seseorang, untuk menyebarkan gosip ini. Iya, kan?"
Sepertinya, aku harus memberi penghargaan untuk diriku sendiri, karena seumur-umur aku hidup. Inilah kali pertama aku berani memutar kata-kata seseorang.
Apa ini juga termasuk hormon kehamilan? Atau memang rasa jengah yang sudah tak terbendung akan keadaanku.
Entahlah, apapun itu. Aku berharap anakku bisa seberani aku saat ini, dalam menghadapi dunianya kelak.
Cukup ibunya saja yang bodoh, yang mau saja menerima apapun ucapan orang, tanpa berani menyuarakan keinginannya.
Aku memang pengecut!
Saking pengecutnya, setelah mengatakan hal itu pada Miranda. Aku pun hanya bisa tersenyum miris, dan meninggalkan mereka tanpa mendapatkan apa yang aku mau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nomor Dua (Judul Lama 'Istri Nomor Dua')
Roman d'amourLink ebook ada di bio. Pemesanan cetak atau pdf bisa japri author. **** Menikah muda bukanlah impianku. Apalagi harus menjadi istri kedua. Ini mimpi buruk! Namun demi sebuah bakti, aku pun harus rela menerima takdir, dan menjadi orang ketiga di rum...