{ 11 }

42 35 2
                                    

Gubrak!

Pintu kamar Juna terbuka dengan cukup keras. Pelakunya menatap Juna lalu menampilkan gigi rapihnya. Juna sedikit terkejut, lalu menghela nafas pelan sambil mengelus dadanya.

Jendi berjalan mendekati Juna disusul Akmal di belakangnya. Akmal membawa plastik kresek yang terdapat makanan di dalamnya. Lalu ia menaruhnya di meja samping ranjang.

"Nih, seblak. Gue belinya jauh ni, jadi makannya pelan-pelan biar ga cepet abis. " Akmal melipat lengan baju sekolahnya hingga sikutnya.

Juna memandang Akmal sedikit jengkel.

"Lagipun lo ketonjok, bukan demam atau apalah namanya. Jadi aman-aman aja buat makan seblak, " ujar Akmal dilanjut memainkan ponselnya.

Sedangkan Jendi sudah naik ke atas ranjang lalu merebahkan tubuhnya di samping Juna. Jendi mulai memejamkan matanya perlahan.

"Tidur semenit goceng, " ucap Juna. Jendi sedikit membuka matanya lalu melihat ke arah Juna.

"Meh, udah kaya Kang pop ice lo. " Jendi bangkit dari tidurnya lalu duduk menyamai Juna. Dia melihat ke arah Akmal yang asik dengan ponselnya, seperti menonton sesuatu.

"Nonton apa lo Mal?" tanya Jendi.

Yang ditanya menoleh ke arah yang bertanya. Lalu menunjukkan apa yang ia tonton di ponselnya. "Nonton Abang lo. "

Juna dan Jendi melihat ke ponsel Akmal. Disana terdapat Suga yang sedang merekam kegiatannya selama di rumah.

"Idih, eh idih. " Jendi merasakan tubuhnya menggeli. "tapi dia begitu doang banyak yang nontonnya, coba gue? Di blokir negara kali ya. "

"Eh itu serius Kak Asu?" tanya Juna.

"Yaiyalah, tadi di sekolah para ciwi-ciwi ngomongin dia. " Akmal menirukan gerakan para gadis tadi di sekolahnya.

"Wah, berani banget dia mainnya di Youtube. Makin kalah kita Jen, " Juna menoleh ke arah Jendi.

"Kalah? Di kamus kehidupan gue ga ada kata kalah. Kita bikin channel juga lah, " Jendi menaikkan dagunya sedikit, berlaga keren.

"Lo gila ya?"

"Coba kita liat, siapa yang lagi sakit disini?"

Juna dan Akmal menatap Jendi dengan tatapan heran sambil menggelengkan kepala pelan.

"Tapi yang di maksud lo pada kalah itu apa?" tanya Akmal.

Juna menyenggol lengan Jendi hingga dia sedikit terjatuh. "Aduh, biasa aja dong. Gue lagikan yang kena, " ucap Jendi lalu beralih menatap Akmal. "jadi gini . . . "

"DINAA TANGKEP KUCINGNYA!!!"

Teriakan Dini dari luar kamar Juna yang tak tertutup terdengar cukup keras. Ketiganya spontan menoleh ke sumber suara. Tak berselang lama, Dina menjatuhkan dirinya persis di depan kamar Juna dengan posisi tiarap sambil memegang erat kucing abu-abu, namun sayang kucing itu terlepas.

Akmal menghampiri Dini yang terjatuh, lalu membantunya bangun. "Kamu gapapa?" tanya Akmal. Dina menggeleng pelan.

"DINAA!! ITU KUCINGNYA!!"

Teriak Dini dari belakang Dina sambil berlari. Belum sempat Dina menoleh ke arah belakang, Dini sudah menabraknya. Dan Dina pun terjatuh untuk kedua kalinya dengan posisi tiarap kembali, dan diatasnya terdapat tubuh Dini.

"Aw! Sakit Din, " rintih Dina.

Akmal tertawa kecil melihatnya, lalu membantu Dini bangun agar mengurangi sakit Dina yang berada di bawahnya. Dina perlahan bangun dan merasakan tubuhnya remuk.

"Kucing biadap! Awas lo!" marah Dini, lalu memapah Dina menuju kamar mereka berdua.

Akmal kembali masuk ke dalam Juna dan duduk di tempat sebelumnya. Juna menutup mukanya karna merasa malu atas kelakuan kedua adik perempuannya itu.

"Kayanya rumah lo senantiasa rame deh Jun, " ujar Jendi.

"Ya lo bisa ngerasain sendiri lah. Kucing gue jadi korban grepe mereka berdua, " Juna menggelengkan kepalanya pelan.

"Lanjutin yang tadi Jen, " Akmal sangat menantikan cerita dari Jendi.

"Oiya, jadi gini Mal . . . "

"AHHHH!!! DINI GA LUCU!!"

Sekarang teriak Dina yang terdengar. Dini berlari melewati kamar Juna, dan di belakangnya ada Dini yang di tangannya terdapat seekor serangga. Kecoa. Dini mengejar Dina. Karna merasa tak punya arah, alhasil Dina masuk ke dalam kamar Juna. Dini pun mengikutinya. Jendi dan Akmal pun langsung berdiri di atas ranjang bersama Dina dengan memasang wajah ketakutan.

"Anak cakep, ga boleh lho maenan kecoa. " ucap Jendi dan berharap bisa membujuk Dini.

"Bener tuh, nanti Abang Akmal beliin seblak deh. Ama toko-tokonyaa gas lah ayo, " perkataan Akmal membuat Jendi dan Juna menoleh kearahnya. "kaya juga lo Mal. Buang kecoanya, nanti dibeliin toko seblak ama Abang Akmal. " ucapan Juna berhasil membuat Dini berubah pikiran lalu membuang serangga itu.

Juna melihat Jendi, Akmal, dan Dina yang masih berpelukan. "Lo bertiga mau ampe kapan pelukan?" pertanyaan Juna membuat ketiganya melepaskan pelukannya.

Dini datang kembali ke kamar Juna. "Kapan beli tokonya Bang Akmal?" tanyanya. Akmal tampak berpikir sebentar, lalu, "nanti kalo Abang dah kawinan sama Kak Mekay. "

Juna dan Jendi menatap Akmal dengan takjub hingga keduanya tanpa sadar mulutnya terbuka. Dina dan Dini pun pergi dari kamar Juna.

"Oke, gue lanjut ya. Jadi pas itu . . . "

"DINA! DINI!!"

"BACOT!!"

Juna melemparkan bantal ke arah luar kamar nya dengan keras hingga tanpa sadar mengenai wajah Mekay yang sedang maskeran berwarna putih. Setelah mengenai wajahnya, bantal itu terjatuh. Ketiganya terkejut ketika melihat wajah Mekay.

"MasyaAllah, serem banget Jun. " ucap Jendi sambil memegangi lengan Juna.

"Beh, begitu aja masih cakep. " ujar Akmal.

"Sebenarnya dosa ga si bunuh orang?" tanya Mekay dengan wajah marahnya.

"Oh tentu tidak sodari Mekay, asal orang itu ridho. "

- Bersambung -

Genk JAJ || Norenmin [LAGI DIREVISI!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang