*Happy Reading*
"Itu bukan anakku! Sampai mati pun aku tak sudi mengakuinya!"
Dhuuaarrrr
Seperti baru saja ada godam besar yang menghantam dan memporak-porandakan hatiku hingga benar-benar tak bersisa, saat mendengar pernyataan Kak Sean barusan.
A-apa katanya? Sampai matipun dia tidak mau mengakui bayiku? Lalu ... harus bagaimana aku sekarang?
Oh, Tuhan. Malang sekali nasib bayiku. Belum sempat melihat dunia saja, sudah ditolak papanya.
Kejam sekali pria ini.
Maaf, nak. Maafkan Mama karena membiarkan kamu mendengarkan pengakuan kejam itu. Maafkan Mama yang tidak bisa membuatmu di akui, dan ....
Plak!
"Sean cukup!" seru Mama Sulis dengan murka, setelah menampar keras pipi anaknya.
Tamparan itu bahkan sampai menggema di ruangan luas ini saking kerasnya. Namun sayangnya, aku terlaku shock untuk ikut merasakan ngilunya tamparan barusan.
Aku yakin sekali, pasti saat ini bukan cuma pipi Kak Sean yang berdenyut nyeri akibat tamparan itu, tapi juga tangan Mama Sulis.
Lihat saja, tangannya sampai memerah seperti itu.
Tak ayal, Suasana pun berubah hening seketika setelahnya. Riuh suara yang tadi menghiasi ruangan ini pun seketika hilang. Bahkan, waktu pun seakan berhenti dengan seruan Mama Sulis tersebut.
Kak Audy di samping Kak Sean terlihat shock dengan kemarahan Mama Sulis. Pun Kak Sean yang mungkin tak percaya jika Mamanya bisa semurka ini.
"Kamu gak boleh egois begini, Sean. Bagaimanapun kamu harus bisa menerima anakmu," ucapan Mama Sulis kemudian, menjauhkan tangan Kak Sean dari wajahku dan mendorongnya kasar.
Pria itu sampai terdorong satu langkah kebelakang, akibat dorongan Mama Sulis tersebut.
"Tapi Sean tidak pernah menyentuh Rara, Mah!"
Walau begitu, ternyata Kak Sean pun masih mencoba berkilah pada tanggung jawabnya.
"Itu karena kamu mabuk, Sean. Rara 'kan sudah menjelaskan hal itu barusan," balas Mama Sulis tegas.
"Tetap saja tidak mungkin!" Kak Sean bersikukuh.
"Kenapa tidak mungkin?" tuntut Mama Sulis lagi.
"Karena Sean cukup kuat minum, Mah. Sean juga gak gampang mabuk. Kamu tahu baik hal itukan, sayang?" Kak Sean lalu meminta pembelaan Kak Audy, yang sialnya diangguki wanita itu, meski dengan pelan.
Pasangan suami istri sialan!
"Itulah kenapa, Sean gak terima dituduh Rara seperti itu, Mah. Karena Sean yakin pasti. Sean memang tak mungkin hilang kontrol semabuk apapun. Apalagi hilang kontrol terhadap Rara yang ...." Kak Sean lalu menggantung ucapannya, seraya memindai tubuhku dari atas kepala, hingga bawah kaki.
Kalian tahu, tatapan itu benar-benar brengsek sekali. Karena tatapan itu seolah-olah berkata. Yang benar saja! Gue nidurin wanita ini. Wtf! Dunia pasti kiamat sebentar lagi.
Nyebelin banget, kan?
"Pokoknya itu gak mungkin!" tegasnya kemudian, sambil berkacak pinggang dan menggeleng berkali-kali. Sebelum akhirnya menyugar rambutnya kasar.
Aku tidak tahu apa yang kurasakan lagi saat ini. Rasanya, ini lebih dari kata sakit, perih, nyeri, atau apapun itu.
Hancur!
Mungkin itulah kata yang tepat. Karena aku benar-benar tak menyangka jika aku ternyata sudah menikahi pria sebajingan ini.
Sumpah demi apapun! Aku menyesal sudah menikahi pria ini.
Pria licik dan bajingan!
"Pokoknya Sean gak sudi mengakui anak itu sebagai anak Sean!"
Seakan kurang menyakitiku, Kak Sean pun kembali mengucapkan kalimat kejam itu, sambil menatapku tajam sekali.
"Tapi bagaimanapun Rara ini istri kamu, Sean!" Mama Sulis masih mencoba mencari keadilan untukku.
"Lalu? Mentang dia istri Sean, Sean harus mau aja menerima anaknya begitu saja, meski tak jelas dari mana asal usulnya?"
"Itu akan terjawab dengan test DNA, Sean."
"No, Mah! Pokoknya tidak! Sampai kapanpun Sean gak sudi menerima anak itu!"
"Tapi Sean--
"Pegang ucapanmu hari ini, Kak!" selaku cepat, sengaja memotong ucapan Mama Sulis.
Cukup sudah!
Sungguh, aku sudah tak kuat lagi mendengar semua hinaan dari pria ini.
Kalau memang tak mau, ya sudah. Aku masih sanggup kok, mengurus bayiku sendiri.
"Maksud kamu?" tanya pria itu kemudian dengan bingung.
"Ingat selalu moment dan ucapan Kakak hari ini. Karena setelah ini, anak ini hanya akan jadi anakku!" Sekuat tenaga, aku menahan diriku untuk tetap kuat melawan kearoganan pria brengsek ini.
Dia tidak berkomentar apapun.
"Setelah hari ini. Apapun kejadian yang akan membongkar kenyataan sebenarnya. Aku harap Kakak ingat perkataan hari ini, dan jangan pernah sekalipun berani mengusik kami lagi," finalku akhirnya, mencoba membela diri dengan sisa puing harga diri yang masih tersisa.
Cukup sudah!
Aku sudah tidak ingin mengemis lagi pada siapapun. Terkhusus pada pria bernama Sean Abdillah, yang kini berdiri angkuh di hadapanku.
Tuhan ... tetaplah bersamaku.
"Tentu saja!"
Lihatlah! Dia benar-benar tak punya hati sama sekali.
"Sean!" tegur Mama Sulis tak terima.
"Kalau begitu, tolong talak aku sekarang juga," pintaku tak gentar, mengabaikan teguran keras Mama Sulis.
"Rara!" seru Mama Sulis mulai gusar.
"Dengan senang hati," ucap Kak Sean tanpa beban, sambil tersenyum miring.
"Sudah! Sudah! Ya Tuhan, kalian nih apa-apaan, sih? Ini kan masih bisa--"
"Andara Prameswari, mulai saat ini kau kutalak!"
Finally!
It's over!
================================
Udah ya ...
Mari kita bangkitkan Rara, dan siapkan azab buat sean.Sabar ... yang namanya azab itu gak bisa langsung, say. Butuh waktu. Begitupun Rara dalam kebangkitannya.
Karna yang instan itu cuma indomie😂😂
Itu juga masih harus di rebus. Yee kan?Makanya, Mungkin setelah ini Rara masih akan menangis dan menderita, tapi percayalah. Amih pasti akan buat happy ending buat dia.
Nah ... Enaknya, Rara happy ending sama Sean, atau orang baru, ya?
Yuk kasih masukan😍
Ditunggu ya😘See u next part kesayangan💋💋
Publish
23 Mei 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Nomor Dua (Judul Lama 'Istri Nomor Dua')
RomanceLink ebook ada di bio. Pemesanan cetak atau pdf bisa japri author. **** Menikah muda bukanlah impianku. Apalagi harus menjadi istri kedua. Ini mimpi buruk! Namun demi sebuah bakti, aku pun harus rela menerima takdir, dan menjadi orang ketiga di rum...